Senin, 22 Desember 2014

Jokowi Andalkan Kepala Staf TNI AL Baru

http://us.images.detik.com/content/2014/12/19/10/menkomaritimjokowidalam.jpgPemantauan Kapal Asing

Presiden Joko Widodo tengah menggodok sejumlah calon untuk dijadikan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) yang baru. Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo, mengatakan KSAL yang baru diharapkan memprioritaskan fungsi Angkatan Laut dalam penegakan hukum dan keamanan di perairan Indonesia.

”Ini yang harus diprioritaskan,” kata Indroyono kepada Tempo, Ahad 21 Desember 2014. Alasannya, ujar dia, adalah banyaknya persoalan penegakan hukum di perairan Indonesia yang belum terselesaikan, seperti illegal fishing, illegal logging, human trafficking, hingga illegal mining.

Menurut Indroyono, seluruhnya ada tiga peran TNI Angkatan Laut. Selain penegakan hukum, peran Angkatan Laut lainnya adalah penegakan kedaulatan dan upaya diplomasi.

Rencana pergantian KSAL itu disampaikan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pekan lalu. Ia menyatakan Presiden Jokowi sedang mempersiapkan pengganti KSAL Laksamana Marsetio yang memasuki masa pensiun. Dewan Kebijakan dan Kepangkatan Tinggi TNI telah menyerahkan empat nama kepada Presiden. Mereka adalah Kepala Staf Umum TNI, Laksamana Madya Ade Supandi; Wakil Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Madya Didit Herdiawan; Rektor Universitas Pertahanan, Laksamana Madya Desi Albert Mamahit; dan Kepala Pelaksana Harian Badan Keamanan Laut, Laksamana Madya Sri Mohammad Darojatim.

Indroyono tak mengungkap siapa yang pas menggantikan Marsetio. Usulan justru datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. "Saya prefer bintang dua. Naikkan (pangkatnya jadi bintang tiga) terus angkat," kata Susi kepada Tempo kemarin.

Namun Susi juga tak menyebutkan nama. Ia hanya menyampaikan empat kriteria yang diharapkan dimiliki KSAL yang baru. "Yang bisa bekerja sama dengan kami, integritas tinggi, berjiwa kebangsaan tinggi, tidak terlalu contaminated,” kata dia.

Direktur Pusat Studi Oseanografi dan Teknologi Kelautan Universitas Surya, Alan F. Koropitan, mengatakan salah satu pekerjaan rumah utama KSAL yang baru adalah merapikan tumpang tindih wewenang dan koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Angkatan Laut. “Tumpang tindih wewenang antara pelanggaran kedaulatan dan pelanggaran hukum,” kata dia.

Sebenarnya, kewenangan masing-masing lembaga sudah diatur dalam Undang-Undang Kelautan. Masalahnya, aturan belum menjelaskan implementasinya secara spesifik. Kesepahaman antara lembaga tadi pun masih memunculkan persoalan dalam pelaksanaan, seperti saat ada informasi 13 kapal asing memasuki perairan Indonesia. Menteri Susi, Kamis lalu, sampai meminta Presiden Jokowi memerintahkan Angkatan Laut. Sedangkan Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut menyatakan tak tahu mengenai keberadaan 13 kapal tersebut.
Kalah Canggih, Kapal TNI Sulit Kejar Kapal Asing http://statik.tempo.co/data/2014/12/21/id_354032/354032_620.jpgPotongan badan kapal ikan ilegal berterbangan ketika ditenggelamkan di Perairan Teluk Ambon, Maluku, 21 Desember 2014. Terdapat 45 ABK warga Thailand dan 17 ABK warga Kamboja yang diamankan dalam penangkapan ini. FOTO: Seskab RI Andi Widjajanto

Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengatakan tidak mudah menangkap kapal nelayan asing yang mencuri ikan. Patroli TNI Angkatan Laut terkendala wilayah laut Indonesia yang sangat luas.

"Pencuri ikan memanfaatkan luasnya wilayah laut Indonesia," kata Moeldoko kepada wartawan di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, 22 Desember 2014.

Menurut Moeldoko, kapal-kapal patroli Angkatan Laut tersebar di sejumlah titik strategis di perairan Indonesia. Sebagian besar berjaga di tiga jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) di wilayah barat, tengah, dan timur.

Ada juga kapal patroli yang berjaga di zona perbatasan. Namun jumlah kapal nelayan asing yang begitu banyak tetap membuat patroli TNI kewalahan. Seperti bermain kucing-kucingan, para pencuri ikan selalu bisa menghindari kapal patroli Indonesia.

"Mereka sama-sama punya radar, bahkan lebih canggih, bahkan kapal mereka lebih cepat daripada kapal patroli TNI," kata Moeldoko.

Walhasil, setiap ada laporan keberadaan kapal-kapal nelayan asing masuk ke Indonesia, petugas patroli tak bisa langsung menangkap mereka. Para nelayan asing itu bisa lebih dulu kabur menghindari sergapan kapal TNI AL.

"Butuh waktu dan tenaga juga mengirim kapal patroli di wilayah yang didatangi pencuri ikan," kata Moeldoko.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio menambahkan, kapal patroli Angkatan Laut sering terlambat mendatangi lokasi yang dilaporkan menjadi sasaran illegal fishing. Sebagai contoh, Angkatan Laut menerima laporan pencurian ikan di perairan Arafuru oleh pesawat intai TNI Angkatan Udara. Maka kapal perang berukuran besar, seperti Fregate dari Ambon, Maluku, membutuhkan waktu 2-3 hari untuk sampai ke perairan Arafuru.

"Itu kapal besar, kalau kapal kecil lebih lama lagi. Kami sampai mungkin saja mereka sudah kabur," kata Marsetio.
Berapa Biaya Patroli Kapal TNI AL per Hari? http://statik.tempo.co/data/2014/12/21/id_354044/354044_620.jpgPangarmatim Laksda TNI, Arie Henrycus Sembiring (kanan), meninjau proses penenggelaman dua kapal ikan ilegal berbendera Papua Nugini di perairan Teluk Ambon, Maluku, 21 Desember 2014. ANTARA/Izaac Mulyawan

Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengatakan keterbatasan bahan bakar minyak menjadi salah satu kendala kapal perang milik Angkatan Laut mengamankan wilayah perairan Indonesia dari pelaku pencurian ikan. Menurut dia, alokasi solar untuk kapal TNI AL tak sepadan dengan luas wilayah yang harus diamankan.

"Biaya solar kapal perang jelas lebih mahal dibanding kapal biasa," kata Moeldoko kepada wartawan di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, 22 Desember 2014.

Moeldoko memberi contoh, satu unit kapal perang kelas fregat dengan panjang sekiar 100 meter butuh bahan bakar solar Rp 900 juta untuk berlayar sehari penuh. Biaya solar semakin membengkak jika wilayah patroli kapal luas.

Sebelumnya, Panglima Armada Barat TNI AL Laksamana Muda Widodo mengatakan setidaknya ada 49 unit kapal perang yang siap berpatroli di wilayah barat Indonesia. Sayangnya, tak semua kapal bisa dipakai untuk patroli keamanan laut. Musababnya, jatah bahan bakar dari pemerintah yang terlalu minim. Untuk tahun ini saja, Armada Barat hanya dapat 27 persen bahan bakar dari alokasi yang dibutuhkan.

Walhasil, Widodo harus pintar-pintar mengatur siasat memaksimalkan patroli pengamanan laut dengan bahan bakar yang terbatas. Pada tahun ini saja, Armada Barat menggelar 12 kali operasi pengamanan. "Jumlah armada yang dipakai tak tentu, ada yang satu kapal, dua kapal, atau dua kapal dengan satu helikopter," katanya.

  Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.