Rabu, 04 Maret 2015

Mengenal Pesawat Nakajima Ki-43-II Hayabusha

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAJrhBlPwsHHNXtG8SobZioZ6ptWE-xJgeQrLTHNBPAfDtp5yxAurXqc-1A0eZdz1kc_H7vyZSjcTjVJF8NN5KLPtoX8Gp9b8vCwhTxfYsZUzx4CXzgv284SgwtITn8e8P3g5XJ9U9lkA/s1600/pes.pngPesawat Nakajima Ki-43-II Hayabusha, saat tinggal landas di landasan pacu Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta

Pesawat keempat dalam serangan udara pertama tanggal 29 juli 1947 adalah Pesawat Nakajima Ki-43-II Hayabusha. Nakajima adalah nama pabrik yang membuat pesawat ini (Nakajima Hikoki KK), Hayabusha dalam bahasa Jepang mengandung arti “Elang”. Sementara orang Amerika Serikat menyebut pesawat tersebut dengan sebutan “Oscar”. Kalau di Indonesia Pesawat tersebut sering disebut dengan Hayabusha.

Pesawat tersebut terbang pertama kali pada awal Januari 1939, hasilnya sangat mengecewakan, hal tersebut karena test flight oleh Pilot Jepang merasa bahwa pesawat Ki-43 kurang lincah dalam manuver dan tidak lebih cepat dibanding pesawat sejenis sebelumnya (Ki-27). Kemudian oleh perusahaan dalam mengatasi masalah tersebut, Nakajima melewati serangkaian modifikasi prototipe 1939 dan 1940. Perubahan-perubahan meliputi penurunan berat utama, sehingga pesawat menjadi lebih ramping dengan permukaan ekor bergerak lebih jauh memanjang dan menggunakan kanopi baru.

Secara spesifik data Pesawat Nakajima Ki-43-II Hayabusha sebagai berikut:

Buatan Tahun : 1940
Jenis : Pesawat Pembom
Pabrik : Nakajima Hikoki KK
Motor : 1.150 hp Army tipe 1 (14 cl)
Panjang sayap : 35,7 ft (10,84 m)
Panjang pesawat : 29,3 ft (8,92 m)
Tinggi pesawat : 10,9 ft (3,27 m)
Berat Kosong : 4.211 lb (1.910 kg)
Berat maksimum : 6.449 lb (2.925 kg)
Kecepatan Maksimum : 329 ml/h (530 km/jam)
Kecepatan Jelajah : 273 ml/h (440 km/jam)
Jarak Jelajah : 1.094 ml (1.760 km)
Tinggi terbang : 36.750 ft (11.200 m)
Persenjataan : 2 Senjata mesin 12,7 mm, bom 551 lb (250 kg)
Akomodasi : 1 crew
Kekuatan : 1.140 daya kuda.

Menurut M. Yacub teknisi yang pernah memperbaiki pesawat tersebut, body pesawat berwarna hijau lumut, bagian perut (bawah) berwarna putih abu-abu seperti awan, dimana pertemuan dua warna tersebut samar-samar atau tidak tegas. Propeller berwarna alumunium dengan ujung berwarna hitam. Lambang merah putih terdapat di sayap bagian atas. Untuk identifikasi penerbangan pesawat tersebut diberi kode S-42.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuDXIyZyixoAhBldn7lFyOnDrWatmGVb63yBo8kDA6M_xoqdPra-NhWGTdTaNUCMeUtdJQlCe9XmnYqhkZENf8WuMQMbCGXud3PziRlwoiE4clDBXMsquYQJfXNSo5eZcfX-HSehWNPE4/s1600/bb.pngSebuah Pesawat Ki-43 Hayabusa sedang diperbaiki oleh para teknisi-teknisi Republik Indonesia

Pesawat Nakajima Ki-43-II Hayabusha dipersenjatai dua senapan mesin 7,7 mm yang dipasang dibagian atas kap mesin agar memudahkan pembidikan. Pelurunya bisa mencecar sampai 1300 butir permenit itu melesat lewat celah-celah putaran baling-baling.

Semula Pesawat Hayabusa akan diterbang oleh Kadet Bambang Saptoadji untuk mengawal Kadet Penerbang Mulyono, untuk mengawal Pesawat Guntei ke Semarang yang dipiloti oleh Kadet Penerbang Mulyono, yang diikuti dua pesawat Cureng yang di piloti oleh Kadet Penerbang Sutardjo Sigit dan Suharnoko Harbani, namun sampai tengah malam memasuki hari “H” tanggal 29 Juli 1947, Pesawat Hayabusa belum juga dapat disiapkan. Pesawat tersebut ada masalah pada mesin dan persenjataannya, meskipun para teknisi pesawat semalam suntuk telah bekerja keras untuk menyelesaikan agar pesawat bisa dinyatakan dalam kondisi siap operasional.

Melihat kenyataan tersebut bahwa kesiapan Pesawat Hayabusa belum dapat diselesaikan, maka pimpinan operasional pelaksanaan operasi Komodor Muda Udara (KMU) Halim Perdanakusuma memutuskan bahwa serangan udara atas kota Semarang hanya dilakukan oleh Pesawat Guntei saja tanpa di kawal oleh Pesawat Pemburu Hayabusa. Keputusan tersebut merupakan suatu pilihan yang berat, namun harus segera diambil, karena rencana operasi yang telah diperhitungkan dengan matang harus tetap dilaksanakan walaupun ada tantangan dan hambatan yang dihadapi.

Mendengar keputusan tersebut Kadet Penerbang Bambang Saptoadji sangat kecewa karena tidak bisa ikut berpartisipasi dalam operasi udara yang akan dilaksanakan, ia mendekati ketiga rekannya agar bisa menggantikan untuk melaksanakan operasi tersebut. Akan tetapi dari ketiga rekannya tidak ada satu pun yang bersedia digantikan. Inilah sikap ksatria dan bentuk pengabdian kepada Negara dan Bangsa yang diwariskan oleh para kadet penerbang, dimana peristiwa itu mampu mengangkat keberadaan Angkatan Udara kita yang kemudian menjadi kekuatan yang diperhitungkan oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. ** Pd

  TNI AU  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.