Minggu, 02 November 2014

RI Jangan Sekedar Ikut-ikutan Punya Drone

http://images.cnnindonesia.com/visual/2014/10/29/33b37c48-1435-4330-ae43-5788adf5f0dc_169.jpg?w=650Menurut pengamat, Indonesia harus menakar kebutuhan akan drone dan mengembangkan sistem penunjangnya. (Getty Images/Uriel Sinai)

Indonesia akan turut dalam barisan negara pengguna drone atau pesawat nirawak, yang sebelumnya telah digunakan negara-negara maju untuk berbagai keperluan, baik sipil maupun militer.

Menurut pengamat penerbangan Indonesia, Chappy Hakim, Indonesia harus mempersiapkan sistemnya, bukan sekedar membeli unit terbangnya saja.

"Sekilas drone memang terlihat lebih murah, namun di balik itu, sistem yang mendukung sebuah drone jauh lebih mahal daripada satu pesawat biasa, dan perangkat ini tidak bisa bekerja tanpa ada sistem pendukungnya" ujar Chappy, kepada CNN Indonesia, Kamis (30/10).

Chappy mengatakan, Indonesia jangan sekadar ikut-ikutan punya drone tapi harus menakar kebutuhan dan bagaimana mengembangkan sistem perangkat ini.

"Negara-negara maju tersebut sudah lama mengembangkan sistem persenjataannya, tidak hanya drone. Mereka mempunyai suatu tim untuk melakukan Research and Development dalam pengembangan senjata, bagaimana mungkin kita tiba-tiba ikut tanpa tahu dasarnya," lanjut Chappy.

Indonesia sendiri saat ini sedang mengembangkan tiga unit drone yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia. Rencananya, tiga unit drone tersebut akan dirilis akhir tahun ini.

Chappy menilai itu sah-sah saja, namun harus jelas bagaimana penempatannya nanti saat digunakan, perbatasan mana yang cocok untuk drone tersebut.

"Kita tahu jika sekarang ada pesawat penjaga dari TNI yang mengawasi perbatasan, jangan sampai nantinya malah tumpang tindih dengan sistem pertahanan lainnya," ujar Chappy.

Saat ini ada sekitar 76 negara yang menggunakan drone sebagai alat pertahanan mereka. Namun menurut Chappy kekuatan drone tidak akan menjadi penentu akhir dari peperangan.

"Drone mungkin akan menjadi alat untuk pertempuran, namun apakah mempengaruhi pertempuran, itu kembali lagi kepada pemimpin negara. Karena para pemimpin negara-negara inilah yang menjadi kunci dalam sebuah peperangan, dan sistem seperti apa yang akan mereka gunakan dalam suatu peperangan," ujarnya.

Drone sendiri awalnya digunakan oleh Amerika Serikat beberapa tahun lalu, dan sekarang banyak negara yang telah menggunakan drone sebagai sistem persenjataannya seperti Inggris, Israel, Iran dan China.

 Jangan Bergantung APBN 

Sistem pertahanan Indonesia sendiri sudah menunjukan kemajuan dari sisi kualitas maupun alutsista yang digunakan, namun menurut Chappy hal ini belum cukup untuk mencapai kekuatan maksimal dari sebuah pertahanan negara.

"Bagaimana mungkin kita bisa berperang hanya dengan dukungan dana yang terbatas. APBN mempunyai anggaran pertahanan sendiri dan itu belum cukup. Dalam pembelian senjata misalnya, banyak orang yang masih membandingkan apple-to-apple antara membeli senjata atau mensubsidi kebutuhan masyarakat, harusnya tidak bisa dibandingkan seperti itu," ujarnya.

Dia berpendapat, sistem pertahanan Indonesia harus bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung dengan APBN, seperti era Soekarno dahulu saat Indonesia memiliki armada perang yang terkuat di Asia.

"Solusinya, Indonesia harus punya pemimpin kuat dengan visi dan misi yang jelas. Pemimpin harus benar-benar bisa menjadikan pertahanan Indonesia seperti yang kita idamkan selama ini," tegas Chappy.(den)

 Sepuluh Tahun Lagi Semua Negara Punya Drone 

Sepuluh Tahun Lagi Semua Negara Punya DroneDrone memang ampuh dalam menyerang markas musuh, namun senjata ini juga membunuh banyak warga sipil.

Pesawat nirawak atau drone kian menjadi kebutuhan bagi sistem pertahanan. Tidak hanya negara, bahkan kini pasukan militan bersenjata menggunakan drone untuk penyerangan ke wilayah musuh, seperti Hizbullah di Libanon.

Melihat tren saat ini, pengamat mengatakan bahwa dalam waktu 10 tahun lagi, hampir semua negara akan menguasai teknologi drone, termasuk yang berkemampuan untuk menghancurkan dan menyerang.

Beberapa negara saat ini sudah memiliki drone, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Israel, Iran, Pakistan dan Tiongkok. Negara seperti Korea Selatan dan India sebentar lagi akan masuk di deretan negara pemilik drone.

Menurut lembaga think tank pertahanan RAND, saat ini ada sekitar 23 negara yang tengah mengembangkan atau sudah membuat drone bersenjata.

Indonesia sendiri tengah mengembangkan drone, namun bukan untuk tujuan penyerangan tetapi untuk pengawasan perbatasan.

Menurut Noel Sharket, professor intelijen artifisial dan robot di Universitas Sheffield, Inggris, Mei lalu kepada Defense One, sebuah media yang khusus membahas soal militer dan ketahanan Amerika, Tiongkok akan segera memproduksi drone secara massal dan menjualnya ke seluruh negara.

"Jika negara seperti Tiongkok mulai mengekspornya, maka drone akan ada dimana-mana dengan cepat. Dalam waktu 10 tahun, semua negara akan punya drone. Tidak ada yang ilegal soal ini, kecuali kau menggunakannya untuk menyerang negara lain," kata Sharkey.

Amerika Serika sendiri punya anggaran khusus untuk mengembangkan teknologi drone, yaitu sebesar US$ 2,4 miliar pada tahun 2015.

Desember lalu, Kementerian Pertahanan AS mengeluarkan rencana jangka panjang 25 tahun, salah satunya adalah membuat sistem nirawak yang akan diturunkan di setiap medan perang.

Drone yang menjadi salah satu fokus AS, kendati anggaran pertahanan mereka disunat US$ 487 miliar dalam 10 tahun ke depan, menandakan pentingnya teknologi ini dalam perang di masa depan.

 Korban sipil 

AS sendiri telah menggunakan drone dalam mengincar tersangka teroris di Pakistan, Afganistan dan Yaman, salah satunya adalah MG-9 Reaper yang bisa terbang berjam-jam dalam mencari targetnya dan menyerangnya dengan bom dengan pemandu laser.

Namun kelemahan terbesar teknologi penyerangan ini adalah ketidakmampuannya mengurangi jumlah korban tewas, termasuk warga sipil yang turut meregang nyawa dalam misi perburuan teroris.

Menurut lembaga Biro Investigasi Wartawan, CIA di bawah pemerintahan Obama telah melancarkan 383 serangan drone si Pakistan antara 2004 hingga 2014, menewaskan warga sipil antara 416 hingga 957 orang, 168 di antaranya anak-anak.

Oktober tahun lalu, Human Right Watch mengecam serangan drone AS di Yaman.

Menurut HRW, enam dari 80 serangan drone AS di Yaman telah menewaskan 82 orang, 57 di antaranya, atau 70 persen, adalah warga sipil.(den/ike)

  ★ CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.