Senin, 17 November 2014

Kisah Insiden Perobekan Bendera Belanda Gedung Denis, Bandung

Suasana di depan Gedung DENIS pada 1939 (gambar milik Tropen Museum)

Akhir November 1945. Hari belum mencapai siang, ketika selembar bendera berwarna merah putih biru dikibarkan secara tiba-tiba oleh sekelompok orang Belanda di puncak Gedung Bank DENIS (sekarang menjadi gedung Bank Jabar Banten). Pengibaran provokatif itu kontan menjadikan kota Bandung geger.

Tak menunggu waktu lama, ratusan pemuda Bandung yang datang dari berbagai pelosok kota sudah bergerombol di depan gedung karya arsitek Belanda Albert Frederik Aalbers tersebut. Dengan wajah marah, mereka berteriak-teriak menuntut penghuni gedung tersebut untuk secepatnya menurunkan Si Tri Warna.

Alih-alih mengabulkan tuntutan para pemuda Bandung itu, para serdadu Jepang dan Inggris yang berjaga di depan Gedung DENIS malah memperlihatkan sikap menantang. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang menembakan bedilnya ke udara. Menjadi gentarkah para pemuda Bandung tersebut?

Tentu saja tidak. Mereka justru semakin merangsek dan membuat posisi tempur. Seiring terdengarnya teriakan "siap!" dari berbagai penjuru, sekelompok pemuda dari Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI, lasykar yang memiliki sikap politik pro Tan Malaka), TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dari Batalion II dan Batalion III bergerak cepat melucuti serdadu-serdadu Jepang dan Inggris yang menjadi penjaga utama di depan pintu Gedung DENIS.

Sementara itu dibawah komando Kapten Husein Wangsaatmadja, sekelompok pelajar SLP (setingkat SMP) yang baru tamat Sekolah Kader Militer di Tegallega, masuk ke dalam gedung. Setelah terlibat perkelahian satu lawan satu dengan serdadu-serdadu Belanda, beberapa di antara mereka langsung naik ke menara gedung, tempat Si Tri Warna berkibar dengan megah.

Para serdadu Inggris yang bermarkas di Hotel Savoy Homan (jaraknya hanya puluhan meter dari Gedung DENIS) tak tinggal diam melihat kejadian tersebut. Mereka lantas menghujani para pemuda tersebut dengan peluru-peluru tajam. Tapi dasar pemuda Bandung, bukannya menjadi takut, mereka malah semakin nekat.

Dua pemuda bernama Karmas dan Mulyono berhasil mencapai menara tempat Si Tri Warna berkibar. Mereka kemudian berusaha menurunkan bendera Belanda tersebut. Namun sial, angin terlalu kencang bertiup hingga kabel pengibar menjadi semakin kuat dan liar. Sementara untuk menjangkau kain bendera sendiri, mereka tak bisa karena terlampau tinggi.

Tak kehilangan akal, Karmas menghunus bayonetnya. Dibantu bahu Mulyono yang ia naiki, Karmas lantas mencabik-cabik bagian warna biru Si Tri Warna hingga serpihan-serpihan kainnya jatuh dan bertebaran di Jalan Braga. Usai meneriakan kata "merdeka" berkali-kali, mereka lantas turun melalui Jalan Naripan. Dan yang terjadi kemudian, orang-orang tua di Bandung masih mengingat bagaimana bendera Belanda berkibar dengan warna biru yang tercabik-cabik. Begitu hancurnya bagian warna biru itu, hingga orang lebih melihat yang berkibar itu sebagai Sang Merah Putih, bukan bendera Belanda.

Peristiwa itu seolah merupakan de javu dari insiden yang dua bulan sebelumnya terjadi di halaman Hotel Yamato, Surabaya.(hendijo)

[Diposkan by Samuel Tirta]

  ★ Garuda Militer  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.