Panglima TNI, Jenderal Moeldoko berada di Beijing selama lima hari.
Wakil Duta Besar China untuk RI, Liu Hongyang, menyampaikan bahwa Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, berkunjung ke Beijing pada 24 Februari kemarin. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut, soal adanya kerjasama di bidang militer yang akan ditandatangani kedua negara.
Soal penjelasan kerjasama militer, kata Hongyang, akan diserahkan kepada kementerian terkait kedua negara.
Hongyang tidak menampik adanya kerjasama yang erat di antara Angkatan Laut kedua negara. Sebagai bukti, mereka akan mengirim perwakilan ke Latihan Bersama Multilateral Komodo (MENK) 2014, yang akan diikuti 17 negara di perairan Natuna, Batam, Kepulauan Riau.
Latihan tersebut akan dibuka secara langsung oleh Kepala Staf TNI AL, Marsekal Marsetio. Latihan itu rencananya akan dimulai pada 29 Maret hingga April 2014.
"Kami rencananya juga akan mengirimkan perwakilan dan kapal perang ke Indonesia dengan maksud damai," ungkap Hongyang saat ditemui di rumah dinasnya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Rencananya, akan ada 35 kapal perang dari negara peserta yang akan ikut berpartisipasi. Indonesia akan mengirimkan 16 KRI dan enam pesawat udara, yang terdiri dari dua fixed wing dan empat rotary wing. Mereka akan berlatih di tujuh titik yang telah ditentukan.
Sementara itu, mengenai kunjungan Moeldoko ke Beijing, kata Hongyang, tujuannya ingin mengenalkan diri kepada militer China sebagai Panglima TNI yang baru. Moeldoko berada di Beijing selama lima hari.
Moeldoko mengatakan hubungan militer kedua negara terjalin dengan baik dan harmonis.
Kunjungan Moeldoko ini rencananya akan diikuti dengan kunjungan balasan dari Kepala Komis Pusat Militer China, Jenderal Fan Changlong pada pertengahan 2014.
Menkopolhukam pun merespons: Soal HAM, apakah AS juga siap dievaluasi?
Setiap tahun Amerika Serikat, melalui Departemen Luar Negerinya, rutin menerbitkan laporan soal hak asasi manusia di berbagai negara. Kondisi HAM di Indonesia pun tak luput dari sorotan Deplu AS dalam 12 bulan terakhir.
Dalam laporan yang telah dimuat di laman resmi Deplu AS dan telah diluncurkan Menlu John Kerry, pada paragraf awal Washington memberi penilaian positif atas Indonesia sebagai negara yang menunjung demokrasi multipartai. Contohnya pada Pemilu 2009, yang memilih kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI.
"Para pemantau domestik dan internasional menilai bahwa pemilu parlemen dan presiden pada 2009 lalu merupakan pemilihan yang bebas dan adil. Pihak berwenang pada umumnya telah menerapkan kendali yang efektif atas kekuatan keamanan," demikian laporan itu, yang disusun oleh tim pimpinan pejabat sementara Asisten Menlu AS bidang Demokrasi, HAM, dan Tenaga Kerja, Uzra Zeya.
Selanjutnya, laporan tersebut memberi beberapa kritik atas kondisi HAM di Indonesia. "Ada beberapa contoh di mana elemen-elemen pasukan keamanan terlibat dalam pelanggaran HAM," lanjut Deplu AS.
Pemerintah Indonesia pun dinilai gagal menerapkan investigasi yang transparan dan kredibel atas beberapa kasus pembunuhan yang melibatkan aparat keamanan.
Washington menyorot kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakat Cebongan di Yogyakarta oleh belasan oknum prajurit Kopassus Grup 2 pada 23 Maret 2013, yang menewaskan empat tahanan yang diduga terlibat pembunuhan atas seorang anggota Kopassus.
Pengadilan militer hanya menghukum 12 serdadu berpangkat rendah yang menjadi pelaksana lapangan. "Namun, kalangan kelompok pembela HAM mencurigai bahwa ada perwira senior Kopassus Grup 2 yang mendesak polisi untuk memindahkan para tahanan ke fasilitas yang kurang aman dan entah itu menyuruh para anak buah untuk bertindak maupun membiarkan adanya serangan itu," lanjut laporan HAM AS.
Laporan itu juga memaparkan kritik dari para pegiat HAM dan Komnas HAM kepada polisi, termasuk Densus 88, karena menerapkan kekerasan yang berlebihan atas para tersangka kasus terorisme. "Kurangnya investigasi yang transparan atas dugaan tindak kekerasan yang berlebihan itu mempersulit upaya konfirmasi terhadap fakta yang sesungguhnya, dan keterangan polisi sering berlawanan dengan pernyataan para saksi," tulis laporan itu.
Pemerintah AS lantas menyajikan contoh kasus pada 22 Juli 2013 saat aparat Densus 88 menembak mati dua tersangka teroris dan menahan dua lainnya di Tulungagung, Jawa Timur. Menurut laporan polisi, salah satu dari tersangka menembak ke arah polisi. Namun, saksi mata mengabarkan bahwa para tersangka tidak menunjukkan perlawanan dan langsung ditembak tanpa peringatan.
Pemerintah RI, lanjut laporan Deplu AS itu, juga dianggap tidak selalu melindungi hak-hak reliji dan sosial kaum minoritas serta membiarkan kesenjangan para warga secara ekonomi. "Pemerintah juga menerapkan pasal penghianatan dan penghinaan untuk membatasi kebebasan berekspresi atas para pendukung kemerdekaan di Papua dan Papua Barat dan para kelompok minoritas keagamaan," lanjut laporan AS.
Laporan itu juga menyorot korupsi, kesewenang-wenangan atas tahanan di penjara, kondisi di penjara yang memprihatinkan, penyelundupan manusia, pekerja anak, dan kurangnya pemenuhan hak dan standar atas para tenaga kerja di Indonesia.
Tanggapan Indonesia
Bagaimana tanggapan kalangan pejabat dan politisi di Indonesia? Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyatakan bahwa laporan AS itu bisa diterima sebagai bahan tambahan untuk evaluasi ke dalam. Namun, dia juga memberi beberapa catatan penting atas AS.
"Sebagai negara yang menyebut dirinya negara demokrasi, apakah memang AS juga siap jika dievaluasi mengenai apa yang mereka lakukan? Di Irak? Di Afghanistan? Di penjara Guantanamo?," kata Djoko saat dihubungi VIVAnews hari ini.
Menurut dia, demokrasi itu harus saling menghormati, berimbang. Djoko melihat laporan AS itu berdasarkan penilaian sepihak Pemerintah AS terhadap pelaksanaan penegakan HAM di negara lain.
Mantan Pangliman TNI itu pun menanggapi laporan AS soal kasus Cebongan. Ini harus dilihat latar belakang yang membuat kasus itu terjadi.
"Bagaimana sekelompok orang mengintimidasi warga membabi-buta? Itu juga melanggar HAM. Lalu apa tindakan yang diambil pimpinan TNI setelah kasus itu? Mendorong proses hukum. Dan harap dicatat, bahwa proses hukum dan pengadilan di Indonesia lebih terbuka. Lebih transparan. Dikawal melalui pers yang bebas. Apakah hal seperti ini terjadi di AS? Jika terjadi peradilan terhadap anggota militer?," kata Djoko.
Soal Sampang, lanjut Djoko, yang terjadi bukan pengusiran, seperti yang disebut dalam laporan HAM AS, melainkan melindungi agar warga Syiah tidak jadi korban lagi. "Kok pakai istilah diusir?" kata Djoko.
Sementara itu, wakil ketua Komisi I DPR RI bidang pertahanan dan luar negeri, TB Hasanudin, menilai bahwa laporan HAM AS itu menggambarkan masih ada yang perlu diperbaiki oleh pemerintah RI dan aparat keamanan.
"Soal kasus Cebongan, saya kira itu produk era Orde Baru. TNI masih belum sepenuhnya reformis, bahkan untuk kasus pembunuhan sekalipun masih berusaha ditutupi," kata Hasanudin.
Begitu pula soal kasus di Papua. Masih maraknya kasus kekerasan di sana karena belum ada penyelesaian yang matang dari pemerintah. "SBY tidak punya konsep yang jelas dalam mencari solusi penyelesaiannya, [akhirnya] jadi liar," kata politisi dari PDIP itu.(eh)
Jakarta
☆ The Indonesian National Army (TNI) plans to add more personnel for the United Nations peace missions.
The soldiers will later be deployed in conflict and post-conflict areas such as in Lebanon, Sudan, and Haiti.
According to Navy Chief of Staff Admiral Marsetio, there are over 1,569 TNI personnel currently deployed on UN Mission. "With 100 personnel from KRI Frans Kaisiepo, there are in total of 1,669 personnel," said Marsetio.
He mentioned that there will be an additional of 800 men from the army to assist mission in Darfur, Sudan.
Ketua Komisi 1 DPR RI Mahfudz Siddik kepada VOA Jumat (28/2) mengatakan selain untuk pengamanan kawasan juga sebagai respon cepat dari Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan.
“Ya secara politik Komisi 1 mendukung rencana tersebut. Panglima TNI memang sudah pernah menyampaikan rencana untuk menjadikan pulau Natuna itu sebagai frontier base bagi TNI.
Hal itu sesuatu yang strategis dan penting buat Indonesia. Karena itu untuk membantu pengamanan wilayah maritim Indonesia, karena jalur lalu lintas yang padat. Yang kedua, memang itu juga sebagai langkah untuk mengantisipasi atau merespon meningkatnya ketegangan kaitannya dengan masalah Laut China Selatan,” papar Mahfudz.
Mahfudz menambahkan, Komisi 1 DPR masih melakukan pembicaraan terkait hal ini dengan pemerintah, khususnya menyangkut anggaran yang disiapkan untuk kebutuhan logistik di lapangan.
“Panglima TNI belum memaparkan detail kaitan dengan berapa anggaran yang dibutuhkan. Tetapi ini sudah masuk di dalam alokasi anggaran TNI di 2014. dan juga nanti sangat mungkin akan berlanjut di tahun anggaran 2015. Intinya pengembangan Natuna sebagai frontier base sudah teralokasi,” lanjut Mahfudz.
Terkait sikap politik Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan, Mahfud Siddik memastikan Komisi 1 DPR RI mendukung langkah Indonesia yang hingga kini terus mendorong dialog damai dalam penyelesaian permasalahan di kawasan itu.
Pengamat Militer dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto mengatakan penguatan pertahanan militer di perbatasan sudah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, melalui dukungan penguatan peralatan tempur TNI dan logistik prajurit di perbatasan.
“Justru di lini-lini yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain yang sedang ada kerawanan memang harus diperkuat. Dan Indonesia belakangan sudah menambah sejumlah alutsista (peralatan utama sistim pertahanan). Terutama juga radar-radar pendukung, sistim peluru kendali, maupun juga dari sistim persenjataan serta peralatannya termasuk logistik," kata Wawan.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko di sela-sela kunjungan lima harinya di China mengatakan penambahan dan penempatan kekuatan yang proporsional di Natuna perlu dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan.
TNI, tambah Panglima, akan terus memantau setiap perkembangan di Laut China Selatan, dan siap mengantisipasi apapun akibat dari instabilitas di wilayah tersebut.
Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia Barat.
Permasalahan Laut China Selatan belum juga mendapat titik temu. Negara –negara di Asia selain China yang turut mengklaim kawasan sengketa tersebut adalah Malaysia, Vietnam, dan Taiwan.
China dan Taiwan merupakan dua negara yang mengklaim bagian terbesar dari perairan strategis itu. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat banyak.
China mengklaim sekitar 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Tidak itu saja, China juga berencana menetapkan Zona Indentifikasi Pertahahan Udara (ADIZ) di Laut China Selatan.
Jakarta
☆ Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, kekurangan Rp 27 triliun tidak membuat proses pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) terhenti begitu saja.
Sebab, dari jumlah itu, pemerintah masih memiliki dana sebesar Rp 123 triliun.
Dana tersebut berasal dari platform yang diajukan Kementerian Pertahanan sebesar Rp 150 triliun. Namun, dari jumlah itu, Rp 27 triliun memang tidak dicairkan.
"Karena yang kita lakukan itu, misalkan F16. Itu budgetnya beli 6, ternyata kita bisa dapat 24. 6 Itu kan budget beli baru, kita dapat sekarang yang second hand, tapi kita upgrade lebih bagus lagi dan itu bisa terbang dan kita tingkatkan menjadi block 52. Nah itu udah nolong," ujar Purnomo usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (27/2) malam.
Meski tidak dicairkan, Purnomo beranggapan langkah tersebut sebagai upaya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Sehingga, proses pembayaran alutsista yang dibeli hanya dapat menggunakan dana sebesar Rp 123 triliun saja. Dengan demikian, dalam lima tahun dapat dilunasi sebesar Rp 24,6 triliun.
"Dan ternyata dari sisi jumlah tak mengganggu. Malah kita dapat kapal Usman Harun, John Lie dan Bung Tomo segala. Frigat kita yang baru dari Inggris," ungkapnya.
Filipina menyerukan kepada Malaysia, Vietnam dan Negara-negara tetangga lain untuk bergabung mengajukan gugatan hukum atas klaim teritorial besar-besaran yang dilakukan Cina di Laut Cina Selatan.
Jaksa Agung Filipina, Francis Jardeleza, hari Kamis (27/2) mengatakan bahwa Malaysia, Vietnam dan dua pemerintahan lainnya bisa bergabung dalam gugatan hukum yang telah diajukan Filipina tahun lalu di hadapan pengadilan internasional, atau mendaftarkan gugatan sendiri dalam menyelesaikan konflik terkait klaim teritorial Cina.
Jardeleza mengatakan satu-satunya kesempatan bagi negara-negara kecil untuk mempertahankan wilayah mereka melawan superpower Asia itu, hanyalah dengan cara damai melalui pengadilan.
Cina, Brunei, Malaysia, Filipina dan Taiwan terlibat konflik terkait klaim wilayah di sepanjang Laut Cina Selatan. Perselisihan itu secara berkala meletus ke dalam konfrontasi berbahaya, dan memicu ketegangan dalam masalah keamanan serta diplomatik.
Konflik terbaru
Sementara itu, dua kapal Cina yang melakukan latihan kurang dari setahun di sekitar kawasan pulau karang James Shoal telah membuat Malaysia terkejut dan menciptakan pergeseran penting dalam cara negara jiran itu menghadapi konflik Laut Cina Selatan.
Pulau karang itu terbentang di luat wilayah perairan Malaysia tapi berada di dalam wilayah 200 mil laut zona ekonomi ekslusif.
Insiden Januari lalu, khususnya, telah memicu Malaysia untuk diam-diam menjalin kerjasama dengan Filipina dan Vietnam, dua negara tetangganya di Asia Tenggara yang paling keras mengkritik langkah Cina di wilayah itu, dalam upaya mengikat Beijing untuk menyepakati kode etik di wilayah perairan Laut Cina Selatan, demikian diungkapkan oleh seorang sumber diplomatik Malaysia.
Kesombongan kapal-kapal Beijing juga akan mendorong Kuala Lumpur untuk mendekat ke Amerika Serikat, sekutu terpenting mereka dalam bidang keamanan, sekaligus semakin memperdalam perpecahan antara Asia Tenggara dengan Cina dalam konflik di perairan yang kaya mineral tersebut.
Malaysia secara tradisional bersikap “tiarap” dalam masalah keamanan ini, karena mereka ingin menjalin hubungan ekonomi yang lebih dekat dengan Cina, yang merupakan rekan dagang terbesar mereka.
“Itu adalah sebuah ‘panggilan untuk membangunkan‘ bahwa itu bisa terjadi pada kami dan itu terjadi…“ kata Tang Siew Mun, ahli kebijakan luar negeri di Malaysia's Institute of Strategic and International Studies, sebuah lembaga kajian yang memberi masukan kepada pemerintah dalam urusan luar negeri.
“Untuk beberapa lama kami percaya dengan hubungan khusus ini (antara Malaysia-Cina)… kasus James Shoal telah menunjukkan lagi dan lagi kepada kami bahwa ketika sudah tiba pada urusan mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya (Cina), maka itu akan menjadi sebuah permainan yang berbeda.“ab/hp (afp,ap,rtr)
|
HMAS Waller |
Feb 27/14
☆ HMAS Waller. The submarine HMAS Waller, fresh out of scheduled maintenance, experiences a fire while traveling on the surface. Nobody dies or is injured, but 4 sailors are helicoptered off for observation. The Navy is still looking into the cause. Sources: Australian DoD, “Fire onboard Royal Australian Navy submarine”.
Jakarta
☆ Selama Orde Baru, ada dua profesi yang konon tak boleh disentuh oleh mereka yang beretnis Tionghoa. Menjadi pegawai negeri sipil atau tentara.
Itulah sebabnya, mereka umumnya memilih menjadi pedagang sebagai profesi. Tapi cerita itu tak sepenuhnya benar.
Nyatanya, ada sejumlah warga keturunan Tionghoa yang dengan cara dan tekadnya sendiri sengaja mendarmabaktikan diri menjadi tentara. Bahkan beberapa di antaranya mencapai jenjang kepangkatan hingga jenderal.
Berikut beberapa perwira Tionghoa yang mencapai jenjang kepangkatan tinggi seperti dihimpun Majalah Detik dari www.kodam-tanjungpura.mil.id dan sumber-sumber lain:
1. Brigadir Jenderal TNI Teguh Santosa (Tan Tiong Hiem)
Alumnus Akademi Militer Nasional 1963, Korps Peralatan. Jabatan terakhir adalah Wakil Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Darat (1993-1995).
2. Mayor Jenderal TNI Iskandar Kamil (Liem Key Ho)
Alumnus Akmil 1964, kini menjadi hakim agung. Dia pernah menjadi Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI.
Pada Agustus 2006, Iskandar menghukum mati enam dari delapan terdakwa kasus penyelundupan heroin seberat 8,2 kilogram dari Bali ke Australia, yang dikenal dengan sebutan Bali Nine. Juga menghukum mati Hengky Gunawan pemilik pabrik narkotik di Surabaya.
3. Brigadir Jenderal TNI Teddy Yusuf (Him Tek Ji)
Lulusan Akmil 1965 ini pernah menjadi Wakil Komandan Batalion Infanteri 507 Kodam V Brawijaya, Komandan Detasemen Tempur RTP 16 di Timtim, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Asisten Perencanaan Kodam IV Diponegoro, Komandan Korem 131 Santiago, Manado. Terakhir, anggota Fraksi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat (1995-1999). Kini dia aktif di Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia.
4. Marsekal Pertama TNI Ir Billy Tunas, MSc
Lulusan Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara ke-30 dan Naval Post Graduate School 1978. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertahanan (1992-1993).
5. Brigadir Jenderal TNI Paulus Prananto
Alumnus Akmil 1970 ini pernah melanjutkan studi di US Naval Post Graduate School dan lulus pada 1990. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertahanan (1999-2002).
6. Laksamana Pertama TNI FX Indarto Iskandar (Siong Ing)
Alumnus Akademi Angkatan Laut 1971, seangkatan dengan mantan Menteri Perhubungan Laksamana Madya Freddy Numberi. Pernah bersekolah di US Naval Post Graduate School, Monterey, California, 1996. Pernah menjadi Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Departemen Pertahanan.
7. Mayjen TNI dr Daniel Tjen, SpS
Kini menjabat Kepala Pusat Kesehatan TNI. Menjadi anggota TNI melalui Sekolah Perwira Militer Wajib ABRI, 1984. Daniel pernah bertugas di Timor Timur selama enam tahun. Lalu masuk ke Kostrad, dan bertugas di lingkungan Kodam III Siliwangi.
8. Kolonel Surya Margono alias Chen Ke Cheng (Tjhin Kho Syin)
Lelaki kelahiran Mempawah, Kalimantan Barat, 5 Desember 1962, ini merupakan lulusan Akabri Udara pada 1987. Dia terlahir dari pasangan Bong Chiukhiun (ibu) dan Tjhin Bitjung (ayah).
Sebelum menjadi Atase Pertahanan di KBRI Beijing, Cina, sejak 10 September 2009, kariernya banyak dihabiskan di Angkatan Udara dan Bais (Badan Intelijen Strategis) ABRI.
Based on the model has been revealed, it can be judged SIGMA 9814 class ships will be capable of, the comprehensive.
Defense News Television (QPVN) Vietnam's Ministry of Defense, broadcast at 20.00 the day 26/2 has officially revealed the first images of the "shape" of the modern class SIGMA 9814 ships will strengthen Vietnam Navy in the future.
Based on a images reveal on Defense Channel Television shows the SIGMA 9814 of Vietnam will be equipped with advanced weapons systems, combining the foundation of Russia and the West.
Based on the picture above, can be concluded that the first design occupies SIGMA 9814 ships of Vietnam is very similar to the design SIGMA 10514 which Holland played for the Indonesian Navy, the only thing is it (SIGMA 9814) shorter than 7m.
Specifically, the front side of the ship is a 76mm Oto Melara gun turret ship, immediately after the superstructure is radar tube placement 8 Exocet anti-ship missile Block III (2 pans, each 4-tube missile launch pad placed cross each other). The stern has a landing strip large enough for a helicopter of the Russian Kamov anti-submarine could takeoff and landing. However, according to observers, the brothel next to the heliport is too small, there may not be capable of accommodating a helicopter as Ka-27/28 style.
However, the brothel fully redundant power to be able to deploy a helicopter drone as Camcopter S-100 type of Austria and it is also reasonable for the information to foreign media recently revealed, the developer of S-100 UAV helicopter is SCHIEBEL are engaged discussions with the Dutch shipyard for integration of UAV systems S-100 to cavity 2 of the 9814 Sigma corvette Vietnam during the production.
Below the bottom of a bow mounted sonar acoustics systems to detect enemy submarines. That means SIGMA 9814 has the ability to detect and destroy submarines using torpedoes.
Regarding the weapons systems, more noteworthy position behind the 76mm gun turret system can have more vertical launch tubes (VLS) for air defense of the MBDA VL MICA (France) where the information previously taken. In front of the bridge, after VLS systems have an extra gun turret mounted on high, probably close range defense gun Rheinmetall 35mm CIWS like Millenium design of warships of the Navy SIGMA 10514 of Indonesia. On the roof of the helicopter hangar is a gun turret but unknown caliber and type.
About avionics, no configuration changes with SIGMA 9814 ships that the company IHS Jane's believe he ever revealed, the ship is equipped with a TACTICOS combat system management, targeted search radar SMART-S MK2 and fire control systems STING EO MK2 developed by Thales Netherlands. These are electronic systems belongs to the most advanced in Europe.
Thus, designers can identify SIGMA 9814 ships of Vietnam is fairly compact, has been optimized in size, fully armed and comprehensive, both anti-ship, anti-submarine, defense capability not, as well as close-range defensive weapons.
Stern Can The layout Kamov naval helicopters also revealed the ability Vietnam will probably buy a few more helicopters or naval Ka Ka-27/28 -31 in the near future.
Setelah Perang Dunia ke-2, Amerika Serikat terlibat dalam tiga medan perang yang berat dan memakan korban cukup banyak bagi pasukannya. Mandala tempur yang menggiriskan adalah Perang Vietnam, Perang di Irak dan yang juga belum selesai adalah operasi tempurnya di Afghanistan. Melawan tikus tanah Vietnam, seorang letnan baru pasukan AS dikabarkan hanya mempunyai kesempatan hidup tujuh menit begitu diterjunkan ke medan tempur. Teknologi perang AS harus menghadapi kegigihan dan jumlah demikian banyak Vietcong yang siap mati.
Tercatat korban dari pasukan sekutu (AS tewas: 58.209, terluka: 153.303, Korea Selatan, tewas: 5.000, terluka: 11.000, Australia tewas: 520. Akhirnya setelah terlibat dari tahun 1957-30 April 1975, AS harus mengalah dan pull out dari Vietnam. Apa yang didapat dari Perang Vietnam? Hanya nama, bahwa AS adalah negara besar, mampu menjaga efek domino penyebaran pengaruh komunis di Asia Tenggara.
Invasi pasukan AS ke Irak merupakan perang kelam tersendiri bagi rakyat AS. Dalam perang yang berlangsung antara 18 Maret 2003 - 15 Desember 2011, pasukan koalisi yang tewas berjumlah 3.817 orang (terdiri dari pasukan AS 2,923, 126 UK, 121 lainnya, dan 647 orang kontraktor). Koalisi terluka berjumlah 26.886 orang, terdiri dari 22.032 dari AS, 891 dari Inggris, 3.963 kontaktor.
Dalam operasi tempur di Afghanistan, yang berlangsung dari tanggal 7 Oktober 2001 hingga kini, tercatat korban pasukan koalisi yang terbunuh 1908 (Amerika Serikat: 1162, Inggris: 313, Lainnya: 433). Koalisi yang terluka berjumlah 15.000 (Amerika Serikat: 6773, Inggris: 3,954, Kanada,1,500, Lainnya, 2.500). Korban dari kontraktor sipil AS: 338 terbunuh, 7224 luka.
Dari dua perang terakhir dimana tercatat puluhan ribu pasukan AS dan koalisi yang terlibat, pemerintah AS lebih fokus mengarah kepada ancaman teroris setelah peristiwa serangan WTC 11 September 2001. Afghanistan kemudian diserbu, di duduki, pemerintahan Taliban dijatuhkan karena dianggap melindungi Osama bin Laden dengan Al Qaeda. Ternyata Osama tokoh teroris musuh utamanya AS berhasil dibunuh di Pakistan dan bukan di Afghanistan. Demikian juga pemerintahan George Bush, memutuskan menyerbu Irak, karena mendapat informasi intelijen adanya ancaman SPM (Senjata Pemusnah Massal) di bawah kendali Saddam Husein.
Kebijakan Kepemimpinan Presiden Barack Obama
Presiden Obama berhasil menyelesaikan sebagian pekerjaan rumah pemerintahan sebelumnya dengan menyergap Osama bin Laden di wilayah Pakistan. Selain itu banyak pimpinan puncak Al Qaeda, Taliban dan Haqqani yang tewas dengan penyerangan teknologi peluru kendali dari pesawat tanpa awak (drone). Peran tempur di Irak telah selesai. Pekerjaan rumah berat lainnya adalah bagaimana kembali pull out dengan cantik dari Afghanistan.
Pada hari Rabu (1/2/2012), Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta (saat itu) mengatakan bahwa penarikan pasukan AS di Afghanistan akan lebih dipercepat setahun lebih awal pada tahun 2013. Menurutnya, Presiden Obama akan segera melakukan penghentian perang yang diwarisinya dari pemerintahan Presiden George Bush Pernyataan Menhan Panetta merupakan kelanjutan dari pernyataan Presiden Obama yang mengatakan pada tanggal 22 Juni 2011, bahwa negara yang menjadi basis serangan ke daratan AS pada peristiwa 11 September 2001, kini sudah bukan merupakan ancaman teror terhadap AS. "Gelombang perang telah surut, dan kini sudah saatnya AS membangun negara," tegas Obama.
Pejabat berwenang AS mengatakan bahwa penggantian operasi tempur digantikan dan lebih difokuskan pada operasi kontraterorisme rahasia, seperti yang dilakukan saat melakukan penyergapan terhadap pimpinan Al-Qaeda, Osama bin Laden. Kasus tersebut dijadikan sebagai sebuah kebijakan cerdas Presiden Obama terkait kebijakan pengurangan substansial pasukan Amerika tersebut.
Obama mengakui dan mengatakan bahwa bahwa kampanye intens serangan drone dan operasi rahasia lainnya di Pakistan telah melumpuhkan jaringan Al-Qaeda di kawasan itu. Para pimpinan Al-Qaeda tersebut telah berhasil ditembaki dan dibunuh diantara perbatasan Pakistan dan Afghanistan dengan operasi rahasia. Dari 30 pemimpin Al-Qaeda tingkat atas yang di identifikasikan oleh intelijen Amerika, 20 orang telah tewas dalam waktu satu tahun, setengahnya karena serangan drone. Presiden Obama menegaskan, "Ketika terancam, kita harus merespon dengan kekuatan," katanya. “But when that force can be targeted, we need not deploy large armies overseas,” jelasnya.
Kini, diantara pembantu presiden AS, yang paling pusing dan sibuk adalah Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan. Dua menteri utama itu, Menlu John Kerry dan Menhan Chuck Hagel harus berjuang keras, memadukan keterbatasan anggaran dengan peran AS di dunia internasional seperti yang diinginkan Presiden Barack Obama. Pada hari Selasa (25/2/2014), Menhan Chuck Hagel mengatakan, bahwa Presiden Obama telah memerintahkan Pentagon untuk mulai secara resmi mempersiapkan penarikan lengkap pasukan AS dari Afghanistan pada akhir tahun ini.
Pernyataan muncul setelah Obama memutuskan bahwa tidak mungkin Presiden Afghanistan Hamid Karzai akan menandatangani perjanjian keamanan bilateral (Bilateral Security Agreement) yang lama tertunda , yang akan memberikan perlindungan dan otoritas kritis setelah 2014. AS tidak harus menempatkan pasukannya di Afghanistan setelah tahun 2014. Hingga kini AS merasakan kesulitan dalam menghadapi sikap Karzai, dan Washington belum memutuskan berapa jumlah pasukannya yang tetap akan ditinggalkan di Afghanistan.
Washington Post menuliskan, dalam sebuah pertemuan antara Kerry dan Hagel di Munich Sabtu lalu, Menhan Hagel menegaskan bahwa bahwa ia telah mengambil kebijakan yang low profile, lebih rendah di arena kebijakan luar negeri dibandingkan para pendahulunya . Setelah 12 tahun terlibat dalam perang di Irak dan Afghanistan di mana Pentagon mengambil peran utama dalam kebijakan luar negeri, ia mengatakan bahwa pemerintahan Obama telah memutuskan, sudah waktunya untuk mengambil posisi, yang lebih menekankan kepada diplomasi tradisional.
Tujuan-tujuan dasar kebijakan luar negeri AS selama ini adalah; AS menekan persaingan keamanan di Eropa dan Asia, mencegah munculnya negara-negara besar yang bermusuhan, mendorong ekonomi dunia yang lebih terbuka, melarang penyebaran senjata pemusnah massal (SPM), dan menyebar luaskan demokrasi dan menghormati hak azasi manusia (Stephen M. Walt).
Dikatakan selanjutnya oleh Hagel, "Selama tahun lalu , John dan saya berdua bekerja untuk mengembalikan keseimbangan hubungan antara pertahanan Amerika dan diplomasi, kemitraan transatlantik yang berhasil karena penerapan kebijakan antara diplomasi dan pertahanan." AS menginginkan sekutunya di Eropa mengambil peran yang lebih besar dalam mengatasi beberapa konflik di beberapa hot spot, seperti di Iran, Suriah dan Afghanistan. Hegel menekankan perlunya ‘transatlantic renaissance’ (masa peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru Eropa dikawasan transatlantik), dimana Washington akan banyak bergantung kepada sekutunya di Eropa dalam menghadapi krisis politik dan keamanan.
AS masa kini akan lebih low profile dalam dan menghindari melibatkan kekuatan pasukan di bagian dunia, kemelut di Suriah dan Ukraina misalnya, sikap AS jauh lebih lembut dibandingkan keputusan peran polisi dunianya pada masa lalu. Para elit di Washington justru bertanya-tanya, apakah pemerintahan Obama telah mundur dari yang disebut kepemimpinan tradisional AS yang menyangkut masalah keamanan.
Rencana Pengurangan Kekuatan
Dalam menata kebijakan yang lebih luwes antara diplomasi dan pertahanan, pemerintah AS kini merencanakan akan memangkas kekuatan baik personil maupun alutsistanya. Perampingan kekuatan terutama berupa pengurangan jumlah anggota militernya, lebih dari seperdelapannya. Menhan Chuck Hagel pada hari Senin (24/2/2014) menyatakan, dengan kemajuan teknologinya, AS akan menjadi lebih cepat tanggap dan tidak mudah diprediksi. Pengurangan pasukan regular akan diimbangi dengan penambahan pasukan elit dari 66.000 menjadi 69.000 personil, dan juga memanfaatkan teknologi canggih.
Pada tahun 2017, AS akan mengurangi jumlah pasukan regulernya sebanyak 13 persen, disamping akan mengandangkan pesawat-pesawat tua dan melakukan reformasi tunjangan bagi militer. Rencana pemerintah tersebut nampaknya akan mendapat hambatan dari anggota kongres yang khawatir akan membahayakan kesiagaan militer AS. Menganggap kebijakan Hagel hanya upaya melakukan penghematan belaka,
Menhan Hagel justru meyakinkan bahwa militer AS telah beradaptasi terhadap ancaman masa depan. Dia meyakinkan bahwa strategi besar Pentagon memastikan bahwa angkatan bersenjata AS akan menang apabila terlibat dalam dua perang dalam waktu yang bersamaan.
Sebenarnya apa latar belakang semua kebijakan AS tersebut. Sejak tahun 2007, pemerintah AS telah mengembangkan upaya pengumpulan informasi intelijen dengan menggelontorkan anggaran dalam jumlah yang sangat besar. Snowden membocorkan pada tahun fiskal 2013 saja black budget lima badan intelijen AS (termasuk NSA dan CIA) mendapat kucuran sebesar US$52,6 milyar. Intelijen AS dengan empat mitranya, 5-eyes (Inggris, Australia, Canada dan NZ) kemudian melakukan operasi penyadapan ke negara-negara yang dinilai sebagai target penting. Dengan demikian maka pemerintah AS dengan kemajuan teknologinya mampu mengidentifikasi lawan atau calon lawannya. Situasi dan kondisi di negara manapun mereka fahami dengan baik, tidak ada satupun yang lolos, terbukti Jerman,negara sekutunya termasuk pemimpinnya juga disadap.
Dengan demikian maka kebijakan yang diputuskan Presiden Obama dan dilaksanakan oleh Kerry dan Hagel jelas valid dan realistis. Karena itu AS masa kini berbeda dengan AS masa lalu, mereka tahu apa yang ada di benak pada Mullah di Iran, faham dengan yang ada di otak Karzai dan juga faham dengan yang terjadi di Suriah dan yang kini terjadi di Ukraina. AS tidak gegabah langsung terlibat, menggempur dan melakukan langkah preemtif seperti masa lalu. Semua diukur dan diputuskan mana yang penting dan mana yang bukan domain mereka. Kasus berat Iran dan Suriah akan diselesaikan dengan pendekatan diplomatis bukan pertahanan lagi, dan justru Rusia kini mereka jadikan kartu yang efektif untuk menyelesaikan kemelut itu.
Kesimpulannya, pada masa mendatang, perang akan diawali, dilakukan jauh dari garis belakang, cukup dengan memonitor layar komputer. Yang terpenting, apa yang ada di benak para pemimpin dan elit sebuah negara. Intelijen merupakan pemain utama dalam memenangkan perang, sementara pasukan dan peralatan militer adalah pelengkap untuk mengeksekusi apabila sudah diperlukan. Prinsip efektif dan efisien kini diterapkan dengan teknologi canggih. AS meyakini bahwa gabungan antara kemajuan teknologi, pasukan elit, alutsista modern yang akan memenangkan perang. Itulah Amerika Serikat masa kini.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan
Pontianak
☆ Polandia, salah satu negara bekas Pakta Warsawa yang bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), menawarkan modernisasi piranti dan sistem kesenjataan militer Indonesia.
"Hubungan baik kedua negara telah lama tercipta, termasuk pada bidang pertahanan. Banyak negara tengah berbenah memodernisasi militernya, termasuk Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara. Kami hadir menawarkan produk-produk unggulan," kata Kepala Divisi Promosi dan Investasi Kedutaan Besar Polandia di Jakarta, Romuald Morawski, di Pontianak, Jumat.
Polandia pula yang pertama kali memasang sistem radar militer di Tanah Air pada 1958 sebelum digantikan sistem dari pabrikan Plesey dari Inggris dan Thompson dari Prancis.
Romuald Morawski mewakili pemerintahnya hadir dalam Pontianak Airshow 2014, di Pangkalan Udara TNI AU Supadio, Pontianak. Pameran udara di pangkalan udara itu merupakan yang pertama kali digelar sejak pangkalan udara TNI AU itu didirikan pada dasawarsa 1960-an.
Kalimantan dengan lima provinsinya kini menjadi salah satu arena investasi menarik bagi beberapa negara Eropa Barat dan Eropa Utara, diantaranya Rusia dan Swedia.
Menurut Morawski, beberapa produk militer Polandia masih dipakai TNI, diantaranya sistem peluncur roket peluru kendali jarak dekat pertahanan udara Gromm.
Pada sisi penerbangan sipil-militer, produk pesawat ringan Polandia, PZL Wilga, sangat akrab dikenal di Indonesia, yang dinamakan Gelatik.
Gelatik itulah yang semula diproyeksikan menjadi tumpuan kemandirian bangsa tentang pesawat terbang ringan jarak dekat multifungsi yang minim perawatan. Sejak Orde Baru berkuasa wacana tentang Gelatik dihentikan, sejalan perubahan nama dan status pabrikan pesawat terbang nasional, Nurtanio kemudian menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), di Bandung, Jawa Barat.
Mirip dengan Rusia, Polandia memiliki badan khusus tentang industri dan jaringan pemasaran produk militer dan pertahanan, salah satunya adalah PHZ Bumar yang berkolaborasi dengan Badan Pengembangan Industri Polandia (ARP/Agencja Rozwoju Przemysku).
Di dalam kedua badan itu dikembangkan beberapa jenis industri produk militer-pertahanan, diantaranya bidang roket dan amunisi (di antaranya ZM Mesko SA, ZM Dezamet SA, TM Pressta SA, Przemyslowe Centrum Optyki SA, CNPEP Radwar SA, ZM Tarnow SA, dan ZM PZL-Wola SA).
Juga pada bidang pesawat terbang dan perang elektronika, yaitu yang ditangani Polskie Zaklady Lotnicze Mielec, WSK PZL-Swidnik SA, ZR Radmor SA, dan PZL Hydral SA.
Polandia juga memiliki tiga galangan kapal besar, 13 fasilitas perbaikan militer, dan delapan institusi penelitian-pengembangan yang bereputasi internasional.
Sesuai postur organisasi dan kekuatan TNI pada 2015 yang ditetapkan pemerintah, pada 2015 nanti TNI akan mendatangkan ratusan wahana pertahanan bagi ketiga matranya. Bagi TNI AU, dan dapat dikatakan 2014 adalah "tahun modernisasi" gelombang ketiga setelah hal serupa terjadi pada dasawarsa 1960-an dan 1980-an.
Dasawarsa 1980-an menjadi lompatan besar bagi TNI AU ditandai kehadiran satu skuadron F-16 Figthing Falcon sebanyak 12 unit F-16A/B blok 15 OCU. Kehadiran elang penempur buatan General Dinamics ini menjadikan TNI AU matra udara militer paling kuat di Asia Tenggara saat itu.(*)
State-owned shipbuilder PT PAL will complete an indigenously-built Chang Bogo-class diesel-electric submarine (SSK) by 2018, Indonesia's Defence Industrial Policy Committee (KKIP) said on 19 February.
The KKIP, established in October 2010 to formalise national policies on defence procurement and indigenous manufacturing, was responding to discussion of the Indonesian government's decision to invest a further USD250 million in the local shipbuilder. PT PAL was allocated the funding to enable it to modernise its facilities in order to construct and support submarines.
Indonesia's first and second Chang Bogo-class SSKs, scheduled to be delivered by 2017, are currently being constructed by Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) with gradually increased input from PT PAL engineers and technicians. The third SSK will be license-built in a PT PAL shipyard in Indonesia.
To date, the KKIP has sent 206 personnel to South Korea to work with DSME.
Admiral Purnawirawan Sumardjono, head of the KKIP, said that the bigger picture behind these arrangements is for Indonesia to develop the capacity to operate 12 submarines.
"We have 5 million km 2 of water to patrol. At this point in time, we only have two [boats]", said Adm Sumardjono. The Indonesian Navy (TNI-AL) currently operates two German-built Cakra Type 209/1300 submarines, built in the 1970s.
The admiral added that Indonesia ultimately plans to move away from imports as a means of fulfilling its defence requirements, including in the underwater domain.
"If we are embargoed, we are finished", he said. "A country that takes charge of its own needs via an indigenous defence industry can have its say in world politics".
COMMENT
Given Indonesia's current level of local experience in building submarines, the build timeline set out by the KKIP seems optimistic.
No concerted work appears to be underway as yet on the infrastructure upgrade, and reports suggest only a small proportion of the industrial workforce has been sent for training in South Korea.
Moreover, building a boat of this size can take 4-5 years when supported by an established knowledge base and production line. Taking these steps into account, it may be more likely that a boat assembled locally (following material build elsewhere) could be ready by 2020, with a locally built boat ready in 2022.
Alex Pape , Principal Analyst, Naval Ship/Sonar Programmes, Jane's Defence Procurement/DS Forecast.
Skuadron Helikopter Dianggap Mengganggu Pengembangan Bandara Kalimarau
Balikpapan
☆ Pemkab Berau bersama Dirjen Perhubungan Udara terus melakukan pengembangan Bandara Kalimarau.
Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Bandara Kalimarau, Yuyus Yurdana.
Rencananya, Bandara Kalimarau bakal memiliki taxiway paralel sehingga apron bravo bakal terhubung dengan runway 19. Namun rencana itu, kata Yuyus terhalang oleh posisi skuadron heli serbu milik TNI Angkatan Darat yang ada di eksterminal lama.
Karena itu, kata Yuyus, pihaknya akan kembali melakukan koordinasi dengan Pemkab Berau dan TNI Angkatan Darat. “Ini perlu dikoordinasikan lebih lanjut terkait status operasional Bandar udara umum ke enclave militer,” ungkapnya.
Jika mengacu pada rencana pengembangan bandara tersebut, kata Yuyus, bangunan eksterminal lama dan VIP menjadi obstacle (menghalangi pandangan) terutama bagi pilot pesawat berbadan lebar seperti Boeing 737-900 ER.
Menanggapi hal itu, Dandim 0902 Tanjung Redeb, Letkol Hendrik Sembiring mengatakan, pihaknya tetap berpegang pada kesepakatan sebelumnya. “Kita tetap berpegangan pada kesepakatan sebelumnya, bahwa bandara lama (eksterminal lama) dijadikan skuadron helikopter,” tegasnya saat ditemui Tribun di ruang kerjanya, (28/2/2014).
Menurut Hendrik, penetapan skuadron heli tempur di eksterminal lama tersebut sudah melalui pertimbangan matang. “Dari wilayah manapun dekat, bahkan helikopter itu bisa menjelajah sampai dari Berau ke Sulawesi,” ungkapnya. Dirinya juga merasa heran, setelah sekian lama dikoordinasikan bersama Otoritas Bandara Kalimarau, baru sekarang persoalan itu muncul.
“Kenapa baru dipermasalahkan sekarang? Waktu itu Panglima Kodam sudah mengajukan izin pinjam pakai dan sudah disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara. Kemudian di tahun 2013, kita sudah melakukan peninjauan lokasi skuadron helikopter tapi tidak pernah dibilang obstacle,” ujarnya.
Keberadaan Skuadron Helikopter Bukan Untuk Untuk Kepentingan Pribadi
Menanggapi polemik antara Otoritas Bandara Kalimarau dan TNI Angkatan Darat yang membangun skuadron helikopter tempur di eksterminal lama Bandara Kalimarau, Dandim 0902 Tanjung Redeb, Kabupaten Berau mengatakan, keberadaan skuadron helikopter tempur merupakan strategi penting untuk pertahanan negara.
Meski demikian Letkol Hendrik Sembiring mengatakan, pihaknya mempersilakan Otoritas Bandara Kalimarau untuk meninjau ulang keberadaan skuadron helikopter tersebut. “Skuadron helikopter itu bukan untuk kepentingan pribadi. Tapi untuk kepentingan negara karena menyangkut keamanan dan pertahanan negara,” tegasnya.
“Kalau itu (rencana pengembangan Bandara Kalimarau) dimenangkan, kemudian strategi pertahanan kita harus mengalah, silahkan saja,” imbuhnya. Dijelaskannya, penempatan skuadron helikopter tempur di Bandara Kalimarau dianggap yang paling tepat.
Secara geografis, Pulau Kalimantan berada di tengah pulau-pulau di Indonesia, sehingga helikopter mampu menjangkau pulau lain di Indonesia. Hal yang sama juga dilakukan oleh helikopter komersial yang menjadikan kota Balikpapan sebagai home base.
Lebih spesifik, TNI Angkatan Darat menilai, Kabupaten Berau merupakan posisi sentral untuk menjangkau wilayah-wilayah di Kalimantan Timur. Kondisi ini dianggap mendukung operasional TNI ke tiga wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia, diantaranya Nunukan, Malinau dan Kutai Barat.
Pekanbaru
☆ TNI AU menargetkan skuadron udara baru berintikan 24 unit F-16 Fighting Falcon blok 25, Skuadron Udara 16, yang berpangkalan di Pangkalan Udara TNI AU Roesmin Nurjadi, Pekanbaru, Riau, beroperasi Juni tahun ini.
Jika ini terwujud, maka Dragon Family (sebutan bagi penempur F-16 Fighting Falcon di kalangan TNI AU) akan bisa mengawasi ruang udara kawasan penting perekonomian Indonesia dan dunia, di Selat Malaka, secara lebih efektif.
Sebagai gambaran, pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara Singapura hanya memerlukan waktu kurang dari satu menit untuk bisa berpapasan dengan garis batas wilayah kedaulatan Indonesia di Selat Philips dan Selat Singapura.
Dari Batam, mata telanjang manusia bisa menyaksikan mereka lepas landas dan mendarat, sebagaimana terjadi pada penerbangan sipil di Bandar Udara Internasional Changi, Singapura.
"Sekarang pembangunan fasilitas fisik sudah siap 90 persen, dan diharapkan Juni tahun ini dioperasikan," kata Komandan Pangkalan Udara TNI AU Roesmin Nurjadin, Kolonel Penerbang Andyawan, di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan, Panglima Komando Operasi I TNI AU, Marsekal Muda TNI M Syaugi (termasuk generasi pertama penerbang F-16 dengan callsign Wild Geese), pada 25 Februari lalu telah meninjau persiapan skadron udara baru itu di Pekanbaru.
Rencananya, TNI AU bakal menempatkan 24 F-16 Fighting Falcon blok 25 eks Perang Irak, yang direncanakan akan di-upgrade ke blok 52+ hibah dari Amerika Serikat di sana, dengan biaya total sekitar 400 juta dolar Amerika Serikat memakai skema pembayaran foreign military sales.
Selama ini TNI AU "cuma" pernah membeli 12 unit F-16A/B blok 15 OCU dari Amerika Serikat, yang jumlahnya kini menyusut tinggal 10 unit saja, yang tergabung dalam Skuadron Udara 3. Saat itu, Indonesia menjadi negara operator pertama F-16 Fighting Falcon di Asia Tenggara.
Di antara kesiapan fisik di Pekanbaru itu, meliputi hanggar, hanggar perawatan, arena parkir pesawat terbang dan naungannya, gudang amunisi, asrama dan rumah tinggal pilot dan awak darat, perkantoran, dan lain-lain.
Jika berjalan lancar, maka akan ada dua skuadron udara di sana, yaitu Skuadron Udara 12 berintikan Hawk 109 dan Hawk 209 buatan British Aerospace generasi '80-an, dan (nanti) Skuadron Udara 16 --yang kebetulan nomornya pas dengan nomor tipe pesawat tempurnya-- berintikan 24 unit F-16 Fighting Falcon hibah Amerika Serikat.
"Selama ini pasukan pemukul udara F-16 ada di Madiun, Jawa Timur. Nantinya, skuadron baru F-16 ini akan bermarkas di Pekanbaru ini sebagai pasukan pemukul udara Indonesia di bagian barat," katanya.
"Kekuatan kita akan makin mantap di udara untuk melindungi NKRI," katanya. Dengan begitu, kewenangan dan kemampuan TNI AU memaksa mendarat pelanggar kedaulatan wilayah udara nasional semakin mantap pula.
Beijing
☆ Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko menyatakan, Indonesia bisa kembali menjadi macan Asia tidak saja di bidang pertahanan militer tetapi juga ekonomi.
"Sangat bisa doong (menjadi macan Asia, red)," katanya dalam perbincangan dengan ANTARA di sela-sela kunjungan lima hari kerjanya di Beijing.
Moeldoko menuturkan Indonesia telah mengalami kemajuan di beragam bidang.
"Meski banyak yang kurang sreg, kalau indikatornya adalah ekonomi, tapi harus diakui ekonomi kita pertumbuhannya positif," katanya.
Selain itu, makin meningkatnya kelompok masyarakat menengah ke atas, yang otomatis sangat adaptif dengan globalisasi.
"Artinya, masyarakat kita semakin memahami pekembangan dan persaingan global yang dihadapi, dan tahu bagaimana menyikapinya," kata Moeldoko.
Selain itu, lanjut dia, daya beli masyarakat juga masih dapat dipertahankan pada tingkatan yang positif.
"Dari sisi situasi politik, pertahanan dan keamanan, Indonesia juga relatif kondusif. Jika ada gejolak pun, itu hanya di tingkat elit. Dengan kondisi yang positif itu Indonesia sangat kondusif bagi investor dari luar. Artinya, ekonomi Indonesia terus mengalami pertumbuhan," tutur Panglima TNI.
Moeldoko yang memiliki motto soldier by choice, a general by career and patriot by nature itu yakin, di bidang pertahanan dan militer Indonesia juga akan semakin besar, modern dan profesional, tanpa kehilangan jati dirinya.
"Saat ini kekuatan pokok minimum kita sekitar 32 persen dan akan meningkat menjadi 42 persen. Ini menunjukkan Indonesia serius dan konsisten meningkatkan kemampuan pertahanan militernya, sesuai perkembangan dan dinamika ancaman yang dihadapi," katanya.
Pada 2014 persenjataan TNI semakin bertambah, seperti 102 alat utama sistem senjata (alutsista) baru pada rencana strategis pembangunan TNI Angkatan Udara 2010-2014, berupa pesawat tempur F-16, T-50i, Sukhoi, Super Tucano, CN-295, pesawat angkut Hercules, Helikopter Cougar, Grob, KT-1, Boeing 737-500 dan radar.
TNI Angkatan Darat, selain membeli 114 unit tank Leopard, pemerintah juga mengadakan 28 unit helikopter dan delapan unit Apache tipe AH-64E. Tepatnya sebanyak 30 unit Leopard dan 21 Marder akan tiba sebelum bulan september 2014.
Tak hanya itu meriam Caesar, dimana dari 37 unit, 4 unit diantaranya akan tiba sebelum Oktober 2014. Sementara untuk roket MLRS Astros II akan tiba 13 unit sebelum Oktober 2014. TNI AD juga akan dilengakpi rudal pertahanan udara jenis Starstreak serta Mistral dijadwalkan juga tiba sebelum Oktober 2014, khususnya Mistral akan datang sebanyak 9 unit pada Juni 2014.
Untuk matra laut, terdapat peningkatan Kapal perang korvet kelas Fatahillah, Kapal latih pengganti KRI Dewaruci, pengadaan 2 unit Kapal Hidro Oceanografi, dan lain lain. Untuk tank amfibi BMP-3F sebanyak 37 unit, beberapa diantaranya sedang dalam proses uji terima.
Sementara panser amfibi BTR-4 sebanyak lima unit, dimana dua unit diantaranya akan tiba di tanah air pada September 2014.
"Menjadi kekuatan yang diperhitungkan, sebagai macan di Asia, tidak bisa sekadar bersandar pada pertumbuhan ekonomi saja, atau kekuatan militer saja. Tetapi Indonesia harus benar-benar kuat dan solid di berbagai bidang, ya ekonomi, politik, hukum, pertahanan, militer dan seterusnya," ujar Moeldoko menekankan.
Diplomasi yang dilakukan semua pihak juga harus kuat, lanjut dia.
"TNI sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia juga menjalankan misi diplomasi, antara lain memberikan gambaran, jaminan bahwa Indonesia kuat, aman, dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, bagi para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia dan seterusnya," tutur Moeldoko.