Sabtu, 10 Januari 2015

Ancaman Navigasi Hambat Laju Pembangunan Maritim

Kapal Hidrografi dari Prancis dengan tipe OSV190 SC WB

Mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia hanya dengan menghilangkan ancaman yang terjadi di laut saat ini, salah satu diantaranya ialah ancaman navigasi. Mantan Kasal tahun 2002-2005 Laksamana (Purn) Bernard Kent Shondakh menegaskan hal itu saat ditemui JMOL beberapa waktu lalu.

“Poros maritim itu sangat baik dan kita sangat mengapresiasi itu, karena kesejahteraan bangsa kita ada di laut. Sebenarnya hal itu sudah dimulai dengan membuat Departemen Kelautan pada masa Gus Dur dan saat ini ada Menko Kemaritiman, namun yang terpenting dalam mewujudkan itu ialah dengan menghilangkan ancaman yang saat ini masih banyak terjadi di laut kita,” ungkap Bernard.

Ketua Lembaga kajian Institute Maritime Study (IMS) itu mengurai berbagai ancaman yang saat ini terjadi di laut kita dan bahkan sudah terjadi sejak dulu.

“Ada 3 ancaman yang kerap terjadi di laut kita, yaitu perompakan, ancaman navigasi, dan ada namanya ancaman climate change atau global warming, maka dari itu sekarang kerap terjadi angin puting beliung, padahal dulu tidak pernah,” ujarnya.

Berita yang membuatnya miris, yaitu adanya nelayan yang enggan pergi melaut karena akibat tingginya gelombang laut yang lebih dari 3 meter.

“Sekarang kapal dilarang keluar karena gelombang lebih dari 3 meter. Hal itu sudah terjadi sekarang yang disebut factual threat atau ancaman nyata,” katanya.

 Peran Lembaga Hidrografi  
Laksamana (Purn) Bernard Kent Shondakh (Foto: JM)

Tingginya ancaman navigasi itu menuntut peranan Lembaga Hidrografi untuk dapat meningkatkan kemampuannya. Pria kelahiran Tobelo 67 tahun silam itu menyebutkan pentingnya sarana pendukung yang memadai dari Lembaga Hidrografi.

“Itu sudah menjadi tugas hidrografi, negara sebesar ini hanya punya kapal 2 hidrografi, itupun baru pesan dari Prancis, dulu kita sempat punya 8 tetapi itu punya BPPT,” tandasnya.

Saat ini Lembaga Hidrografi Nasional bernama Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros) yang berada dibawah naungan TNI AL. Baru-baru ini Dishidros TNI AL sudah memesan kapal Hidrografi dari Prancis dengan jenis OSV190 SC WB.

Sayangnya, mantan Kasal yang saat ini turut aktif menjadi komisaris di beberapa perusahaan itu tidak menjelaskan posisi Lembaga Hidrografi ke depan, apakah tetap berada dibawah TNI AL atau menjadi badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden atau Kementerian terkait layaknya Bakamla atau BPPT.

Sementara itu pengamat militer dari Indomiliter, Haryo Adjie Nogo Seno menyatakan sejauh ini peranan Dishidros belum dapat dikatakan optimal.

“Saat ini memang belum clear peranan dari Dishidros, selain untuk navigasi pada jalur alur pelayaran kapal selam juga untuk navigasi sipil,” tutur Adjie.

Lebih lanjut, Adjie menambahkan, belum optimalnya peranan itu terlihat pada saat evakuasi Airasia QZ8501. “Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kapal Dishidros hanya dua dan baru pesan dari Prancis, jadi itu salah satu penyebab belum optimalnya peranan lembaga ini,” sambungnya.

Seperti halnya satuan kapal eskorta, satuan kapal amfibi, dan satuan kapal cepat, maka Dishidros pun punya armada kapal tersendiri, yakni Satuan Surveihidros (Satsurveihidros).

Saat ini Satsurveihidros memiliki 5 (lima) KRI, khusus KRI yang berada di jajaran Satsurveihidros merupakan jenis kapal Bantu Hidro-Oseanografi atau yang dikenal dengan istilah BHO. Dari kelima KRI tersebut, 1 (satu) KRI Dewa Kembar-932, 1 (satu) KRI Leuser-924 dan 3 kelas Kondor yaitu KRI Pulau Rote-721, KRI Pulau Romang-723 dan KRI Pulau Rempang-729 yang berada di jajaran Satsurveihidros.

Sejatinya kapal-kapal itu bukanlah jenis kapal survei namun menyikapi keterbatasan yang ada, TNI Angkatan Laut memodifikasi kapal-kapal tersebut untuk dapat dijadikan kapal survei.

Awalnya kapal-kapal tersebut merupakan kapal tipe rumah sakit, kapal tunda samudera dan kapal penyapu ranjau sehingga memiliki nama dan nomor lambung yang berbeda namun memiliki fungsi azasi yang sama sebagai kapal survei. Sehingga, KRI yang berada di jajaran Satsurveihidros merupakan jenis kapal Bantu Hidro-Oseanografi atau yang dikenal dengan istilah BHO.

  ⚓️ JMOL  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.