Rabu, 19 November 2014

Sanksi Barat Tak Pengaruhi Minat Ekspor dari Rusia, Termasuk ke Indonesia

Rusia terus bertahan di peringkat kedua dunia dalam jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan ekspor senjata dan teknologi militer. Pada awal 2014 lalu diumumkan hasil akhir pendapatan ekspor senjata selama 2013 telah melewati angka 15 miliar dolar AS. Dalam waktu sepuluh bulan terakhir, Presiden Vladimir Putin mengumumkan saat Sidang Komisi Bidang Kerja Sama Militer pada Rabu (5/11) lalu, bahwa para pemesan mancanegara telah mendapatkan teknologi militer milik Rusia seharga 10 miliar dolar AS, atau mencapai 70 persen dari volume pengiriman yang ditargetkan dalam tahun berjalan.Kementerian Pertahanan Indonesia tengah mempertimbangkan opsi pembelian 16 pesawat tempur Su-35 dari Rusia. Foto: Sukhoi.org

Jumlah pesanan produk industri pertahanan Rusia dari luar negeri kukuh bertahan di angka 50 miliar dolar AS, dan tahun ini para produsen senjata Rusia telah menandatangani kontrak ekspor senjata baru yang nilainya mencapai 7,5 miliar dolar AS.

Kehebohan seputar pemberian sanksi terhadap para produsen senjata Rusia berangsur-angsur menurun secara perlahan, ditandai dengan pameran-pameran senjata dan teknologi militer internasional yang mengundang para pakar senjata dan teknologi militer Rusia beserta produk pertahanan negara dengan teknologi muktahir miliknya.

Jika pada Juli lalu sebagian delegasi Rusia tak dapat hadir dalam pameran aviasi di Farnborough, pinggiran kota London, karena berbagai penyebab, maka pameran teknologi angkatan laut Euronaval 2014 pada Oktober lalu di Paris justru dihadiri oleh seluruh perwakilan Rusia yang terkait dengan bidang tersebut. Dalam pameran itu, 19 perusahaan Rusia mendapat area khusus untuk memamerkan produk buatannya, beberapa di antaranya adalah Sevmash, Severnoye PKB, Admiralteyskiye Verfi, Baltiyskiy Zavod, Almaz, dan berbagai perusahaan lain. Mereka memamerkan 180 model baik kapal besar, kapal kelas kecil, kompleks peluncur roket dan persenjataan berat, serta berbagai persenjataan muktahir lainnya.

Pada Selasa (11/11), pameran internasional bidang aviasi dan antariksa terbesar di Asia, Airshow China dibuka di Kota Zhuhai. Pameran tersebut dihadiri oleh para delegasi Rusia yang membawa 1.500 produk buatannya. Salah satu dari produk tersebut adalah pesawat tempur multifungsi Su-35, yang rencananya akan dibeli oleh Tiongkok sendiri. Berdasarkan pernyataan dari kepala delegasi grup perusahaan Almaz-Antey Vyacheslav Dzirkaln, para pakar ahli perusahaannya akan melakukan presentasi kepada para mitra Tiongkoknya mengenai salah satu jenis modernisasi dari sistem peluncur rudal balistik Top-M1, yang sebelumnya pernah dikirimkan ke Tiongkok.

Perkembangan hubungan bilateral di jalur pengiriman sistem pertahanan udara terbaru Rusia untuk Tiongkok yang dikategorikan sebagai jenis senjata bertahan ini memiliki arti khusus dalam kondisi aktual saat ini. “Perkembangan tersebut akan membantu memperkuat stabilitas keamanan di wilayah Asia Pasifik,” tegas Vyacheslav Dzirkaln dalam wawancaranya bersama TASS.

Sebelum pameran di Zhuhai, berlangsung pula pameran senjata dan teknologi militer internasional Indo Defense 2014 di Jakarta. Dalam pameran tersebut, produk-produk Rusia ditampilkan secara gemilang.

Dalam 20 tahun terakhir, Indonesia telah membeli beberapa pesawat tempur multifungsi dari Rusia yakni Su-27 dan Su-30, sepuluh helikopter Mi-35, 14 helikopter Mi-17, kendaraan tempur infanteri BMP-3F, kendaraan lapis baja BTR-80A, dan sembilan ribu senapan Kalashnikov AK-102. Pada Desember 2011, Rusia dan Indonesia telah menandatangani kontrak pengiriman enam pesawat tempur ke Indonesia seharga 500 juta dolar AS. Maka dapat dikatakan bahwa kompleks industri pertahanan Rusia memiliki tempat yang kuat dalam perbendaharaan senjata Indonesia.

Selain itu, Malaysia juga merupakan salah satu mitra yang menjanjikan bagi Rusia dalam bidang persenjataan dan teknologi militer di Asia Tenggara. Bukan tahun pertama Kuala Lumpur menggunakan pesawat tempur multifungsi Rusia Mig-29 dan Su-30MKI. Dalam perbendaharaan senjata Malaysia, terdapat juga kompleks peluncur rudal anti-tank Metis-M1 dan kompleks peluncur rudal antipesawat Igla.

Kerja sama teknologi militer dengan negara-negara asing merupakan hal yang serius dan rumit, sekaligus sangat kompetitif. Namun, contoh yang telah dijabarkan di atas telah menunjukkan bahwa para produsen senjata Rusia mampu memenangkan kompetisi di pasar senjata dunia dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Hal tersebut bisa terwujud bukan hanya karena produk persenjataan Rusia yang lebih baik dan andal dibanding negara lain, namun karena Rusia juga tak pernah melakukan pengiriman senjata menggunakan paksaan ataupun ancaman pemberian embargo.

Artikel ini merupakan versi ringkas dari materi yang dipublikasikan di TASS.


 ★ RBTH  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.