Senin, 03 November 2014

Panglima Minta TNI Diberi Kewenangan Menyidik

http://cdn-media.viva.co.id/thumbs2/2014/10/16/273806_panglima-tni-pimpin-apel-pengamanan-presiden-ri_209_157.jpgPanglima TNI

Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, meminta Pemerintah RI menerapkan secara konsisten dan tegas terhadap Undang Undang Penerbangan yang ada saat ini.

Hal ini disampaikan Panglima TNI sesaat setelah mendarat di Bandara Brunei Darussalam dalam kunjungan kerjanya, Senin, 3 November 2014.

Menurut Moeldoko, ketegasan pemerintah RI menerapkan UU Penerbangan tersebut sangat diperlukan karena dapat memberikan efek jera kepada pihak yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional.

Di samping itu, Moeldoko juga berharap kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki TNI Angkatan Udara agar diberi kewenangan khusus dalam melakukan penyidikan terhadap beberapa tindak pidana yang sifatnya kejahatan terhadap pertahanan dan keamanan nasional di ruang udara NKRI (defence crime).

"Demi menjaga kewibawaan NKRI," kata Moeldoko.

Moeldoko mengaku telah memerintahkan kepada seluruh jajaran TNI AU untuk semakin aktif mengamankan wilayah udara nasional dan memeriksa secara intensif terhadap kru pesawat Gulfstream IV yang diduga melanggar wilayah udara Indonesia untuk kemudian diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai peraturan yang berlaku.

Sebelumnya diberitakan, pesawat jenis Gulfstream IV dengan Nomor HZ-103 berangkat dari Singapura menuju Darwin, Australia, dipaksa mendarat di Bandara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin siang.

Pesawat itu sempat mencoba melarikan diri dengan mengeluarkan sonic bomb untuk mencapai kecepatan supersonik dengan maksud agar tidak bisa terkejar. Namun, dua pesawat Sukhoi Su-30 MK2 TNI AU dengan amunisi lengkap menyergap sasaran dan memerintahkan untuk mendarat.

Kru pesawat Gulfstream IV cukup komunikatif saat diperintahkan mendarat di Lanud El Tari Kupang. Mereka dipaksa mendarat karena masuk wilayah udara Indonesia tanpa izin lengkap.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI M Fuad Basya, mengatakan bahwa saat ini pesawat Gulfstream IV ditahan di Apron Lanud El Tari untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Berdasarakan hasil pemeriksaan sementara, pesawat yang diawaki Kapten Pilot Waleed Abdulaziz M dengan total kru 6 orang dan penumpang 7 orang.

"Pemeriksaan dan penyidikan oleh personel TNI AU serta PPNS Perhubungan Udara akan dilaksanakan sesuai amanat UU Penerbangan tentang tindakan hukum pada pesawat pelanggar wilayah udara Indonesia," terang Mayjen Fuad.(one)
Pakai Sonic Bomb, Sukhoi TNI Paksa Pesawat Asing Mendarat https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXXOJbsgVRH5mqtXFKU2dTEN6j-QBmVCZLC6elaigdxPvhUs2RYu3HTBPB8pFYOfJkJEtjPiRpXPWdbgFA3NvH5-J5jAa_nxBlR-s4KrNkkZLQlkzkmgbEHiKEetWcLFvkAiCzfyLT2ag/s1600/20141103030409-Lagi,-TNI-AU-Sergap-Pesawat-Penyusup.jpgPesawat SU TNI menyergap Pesawat Saudi

Dua pesawat tempur Sukhoi milik Tentara Nasional Indonesia memaksa sebuah pesawat asing mendarat di Pangkalan Utama Angkatan Udara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Senin siang, 3 November 2014.

Pesawat Sukhoi yang diterbangkan dari pangkalan di Makassar, Sulawesi Selatan, itu sebelumnya mengejar pesawat asing tersebut karena terbang tanpa izin di wilayah udara Indonesia. Pesawat yang diketahui berasal dari Arab Saudi itu membawa 6 orang awak kabin dan 7 penumpang.

Pesawat dengan nomor penerbangan HZ-103 itu diamankan di radial 06.00 derajat 82 mil wilayah Kupang. Dalam pengejaran, pesawat tersebut mengeluarkan sonic bomb untuk mencapai kecepatan supersonik dengan maksud agar tidak bisa terkejar.

Setelah dipaksa mendarat, para awak kabin diminta turun dari pesawat untuk diperiksa terkait penerbangan lintas wilayah secara ilegal.

Pesawat tersebut diketahui dipiloti Walied Abdul Azis, berkewarganegaraan Arab Saudi. Kini para kru pesawat masih dalam pemeriksaan. Sedangkan 7 penumpang tidak diizinkan meninggalkan pesawat.(adi)

  Vivanews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.