Minggu, 19 Oktober 2014

Warisan SBY [II]

★ Jejak SBY dalam Penegakan Hukum Dari kiri ke kanan, Menkumham Amir Syamsuddin, Presiden SBY, dan Ketua KPK Abraham Samad

 Penangkapan koruptor lebih intensif, termasuk para pejabatnya sendiri. 

“Penegakan hukum jadi kunci. Korupsi telah kita perlakukan sebagai kejahatan luar biasa.”

Itulah petikan Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperingati Hari Ulang Tahun ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia di gedung DPR/MPR, Jumat, 15 Agustus 2014. Pemberantasan korupsi memang fokus utama SBY di bidang hukum.

Seolah menjawab keraguan sebagian kalangan atas komitmennya dalam mendukung memberantas korupsi, SBY lantas menjabarkan, bahwa ia telah menerbitkan 176 izin pemeriksaan terhadap kepala daerah oleh aparat penegak hukum sejak menjabat tahun 2004.

Tak ada pilah-pilih bagi pejabat penyelenggara negara yang tersangkut korupsi. Itu pesan yang ditekankan SBY dalam dua periode pemerintahannya.

Untuk membuktikannya, SBY juga menjamin dukungan terhadap penguatan instansi peegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi. “Saya akan menambah dana bantuan hukum ini secara signifikan,” kata SBY.

Namun, pesan yang ditangkap publik berbeda. Setidaknya dalam catatan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti PSHK Bivitri Susanti mengakui, SBY cukup menjanjikan di periode pertama. Di awal memerintah tahun 2004, misalnya, SBY membuat gebrakan dengan mengeluarkan instruksi presiden soal percepatan pemberantasan korupsi.

“Ada harapan yang begitu luar biasa. Dia sangat menjanjikan,” kata Bivitri dalam perbincangan dengan VIVAnews, Kamis malam 16 Oktober 2014.

Namun, ketidaktegasan SBY mulai terlihat tahun 2006-2007. SBY mulai tidak konsisten.

Hal ini terlihat dari berbagai tim yang dia bentuk, salah satunya Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Tanpa hasil signifikan, tim ini bubar jalan di usia dua tahun saja.

Selain Timtas Tipikor, ada juga tim pemburu koruptor yang kabur luar negeri dengan kinerja yang menurut Bivitri pun tak terlalu bisa dibanggakan. “Tim ini tak signifikan karena memang masalahnya bukan di situ, melainkan pada SBY. Dia seolah-olah melakukan sesuatu, tapi sebetulnya tidak.”

PSHK juga mencatat ketidaktegasan SBY saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat gempuran pada kasus “cicak vs buaya” tahun 2009 yang berujung pada penahanan dua pimpinan antikorupsi itu di Mabes Polri.

“Dia baru mau turun tangan setelah ada desakan yang begitu kuat dari publik,” kata dia.

Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi SP pun memiliki catatan tersendiri untuk 10 tahun kepemimpinan SBY. “Salah satu yang perlu dicontoh (presiden selanjutnya) adalah semangat pemberantasan korupsi,” kata Johan.

Mau tak mau, kata dia, harus diakui bahwa pemberantasan korupsi memang menggeliat di era SBY. Hal ini ditandai dengan elite-elite negeri ini yang korup bisa dijerat hukum. “Hingga level menteri pun bisa. Setahu saya, SBY tak pernah mengintervensi penanganan kasus di KPK," kata Johan.

Meski demikian, kata dia, kadang-kadang semangat ini tidak diikuti oleh kepala daerah di bawah. Belum lagi munculnya wacana yang justru mengancam pemberantasan korupsi. Salah satunya revisi KUHAP dan KUHPidana.

“Sempat ada wacana yang ujungnya adalah pelemahan KPK. Misalnya, pembentukan hakim komisaris, penghapusan kewenangan penyelidikan di KPK, dan sebagainya,” kata dia.

Johan yakin, DPR secara institusi pasti ingin memperkuat instansi-instansi penegak hukum, termasuk KPK. Namun, eksekutif dan legislatif ke depan harus mewaspadai penumpang gelap yang ingin bermain di situ. Penumpang gelap ini ingin mengubah arah revisi yang semula untuk penguatan, malah ke pelemahan.

“Kan sekarang sudah kelihatan. Biasanya, dia dendam karena koleganya kena jerat KPK. Lalu mau balas dendam lewat pelemahan KPK," jelas Johan.

Untuk presiden mendatang, Johan berharap pemberantasan korupsi menjadi fokus utama di samping penguatan lembaga hukum, termasuk KPK.

Pegiat ICW, Emerson Yuntho, ikut menambah catatan di luar isu yang sudah dilontarkan PHSK dan KPK. Secara umum, ICW menilai komitmen antikorupsi SBY selama hampir 10 tahun terakhir masih seperempat hati. Indonesia masih saja tergolong negara terkorup di dunia.

Data Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2004 berada di angka 20 untuk 100 (terbersih) hingga 0 (terkorup). Nilai CPI Indonesia pada 2013 sama dengan 2012, yaitu 32. Artinya, hanya ada kenaikan 12 poin selama pemerintahan SBY.

“Pada 2012 Indonesia berada di peringkat 118 dari 176 negara, sedangkan di tahun 2013, peringkat Indonesia turun menjadi 114 dari 177 negara,” kata anggota ICW, Emerson Yuntho.

Berikut catatan ICW lainnya untuk SBY:

 1. Kaya instruksi, miskin implementasi 

Selama hampir 10 tahun terakhir, telah lahir sedikitnya 6 kebijakan antikorupsi di era pemerintahan SBY. Kebijakan antikorupsi dalam bentuk instruksi presiden dan peraturan presiden merupakan kebijakan terbanyak yang dikeluarkan oleh seorang presiden dalam sejarah negeri ini. Namun sayangnya miskin implementasi.

Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi baru lahir menjelang periode jabatannya berakhir. Kebijakan antikorupsi yang dikeluarkan oleh SBY terkesan sebagai imbauan karena tidak ada monitoring dan evaluasi serta pemberian sanksi jika kebijakan ini tidak dilaksanakan oleh anak buahnya.

 2. Fasilitas khusus bagi koruptor 

Pemerintahan SBY juga dikenal kompromi dan bahkan memberikan keistimewaan terhadap koruptor. Hal ini ditandai dengan kebijakannya meyediakan sel khusus untuk koruptor dan penjara khusus koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.

Meskipun sudah ada PP 99/2012 tentang Pembatasan Remisi bagi Narapidana Korupsi, Terorisme, dan Narkoba, namun faktanya sejumlah koruptor kakap masih bisa mendapatkan remisi dan kemungkinan keluar lebih cepat dari ditentukan oleh hakim.

Hal ini terjadi karena Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin telah mengeluarkan surat edaran tanggal 13 Juli 2013 yang menyatakan bahwa PP No 99/2012 berlaku untuk napi yang putusannya berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 12 November 2012. Surat edaran ini dapat dinilai sebagai upaya kompromi dan belas kasihan kepada koruptor dan jauh dari semangat pemberantasan korupsi.

Pemberian remisi dan pembebasan bersayarat terhadap koruptor masih saja diberikan meskipun diprotes banyak pihak. Tercatat sedikitnya 48 terpidana korupsi yang medapatkan pembebasan bersayarat di era SBY. Terakhir, menjelang SBY lengser melalui Menteri Hukum dan HAM, pemerintah memberikan pembebasan bersyarat yang kontroversial untuk Hartati Murdaya.

 3. Melantik kepala daerah yang tersandung korupsi 

Kompromi yang ditunjukkan di era SBY adalah tetap memaksakan melantik 5 kepala daerah yang menjadi tersangka atau terdakwa kasus korupsi di penjara. Terakhir sikap kompromi terhadap koruptor dan sangat memalukan ditunjukkan ketika mendagri melantik Hambit Bintih, calon Kepala Derah dari Gunung Mas Kalbar meskipun dalam status tersangka dan ditahan oleh KPK.

 4. Gagal melahirkan regulasi antikorupsi 


Pada aspek regulasi, meskipun Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi melalui UU No 7 Tahun 2006, namun tindak lanjut dalam membuat Revisi UU Tipikor yang baru tidak juga diselesaikan hingga akhir pemerintahan SBY. Padahal revisi UU Tipikor ini diperlukan untuk mendukung perlawanan korupsi secara lebih optimal.

 5. Kasus korupsi kakap 

Hingga menjelang akhir era Presiden tahun 2014, sejumlah kasus korupsi kelas kakap seperti dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dan rekening gendut jenderal polisi bahkan tidak tersentuh.

Sama seperti kasus pidana, upaya menjerat mantan Presiden Soeharto juga belum membuahkan hasil. Pada 2010 MA telah memutuskan bahwa Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp 3,17 triliun. Meski diputus MA pada tahun 2010, namun Kejaksaan Agung baru menerimanya tahun 2013.

Sayangnya proses eksekusi terhadap putusan tersebut juga belum dilaksanakan. Bahkan Kejaksaan berniat mengajukan Peninjauan Kembali karena alasan salah ketik dalam putusan MA.

Selain Yayasan Supersemar, Kejaksaan Agung juga belum melakukan proses hukum perdata terhadap 6 (enam) yayasan milik Soeharto lainnya lain yaitu, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora yang juga merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.

 6. Eksekusi terhadap koruptor dan uang pengganti bermasalah 

Per 15 Oktober 2014, dalam catatan ICW masih ada sedikitnya 61 koruptor yang buron di dalam dan di luar negeri atau belum ditangkap oleh Kejaksaan meskipun sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Auditorat Utama Keuangan Negara I Di Jakarta Tentang Piutang Kejaksaan RI Posisi Per 30 Juni 2012 Pada Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Dan Kejaksaan Negeri Di DKI Jakarta Dan Jawa Barat--pada intinya--menyebutkan Kejaksaan masih punya piutang atau belum melakukan eksekusi uang pengganti dalam perkara korupsi sebesar Rp 12.761.269.954.983,50 dan US$ 290.408.669,77.

 7. Koruptor dapat dana pensiun seumur hidup 

Meskipun telah diputuskan bersalah dalam kasus korupsi dan menjalani pidana sebagai koruptor, sejumlah mantan anggota DPR tetap dapat menerima dana pensiun seumur hidup. Beberapa anggota DPR terpidana korupsi misalnya, Panda Nababan dari Fraksi PDIP yang menjadi terpidana kasus cek pelawat, Arsyad Syam dari Fraksi Demokrat yang menjadi terpidana kasus proyek pengadaan PLTD Sungai Bahar Jambi tahun 2004, Wa Ode Nurhayati dari Fraksi PAN yang menjadi terpidana kasus dana penyesuaian infrastruktur daerah, dan Muhammad Nazarudin dari Fraksi Demokrat yang menjadi terpidana kasus Wima Atlet.

Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR.

Selain anggota dewan, mantan kepala daerah yang tersandung kasus korupsi juga tetap menerima dana pensiun selama akhir hayatnya. Sesungguhnya presiden bisa mencegah ini terjadi dengan mencabut atau merevisi UU itu.

 Soal HAM 

Ketidaktegasan SBY juga tampak di penegakan HAM. Indonesia pernah punya harapan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui Undang-Undang Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun, setelah UU disahkan, SBY tak kunjung meneken panitia seleksi anggota KKR.

“Berkas itu ada di meja dia selama berbulan-bulan,” kata Bivitri. Hingga kemudian, UU ini digugat ke Mahkamah Konstitusi dan dibatalkan seluruhnya, tahun 2006. “Apakah ada kaitan antara SBY tak kunjung meneken pansel dan putusan MK ini, saya tidak tahu.”

Di periode kedua, kata Bivitri, ketidaktegasan SBY kian kentara. “Ditambah dengan masalah oligarki. Ketidaktegasan itu diperumit dengan kaki gurita oligarki maupun koalisi partainya (Demokrat),” kata dia.

Indikasinya, kata dia, dari jumlah kementerian yang membengkak hingga muncul jabatan wakil menteri. Semua itu, kata dia, untuk memuluskan “bagi-bagi kue” di koalisi Demokrat.

Masalah lain yang menjadi perhatian PSHK adalah pengadilan HAM ad hoc. Tahun 2009, kata dia, Pansus DPR sudah merekomendasikan pemerintah membentuk pengadilan ad hoc untuk kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis tahun 1997/1998. DPR juga merekomendasikan adanya rehabilitasi dan kompensasi bagi keluarga korban penghilangan paksa.

Namun, entah alasannya apa, SBY sebagai kepala negara tidak pernah melaksanakan rekomendasi DPR itu. “Sampai saat ini, proses ini terbengkalai,” kata Bivitri.

Satu masalah lain yang menjadi perhatian PSHK adalah absennya SBY saat sebagian umat minoritas tak bisa mendapatkan kebebasan dalam menjalankan keyakinan mereka.

Salah satu contoh: kasus penyegelan bangunan Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor. “Mahkamah Agung sudah jelas-jelas memerintahkan agar segel itu dibuka. Tapi, SBY tak ambil tindakan ketika anak buahnya di Bogor melawan putusan MA itu,” kata dia.

Belum lagi jika bicara masalah jemaah Ahmadiyah dan Syiah. “Kekerasan demi kekerasan menimpa kaum minoritas karena dia sebagai kepala negara tidak mau ikut campur,” jelasnya.

Meski demikian, PSHK mencatat juga hal positif yang diraih SBY dan perlu dilanjutkan presiden selanjutnya, Joko Widodo. Salah satunya, kata dia, reformasi birokrasi sebagai sebuah gagasan besar sudah dimulai. “Jokowi tinggal melanjutkan dan memperbaiki yang bolong-bolongnya,” kata dia.

Dia juga mendesak agar Jokowi kembali membuka kasus-kasus pelanggaran HAM berat. “Kami sudah memberi masukan masalah ini ke dalam 42 item politik-legislasi Jokowi.”(ren)
★ Belitan Korupsi di Tengah Redupnya Prestasi
Pesepakbola tim nasional Indonesia meluapkan kegembiraan usai mengalahkan Korea Selatan di kualifikasi AFC Cup U-19, Jakarta

 Sempat terjadi euforia saat Timnas U-19 memukau di ajang Piala AFF. 

Kegagalan Timnas Indonesia U-19 pada Piala Asia 2014 di Myanmar bak jadi hidangan penutup dari serangkaian “kegagalan demi kegagalan” pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memajukan olahraga di tanah air.

Kurun 10 tahun memegang kendali kekuasaan, SBY yang kini tengah di akhir masa jabatannya ternyata tak cukup ampuh mendongkrak prestasi olahraga tanah air. Bahkan euforia masyarakat Indonesia akan "dongeng" kehebatan Timnas Indonesia U-19 kini mulai meredup menyusul hasil kurang bagus yang dituai tim besutan Indra Sjafri itu.

Tentu masih sangat segar dalam ingatan saat SBY larut dalam euforia saat Timnas U-19 berhasil memukau di ajang Piala AFF 2013 lalu. Bahkan, saat itu SBY secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Evan Dimas dkk.

“Saya bersyukur dan bangga. Terima kasih para pahlawan sepakbola U-19. Anda semua telah mengharumkan nama Indonesia,” tulis SBY dalam akun twitternya, @SBYudhoyono setelah Timnas Indonesia U-19 menjadi kampiun AFF di kandang.

Namun kegagalan di Myanmar ini dan sebelumnya di turnamen Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam seakan menjadi sinyal nyata bahwa sepakbola tanah air di masa SBY belum mampu berbuat banyak. Indonesia harus lebih bekerja keras untuk dapat menjadikan sepakbola sebagai sebuah “kebanggaan”.

Alih-alih fokus memajukan sepakbola tanah air, pemerintahan SBY justru dibuat sibuk dengan kisruh sepakbola tanah air. Tentu masih segar dalam ingatan saat Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) terpecah menjadi 2 kubu.

Masalah PSSI ini sukses menguras tenaga dan pikiran yang seharusnya dapat digunakan untuk memajukan sepakbola tanah air. Dua kelompok yang bersitegang, PSSI versi Djohar Arifin dengan PSSI La Nyalla Matalitti, saling klaim menjadi yang paling benar.

Ironisnya, kisruh PSSI yang sempat melahirkan dua kompetisi berbeda ini memakan waktu lama sebelum akhirnya pemerintah lewat Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memutuskan ikut campur tangan untuk mendamaikan kedua kubu yang berseberangan.

Selain sepakbola, bulutangkis juga menjadi olaharaga paling populer di Indonesia. Hal itu sangat wajar mengingat nama-nama besar macam Rudi Hartono, Liem Swie King, Susi Susanti dan Taufik Hidayat pernah mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia.

Bulutangkis sebagai salah satu simbol bahkan identitas bangsa Indonesia sebenarnya disadari SBY. Hal itu tersurat dari pernyataan SBY yang menempatkan bulutangkis sebagai olahraga andalan Indonesia di level internasional. “Marilah kita tingkatkan prestasi olahraga kita. Sepakbola, bulutangkis, dan semuanya. Kuncinya: berlatih dengan baik dan pengurusnya kompak," kata SBY di twitternya.

Begitu populernya bulutangkis di Indonesia maka tak heran jika prestasi di cabang olahraga ini juga kerap dijadikan barometer kesuksesan sebuah pemerintahan termasuk dalam 10 tahun pemerintahan SBY. Namun, prestasi bulutangkis di masa SBY terbilang juga tak terlalu membanggakan.

Meski sempat kembali menunjukkan jati diri sebagai raksasa bulutangkis lewat dua gelar All England 2014 yang diraih Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di ganda putra dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di ganda campuran, namun prestasi bulutangkis tanah air secara keselurunan di 10 tahun pemerintahan SBY dipandang telah merosot.

Indonesia sebagai raksasa bulutangkis kini mulai tertinggal dari China, Denmark, Korea Selatan dan Malaysia. Bahkan Indonesia kini mulai terkejar negara-negara yang terbilang baru dalam olahraga bulutangksi seperti Jepang dan India.

Selain tak kunjung membaiknya prestasi Indonesia di dua olahraga paling populer itu, prestasi atlet-atlet Indonesia di cabang olahraga lain juga tak terlalu menggembirakan.

Hal itu dapat dilihat dari prestasi atlet-atlet Indonesia di berbagai ajang internasional yang terbilang jauh dari target yang diharapkan.

Tengok saja perolehan medali emas Indonesia di level internasional macam SEA Games, Asian Games dan Olimpiade. Di pentas Asian Games, setelah sempat menorehkan 6 emas di Bangkok pada 1996, perolehan medali Indonesia justru merosot di masa pemerintahan SBY.

Bahkan di Asian Games 2006 di Doha, Indonesia hanya mampu menyabet 2 emas.

Meski di Asian Games 2014 lalu di Incheon, Korea Selatan, Indonesia berhasil kembali menyabet 4 emas, namun pencapaian itu masih jauh dari harapan.

Bagaimana tidak, di Asian Games XVII itu, kontingen Indonesia sebenarnya menargetkan 9 emas dari beberapa cabang olahraga unggulan.

Menurunnya prestasi olahraga Indonesia juga terlihat jelas dari pencapaian di SEA Games 2013 di Myanmar. Di SEA Games Myanmar itu kontingen Indonesia telah kehilangan gelar juara umum yang diraih dua tahun lalu pada SEA Games XXVI saat Indonesia menjadi tuan rumah.

Di SEA Games Myanmar, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-4 dalam daftar perolehan medali. Kontingen Merah Putih hanya mampu meraih 64 medali emas, 83 perak dan 109 perunggu serta harus rela menerima kenyataan berada di bawah Thailand, Myanmar dan Vietnam.

Ini menjadi hasil terburuk kontingen SEA Games Indonesia setelah SEA Games di Filipina pada 2005 silam. Menariknya, dua hasil buruk di pentas negara-negara Asia Tenggara itu dituai saat SBY memegang jabatan sebagai presiden.

Tak heran jika pemerintahan SBY dianggap gagal mendongkrak prestasi Indonesia di kancah internasional. Hasil buruk yang dituai dunia olahraga tanah air ini juga mengundang munculnya keprihatinan dari berbagai kalangan. Termasuk dari Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) PWI yang langsung mendesak pemerintah yang diwakili Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo, dan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Tono Suratman segera melakukan evaluasi.

 Mengapa Merosot 

Lalu apa yang membuat prestasi olahraga Indonesia merosot? Menurut beberapa pihak, merosotnya prestasi olahraga tanah air ini disebabkan karena sebagian besar induk olahraga melakukan cara-cara yang instan untuk menciptakan prestasi. Padahal, olahraga tidak dapat dikarbit sehingga menciptakan prestasi luar biasa dalam waktu cepat.

Selain itu, SBY dianggap tak sepenuh hati menghidupkan lagi semangat olahraga tanah air. Meski sempat menetapkan Undang-undang No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, namun dalam praktiknya SBY masih dianggap tak sepenuhnya mendukung olahraga sebagai sebuah bagian dari keberhasilan pembangunan.

Padahal dengan payung hukum UU No.3 tahun 2005 ini diharapkan Indonesia mampu memperbaiki prestasi olahraga di kancah regional maupun Internasional. Waktu hampir 10 tahun ini rupanya tak cukup membuat SBY sukses menghidupkan prestasi olahraga tanah air.

Tudingan bahwa pemerintahan SBY belum sepenuhnya menjadikan olahraga sebagai sebuah kebanggaan bangsa sebenarnya sangat beralasan. Tak jelasnya masalah pendanaan olahraga di Indonesia terutama dalam persiapan menghadapi kegiatan multievent seperti SEA Games, Asian Games dan bahkan Olimpiade sebagai contohnya.

Pemerintah dianggap belum bisa memberikan pendanaan yang memadai dan jelas. Pemerintah masih menganggap olahraga sebagai prioritas yang ke sekian dalam pembangunan bangsa.

Hal itu diperparah dengan kondisi iklim keolahragaan nasional yang tidak mendukung pembinaan prestasi.

Seakan membenarkan “kegagalan” yang dituai pemerintahan SBY, korupsi yang menerpa Kementrian Pemuda dan Olahraga juga dapat menjadi bukti sahih bahwa olahraga di tanah air tak sepenuhnya dikelola dengan serius dan benar oleh pemerintah.

Dimulai dengan terungkapnya kasus korupsi Wisma Atlet di Palembang yang akhirnya menjerat Muhammad Nazaruddin, borok di Kementrian Pemuda dan Olahraga satu per satu terungkap. Yang paling menghebohkan tentu kasus korupsi pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Jawa Barat, yang ironisnya justru melibatkan beberapa orang terdekat SBY.

Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu yang juga menjadi orang kepercayaan SBY, Andi Mallarangeng justru menjadi tersangka dan harus meninggalkan jabatannya. Dan dapat ditebak, carut marutnya pengelolaan di kementerian pemuda dan olahraga ini dituding sebagai salah satu penyebab keterpurukan olahraga di tanah air.

Tak hanya itu, selain kisruh yang terjadi pada PSSI, beberapa organisasi induk cabang olahraga (Pengurus Besar) juga justru asik menikmati konflik termasuk persaingan antara Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Ya, dari catatan-catatan di atas tentu dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa usaha pemerintah untuk menjadikan olahraga sebagai nation and character building bangsa ini masih jauh dari kata berhasil. Dan tentu saja harapan SBY untuk menjadikan olahraga sebagai alat pemersatu bangsa masih pantas menyisakan keraguan di dalamnya.

Kemerosotan prestasi ini juga tak dipungkiri dapat menjadi pertanda nyata bahwa berbagai program yang diterapkan pemerintahan SBY belum terbukti efektif mendongkrak prestasi atlet-atlet Indonesia. Semua program dan terobosan masih terbilang sukses dalam konsep belaka dan harus dievaluasi secara serius.

Perhatian pemerintah kepada olahraga hanya bersifat seremonial belaka, misalnya hanya dengan menonton pertandingan, melepas dan menyambut atlet, memberikan hadiah dan bonus, peresmian-peresmian, dan lain-lain.

Padahal bukan hal seperti itu yang dapat mengangkat prestasi olahraga suatu bangsa. Perhatian dalam bentuk pembinaan dari dini serta keseriusan dan pengawasan yang menyeluruh menjadi lebih penting dibanding sebuah acara seremonial.(adi)
★ Membentang Jalan dari Sumatera ke Jawa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeA519w1nXVLlnN07bMA-BWSYYeLSwBg4uRPkEvEBHqBHaxUv9tIi1VowBmDd-eS96mo8h-vMUTu3l8ohmsKxC5VwVBmPfLT1f2k2qs4025ZTg4cZ-Qf-CLZ5vHGusgaO5fXYLZNwzph5t/s1600/Jalan+tol+Bali+mandara.JPGTol Bali Mandara di Denpasar, Bali

 Tol Mandara jadi jalan tol terindah di dunia. 

Siapa tak kenal Bali. Negerinya para dewa, yang menjadi tujuan utama wisatawan di dunia. Tak heran, ratusan hingga ribuan wisatawan domestik dan mancanegara tiap hari menjelajahi sudut-sudut Pulau Bali.

Situasi itu ikut memicu kepadatan lalu lintas. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah pun segera mencari solusi. Upaya itu untuk menjaga agar wisatawan tetap bisa menikmati keelokan alam, dan kentalnya tradisi budaya Bali, tanpa terganggu kepadatan lalu lintas.

Adalah Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian BUMN, dan Pemerintah Provinsi Bali serta Kabupaten Badung yang melakukan terobosan luar biasa. Mereka berkolaborasi membangun underpass (terowongan) dan jalan tol di atas laut. Proyek infrastruktur itu diberinama Underpass Dewa Ruci dan Tol Mandara.

Jalan Tol Bali Mandara adalah jalan tol pertama di Provinsi Bali. Jalan Tol Bali Mandara menghubungkan Nusa Dua, Ngurah Rai, dan Benoa. Jalan tol ini memiliki panjang total 12,7 kilometer dan sebagian besar berada di atas laut.

Jalan tol ini diresmikan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 September 2013. Jalan Tol Bali Mandara juga dinobatkan sebagai jalan tol terindah di dunia. Pada KTT APEC di Bali, jalan tol ini juga dilalui oleh beberapa pemimpin negara.

Kini, Presiden SBY resmi melepaskan tampuk kekuasaan pada 20 Oktober 2014. SBY telah menjabat sebagai presiden selama dua periode, yakni pada 2004-2009 dan 2009-2014.

Sepuluh tahun bukan waktu yang pendek untuk menilai hasil pekerjaan seseorang, termasuk Presiden SBY. Selama menjadi presiden, SBY telah menelurkan sejumlah kebijakan dan program yang manfaatnya dirasakan oleh rakyat. Namun, SBY juga meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah dan menyisakan persoalan.

Di antara warisan itu, adalah sejumlah proyek di bidang infrastruktur. Seperti diketahui, guna mendongkrak perekonomian dan “membuka sumbatan” ekonomi, SBY gencar melakukan pembangunan infrastruktur, baik berupa jalan bebas hambatan, jembatan hingga bandar udara.

Berikut, sejumlah proyek yang sudah berdiri dan sedang dibangun di era kepemimpinan Presiden SBY selama dua periode terakhir.

 Tol Bali Mandara 

Jalan tol ini adalah salah satu kebanggaan di era Presiden SBY. SBY selalu saja memuji jalan tol ini, baik dalam penyelesaian maupun posisinya yang tidak biasa. Nama Bali Mandara pun diberikan karena memiliki arti "Bali yang agung, maju, aman, damai, dan sejahtera". Maklum saja, jalan tol ini merupakan satu-satunya jalan tol di Indonesia yang 80 persen jalannya berada di atas laut.

Jalan tol sepanjang 12,7 kilometer ini sebenarnya dibangun untuk mengakomodasi KTT APEC yang akan diadakan di Bali. Dalam KTT ini, Indonesia akan kedatangan pemimpin-pemimpin negara dunia yang akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi ini.

Jalan tol ini diusulkan. karena kondisi lalu lintas dari dan ke Nusa Dua dan Bandara Ngurah Rai terlampau padat, sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu akomodasi para pemimpin dunia ini.

Untuk itulah pemerintah menugaskan perusahaan pelat merah PT Jasa Marga Tbk untuk membangun jalan tol ini.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, Achmad Gani Ghazali, kepada VIVAnews mengungkapkan, sebetulnya tidak ada yang luar biasa dalam proses konstruksi jalan tol yang menghabiskan investasi hingga Rp 2,5 triliun itu. "Waktu pengerjaan konstruksinya sebenarnya sama dengan jalan tol-jalan tol lainnya," katanya.

Yang membuat pembangunan jalan tol ini menjadi cepat, menurut Gani, adalah minimnya pembebasan tanah yang dibutuhkan. Tanah yang diperlukan untuk on dan off ramp jalan tol ini bisa dikelola dengan baik, karena merupakan tanah milik PT Pelindo dan juga PT Angkasa Pura.

Pura-pura yang dibebaskan pun, menurut dia, bisa diajak bekerja sama, sehingga bisa membuat konstruksi jalan tol ini bisa dilakukan.

Situasi ini, tentu amat berbeda dengan jalan tol-jalan tol yang lainnya. Gani mengatakan, pembebasan tanah untuk jalan tol biasanya memakan waktu dari mulai satu hingga lima tahun.

"Kalau konstruksi, semuanya rata-rata setahun dua tahun bisa selesai, yang bertahun-tahun itu pembebasan lahannya," katanya.

 Jembatan Suramadu 

Selain Tol Mandara, proyek infrastruktur yang dibangun di atas laut yakni Jembatan Suramadu. Jembatan ini merupakan proyek jembatan terpanjang di Indonesia. Tercatat panjang jembatan ini mencapai 5,438 kilometer.

Jembatan ini memotong Selat Madura dan menghubungkan Pulau Madura dengan Pulau Jawa. Sebelum jembatan ini berdiri, masyarakat yang ingin bepergian harus menggunakan kapal feri.

Suramadu dicanangkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada masa pemerintahannya pada 2003 dan baru bisa diresmikan oleh Presiden SBY pada 10 Juni 2014. Kini, jembatan tersebut dijadikan jalan tol dan dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk.

Jembatan utama atau main bridge terdiri atas tiga bagian yaitu dua bentang samping sepanjang 192 meter dan satu bentang utama sepanjang 434 meter. Jembatan utama menggunakan konstruksi cable stayed yang ditopang oleh menara kembar setinggi 140 meter. Lantai jembatan menggunakan konstruksi komposit setebal 2,4 meter.

Untuk mengakomodasi pelayaran kapal laut yang melintasi Selat Madura, jembatan ini memberikan ruang bebas setinggi 35 meter dari permukaan laut. Pada bagian inilah yang menyebabkan pembangunannya menjadi sulit dan terhambat. Tak hanya itu, menyebabkan biaya pembangunan membengkak hingga Rp 4,5 triliun.

Proyek ini sempat berhenti selama tujuh bulan, karena tidak adanya dukungan fiskal untuk pembangunan. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, dikutip dari situs PU.go.id mengungkapkan, pada 2005, pemerintah kekurangan dana untuk pembangunannya.

Djoko mengungkapkan, hasil dari pembangunan jembatan ini kurang menggembirakan. Padahal diharapkan dengan dibangunnya jembatan ini kegiatan ekonomi di Pulau Madura bisa meningkat pesat. Namun, setelah beberapa tahun terhubung dengan Pulau Jawa, ternyata perkembangannya tidak signifikan seperti pada perencanaan dibangunnya jembatan ini.

 Jembatan Kelok Sembilan 

Jembatan Kelok Sembilan. Walau namanya tidak santer seperti Bali Mandara, namun jalan layang yang terletak di Kabupaten 50 Kota ini juga menjadi salah satu infrastruktur peninggalan SBY yang paling indah.

SBY juga berkali-kali mengungkapkan kekagumannya atas keindahan jembatan ini. Menurut dia, Kelok Sembilan merupakan mahakarya anak bangsa yang monumental.

Jembatan yang menghubungkan Bukittinggi dengan Pekanbaru ini sebenarnya sangat ditunggu-tunggu realisasinya oleh masyarakat Sumatera Barat. Sebab, jalan biasa yang ada sangat berkelok-kelok dan turunan serta tanjakannya terlalu curam sehingga membahayakan bagi pengendara.

Jembatan yang terdiri atas enam bagian dengan panjang 943 meter ini membuat jalan yang dilalui kendaraan menjadi lebih normal. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, mengungkapkan, jembatan ini memang sudah berkali-kali mengalami penundaan pengoperasian.

Tadinya, jembatan yang dibangun semenjak 2003 ini ditargetkan rampung pada 2010. Namun, akibat kesalahan perkiraan konstruksi, proyek ini harus mengalami perubahan Detail Engineering Design.

Sebelum resmi dibuka, jembatan ini sudah digunakan sebagian pada Lebaran 2012. Pada Lebaran 2013 pun jalan ini sudah digunakan walaupun tidak maksimal.

Panorama di sekitar jembatan yang bernilai Rp 602 miliar ini sangat indah. Maklum saja, jalan ini memotong kawasan hutan lindung yang ada di Sumatera Barat.

Keindahan ini otomatis membuat jembatan ini menjadi objek wisata baru di Sumatera Barat. Pemerintah pusat pun menangkap hal ini dan membuat sayembara pengelolaan kawasan Kelok Sembilan untuk menjadi objek pariwisata.

 Jalan Tol Trans Jawa 

Jalan Tol Trans Jawa merupakan proyek infrastruktur jangka panjang yang akan menghubungkan Merak hingga Surabaya menggunakan jalan tol. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto kepada VIVAnews beberapa waktu lalu mengungkapkan, mulai Merak hingga Cikampek sudah bisa tersambung jalan tol.

Saat ini, jalan tol Cikampek-Palimanan sedang dikerjakan dan diperkirakan rampung pada 2015. Jalan tol sepanjang 116 kilometer ini, menurut dia, sedang dikerjakan di segala lini.

Progres jalan tol ini, menurut Djoko, mencapai 40 persen. Pengelola jalan tol ini, PT Marga Lintas Sedaya, kata Djoko, menjanjikan pada saat arus mudik Lebaran 2015, jalan ini bisa dilalui kendaraan walaupun belum dibuka secara resmi.

"Menurut perhitungan saya, akhir 2015 itu akan selesai. Kalau dilihat dari atas itu land clearing-nya sudah kelihatan semua,' katanya.

Ia melanjutkan, untuk ruas-ruas selanjutnya seperti Palimanan-Kanci dan Kanci-Pejagan juga sudah rampung. Saat ini, ruas Pejagan-Pemalang pembebasan tanahnya sudah hampir selesai dari Pejagan menuju Brebes. Djoko sebelumnya optimistis, jika pada 2015 Tol Trans Jawa bisa tersambung hingga Brebes.

Dia melanjutkan, yang pembangunannya agak sulit kemungkinan adalah ruas Pemalang-Batang dan Batang-Semarang. Saat ini, kedua ruas tol ini sedang melakukan pembebasan lahan.

Untuk ruas Semarang-Solo, pemerintah sudah meresmikannya hingga Bawen. Sementara itu, untuk seksi Bawen hingga Solo masih dalam pembebasan tanah. Ia mengungkapkan, tidak melihat ada kesulitan dalam penyelesaian jalan tol yang dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk ini.

"Negosiasi dan pembebasan lahan berjalan terus, tidak ada yang aneh-aneh," katanya.

Untuk ruas Solo-Ngawi, menurut Djoko, progres tanahnya sudah mencapai 90 persen dan diperkirakan tak lama lagi selesai. Lalu, Ngawi-Kertosono dan Kertosono-Mojokerto juga sedang dalam tahap pembebasan tanah.

 Bandara Internasional Kualanamu 

Bandara ini merupakan salah satu bandara termegah di Indonesia. Bandara ini dibangun untuk menggantikan bandara Polonia yang sudah tidak mampu menampung penerbangan dari dan ke Medan.

Bandara Kualanamu ini diresmikan Presiden SBY pada 23 Maret 2014. Bandara internasional ini mempunyai daya tampung mencapai sepuluh kali lipat bandara Polonia.

Bandara yang mulai dibangun pada 2009 ini juga sempat mengalami penundaan, karena berbagai alasan seperti pembebasan tanah. Saat ini, Kualanamu digadangkan bisa menampung pergerakan penumpang sebanyak 8,1 juta penumpang setiap tahunnya.

Bahkan, pada perkembangannya, bandara ini disiapkan untuk mampu menampung 22,1 juta penumpang setiap tahunnya. Bandara ini juga mampu menampung pesawat berbadan besar seperti Boeing 747 dan juga Airbus A-380.

Pembiayaan pembangunan Bandar Udara Kualanamu diperoleh dari pinjaman luar negeri sebesar US$ 225 juta untuk pembangunan fasilitas sisi udara dan dari PT Angkasa Pura II Rp 1,2 triliun guna pembangunan fasilitas sisi darat tahap awal.

Selain Kualanamu, Bandara Sepinggan juga merupakan salah satu bandara besar yang dibangun di masa pemerintahan SBY. Bandara dengan nama lengkap Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan ini dibangun dengan total investasi Rp 2,1 triliun.

Selanjutny, bandara yang juga patut dibanggakan oleh pemerintahan SBY adalah Bandara Makassar. Bandara yang sebelumnya bernama Lapangan Terbang Kadieng ini terletak 30 kilometer dari Kota Makassar.

Presiden SBY mengungkapkan, walaupun menggunakan tenaga kerja dari dalam negeri, bandara ini tetap bisa dibangun dengan megah dan paling modern, serta mempunyai alat navigasi yang canggih.

SBY kala itu berharap, pembangunan bandara ini akan meningkatkan ekonomi di Sulawesi dan kawasan Indonesia bagian timur. Makassar adalah simpul strategis untuk perkembangan ekonomi di kawasan itu.

 Jalur Ganda Kereta Api Jakarta-Surabaya 

Walaupun jarang terdengar suaranya, peninggalan pemerintahan SBY yang satu ini tidak bisa dianggap remeh. Sebab, jalur ganda untuk kereta dari mulai Jakarta-Surabaya ini sangat berpengaruh terhadap grafik perjalanan kereta dan juga jalan.

Proyek dengan total investasi mencapai Rp 9,8 triliun ini berhasil dirampungkan pada tahun ini. Direktur Jenderal Perkeretaapian, Hermanto Widyatmoko, mengungkapkan, dengan beroperasinya jalur ganda ini trafik perjalanan dan juga kapasitas kereta api bisa bertambah 200 hingga 300 persen.

Meningkatnya frekuensi dan kapasitas ini, tambah Hermanto, berarti pengurangan terhadap angkutan barang di darat. Pada akhirnya, ini juga akan menghemat alokasi pemerintah untuk subsidi bahan bakar yang digunakan logistik darat.

Dia mengatakan, saat ini, frekuensi kereta barang Jakarta-Surabaya adalah lima trip per harinya. Dengan lima trip tersebut, kapasitas angkutnya mencapai 160 TEU (twenty foot equivalent units) per hari.

Dengan beroperasinya jalur ganda ini otomatis akan menambah jumlah perjalanan kereta barang menjadi 15 kali dengan kapasitas angkut mencapai 500 TEU.

Dari penghitungan tersebut, menurut Hermanto, ada beban sebesar 340 TEU yang dialihkan dari jalan raya ke kereta api. Dalam hitungan kementerian, BBM yang bisa dihemat dari pemindahan moda ini mencapai 115 kiloliter per hari.

Dalam satu tahun, kata dia, ada penghematan Rp 3,4 triliun dari subsidi. Padahal, pembangunan jalur kereta sepanjang 700 kilometer ini mencapai Rp 9,8 triliun.

"Dalam beberapa tahun saja penghematan yang dibuat sudah seimbang dengan biaya investasinya," katanya.

Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, mengatakan, pembangunan jalur ganda lintas utara Jawa Jakarta-Surabaya sepanjang 727 kilometer telah menjadi sejarah baru dalam pembangunan infrastruktur transportasi Indonesia. Menurut dia, hal ini dilakukan Belanda pada 150 tahun yang lalu dan berhasil diulangi pada saat ini.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, JA Barata, kepada VIVAnews mengungkapkan, Double Track ini merupakan salah satu proyek yang sangat mengena untuk masyarakat kelas bawah. Apalagi, proyek ini bisa dilakukan oleh sumber daya dalam negeri tanpa adanya bantuan pihak asing. "Menurut saya proyek ini fenomenal," katanya.

 Mass Rappit Transit (MRT) 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga meninggalkan proyek yang hingga kini belum selesai. Salah satunya adalah proyek Mass Rappit Transit (MRT).

Angkutan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat ini dimulai sejak 10 Oktober 2013. Peletakan batu pertama proyek MRT dilakukan oleh Joko Widodo, selaku Gubernur DKI Jakarta pada masa itu. Impian penduduk Jakarta untuk memiliki transportasi massal modern tampaknya menemui titk cerah.

Pembangunan pertama dilakukan di Dukuh Atas, Jakarta Pusat yang posisinya tepat di pinggir Jalan Tanjung Karang depan Gedung UOB. Direktur Utama PT MRT Jakarta, Dono Boestami pun menjamin, proyek di titik pertama tersebut tidak akan menyebabkan kemacetan. Sebab, pengerjaan proyek tidak memakan badan jalan.

Berdasarkan data pada Oktober 2013, pengerjaan proyek MRT dibagi menjadi delapan paket konstruksi sipil. Rinciannya, tiga konstruksi sipil bawah tanah (underground), yaitu Jalan Sisimangaraja hingga Bundaran Hotel Indonesia, tiga konstruksi sipil jalan layang yaitu Lebak Bulus hingga Al Azhar, serta dua paket pengadaan sistem dan rolling stock.

Dari delapan paket tersebut, enam paket sudah lelang tender terlebih dahulu, yakni tiga paket bawah tanah dan tiga paket jalur layang.

Konstruksi sipil MRT bawah tanah dikerjakan terlebih dahulu pada Oktober tahun lalu, karena waktu pembangunan lebih lama dibandingkan konstruksi layang. Megaproyek ini diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar 125 miliar yen, atau sekitar Rp 12,5 triliun.

Mass Rapid Transit Jakarta (MRT Jakarta) yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih ±110.8 km , yang terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ±23.8 km dan Koridor Timur – Barat sepanjang kurang lebih ±87 km. Penetapan jalur ini sebagai prioritas didasarkan pada pertimbangan, jalur Selatan- Utara Jakarta bersama dengan jalur Timur-Barat adalah jalur perekonomian yang cukup pesat untuk masa kini dan masa depan.

Lahirnya MRT ini diharapkan dapat mengurangi kepadatan kendaraan ibu kota. Kapasitas angkut MRT yang mencapai sekitar 412 ribu penumpang per hari diharapkan dapat mengalihkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal. Pengoperasian MRT Jakarta diproyeksikan dari pukul 05.00 sampai 24.00 malam dengan waktu tunggu setiap lima menit dengan tariff antara Rp8 ribu sampai Rp 12 ribu. Namun, masih dalam pembahasan yang lebih lanjut.

Proyek pembangunan MRT dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta didukung Pemerintah Jepang melalui JICA. Dukungan JICA diberikan dalam bentuk penyediaan dana pembangunan dalam bentuk pinjaman.

Komitmen yang diberikan JICA terhadap bantuan pembangunan MRT ini adalah sebesar ¥ 125,23 miliar. Sementara itu, loan agreement yang diberikan sebesar ¥ 50,019 miliar terdiri atas Loan Agreement No. IP-536 sebesar ¥ 1,86 miliar dan Loan Agreement No. IP-554 sebesar ¥ 48,15 miliar.

Menurut Dono, Proyek MRT hingga detik ini sedang dalam pengerjaan. "Seperti yang terlihat di lapangan kan itu ada semua ya. Sudah dijalankan semuanya. Semuanya berjalan dan seperti yang sering saya katakan di media-media lain juga targetnya 2018 akan selesai," ujarnya kepada VIVAnews, Sabtu 11 Oktober 2014.

 Kanal Banjir Timur (KBT) 

Guna mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu di wilayah Jakarta bagian timur, maka dibangun Kanal Banjir Timur (KBT).

KBT mengacu pada rencana induk yang kemudian dilengkapi "The Study on Urban Drainage and Wastewater Disposal Project in the City of Jakarta" tahun 1991, serta "The Study on Comprehensive River Water Management Plan in Jabotabek" pada Maret 1997. Keduanya dibuat oleh Japan International Cooperation Agency.

KBT dibangun untuk mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, KBT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana transportasi air. Serta untuk menampung aliran Kali Ciliwung, Kali Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung.

Meskipun penggalian pertama dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri pada 22 Juni 2002 yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Jakarta yang ke-475, namun proyek ini baru mulai dibangun pada Juli 2003 yang menghabiskan biaya sekitar hamper Rp5 triliun. Dana tersebut berasal dari hasil patungan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta.

KBT akan melintasi 13 kelurahan (2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur) dengan panjang 23,5 kilometer. Total biaya pembangunannya Rp 4,9 triliun, terdiri atas biaya pembebasan tanah Rp 2,4 triliun (diambil dari APBD DKI Jakarta) dan biaya konstruksi Rp 2,5 triliun dari dana APBN Departemen Pekerjaan Umum.

Ketika banjir besar terjadi pada tahun 2007 yang menenggelamkan lebih dari separuh wilayah ibu kota, membuat pemerintahan yang pada saat itu dipimpin oleh SBY-Jusuf Kalla mempercepat pembangunan KBT.(art)

  ★ Vivanews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.