Jumat, 27 Maret 2015

Nama Lain Bakamla

Setiap negara memiliki sebutan bagi badan atau lembaga yang memiliki tugas sebagai penjaga laut dan pantainya. Sebut saja Amerika, yang menamai badan tersebut dengan United State Coast Guard (USCG), Jepang dengan Japan Coast Guard (JPG), Malaysia dengan nama Malaysia Maritime Enforcement Agency (MMEA).

Indonesia memiliki Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) atau dalam istilah asing menjadi Indonesian Sea and Coast Guard (ISCG). Terbitnya UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang menyatakan tentang pembentukan Badan Kemanan Laut (Bakamla), maka sebutannya adalah Indonesia Coast Guard.

“Untuk pergaulan internasionalnya, sebutan untuk Bakamla adalah Indonesia Coast Guard,” kata Laksmana Pertama Eko Susilo Hadi, Plt. Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla, kepada Jurnal Maritim, Kamis (26/3).

Ia menjelaskan, bahwa pengukuhan nama Bakamla untuk pergaulan internasional Bakamla, sudah melalui pebicaraan dengan Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, sebagai lembaga yang membawahi Bakamla.

“Keputusan penamaan Indonesia Coast Guard sudah menjadikan keputusan serta kebijakan dengan pemerintah, yakni Kemenkopolhukam, saat rapat koordinasi beberapa waktu lalu,” kata Eko Susilo Hadi.[BENNY]
Tupoksi Bakamla Perlu Didukung Desain Kapal Khusus Dibanding armada Kapal Patroli Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), yang bakal ditambah 50 unit, sejauh ini Badan Keamanan Laut (Bakamla) hanya memiliki 3 unit kapal, yakni KN Bintang Laut, KN Singa Laut, KN Kuda Laut. Sebagai penjaga keamanan dan keselamatan wilayah laut dan yurisdiksi Indonesia, selayaknya Bakamla memiliki banyak kapal dan layak.

Jurnal Maritim memantau, sejauh ini baru 10 unit kapal dihibahkan oleh TNI AL untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Bakamla, sedangkan 3 unit kapal sedang dalam pembangunan. Karena itu, Bakamla harus memiliki kapal dengan desain khusus. “Harus kapal cepat dengan panjang antara 60-80 meter,” kata pakar indsutri kapal Universitas Indonesia, Mukti Wibowo, kepada Jurnal Maritim, di Jakarta, Kamis (12/3).

Ia menjelaskan, desain kapal Bakamla haruslah dirancang dengan kecepatan dinas di atas 25 knots. Selain itu, harus dilengkapi dengan persenjataan rahasia. Senjata rahasia ini bisa berupa senjata khusus berikut rudal khusus Bakamla. “Jadi, kalau ada kapal yang nakal masuk perairan Indonesia, kemudian dikejar Bakamla, tidak mau berhenti ya dihajar saja,” tegas Mukti Wibowo.

Desain kapal rancangan khusus untuk tupoksi Bakamla, menurut dia harus dirancang dengan material lambungnya. “Materialnya berupa high tensile strength steel, atau baja antipeluru berkekuatan tinggi.”[ANDRI]
Dibentuknya Bakamla Menambah Satu Lagi ‘Predator’ Laut Kapal KPLP yang dikunjungi Presiden Sukarno di tahun 1961 (KPLP Tanjung Uban)

Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibentuk oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Bakamla dan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo saat menghadiri peringatan Hari Nusantara 2014 di Kota Baru, 15/12 lalu, menimbulkan kritikan yang besar tehadap pemerintah dan sistem di negara ini. Salah satunya pengamat maritim Laksda (Purn) Soleman B Ponto yang ditemui beberapa waktu lalu.

“Sebenarnya dengan dibentuknya Bakamla berdasarkan amanat Undang-Undang Kelautan akan menambah satu lagi ‘predator’ di laut,” ujar Ponto dengan lantang.

Kekhawatirannya itu didasarkan dari bunyi dalam klausul pasal yang menyebut pembentukan Bakamla di Undang-Undang Kelautan masih membuka ruang adanya tumpang tindih wewenang. Selama ini terdapat 13 instansi dan semuanya merupakan ‘predator’ di laut.

“Pada pasal 59 ayat 1 dan 2 dari Undang-Undang kelautan ada kalimat ‘Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional’, ini menegaskan bahwa penegakan kedaulatan dan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat dilakukan oleh satuan lain sepanjang diberi kewenangan oleh undang-undang, misalnya TNI AL berdasarkan Undang-Undang TNI dan Sea and Coast Guard berdasarkan Undang-Undang Pelayaran,” tegasnya.

Menurut mantan Kepala BAIS tahun 2012 ini keberadaan Bakamala itu sudah tidak ada manfaat lagi, karena tugasnya atau penegakan hukum atas pelanggaran Undang-Undang Kelautan ini dapat dilakukan oleh TNI AL dan KPLP.

“Dalam undang-undang ini (Kelautan-red) masih membuka ruang semua instansi untuk menjalankan fungsinya, sedangakan dalam Undang-Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan dengan jelas mengenai keselamatan dan keamanan pelayaran hanya ada satu lembaga yaitu Coast Guard,” tandasnya.

 Antara KPLP dan Bakamla 

Dari undang-undang tersebut akhirnya tebangun Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) sebagai Coast Guard Indonesia pada tahun 2011. Namun, seiring berjalannya waktu KPLP itu juga tidak berjalan pada semestinya.

“Masalah yang terjadi di kita bukan karena tumpang tindih peraturan tetapi konsistensinya dalam menjalankan peraturan. Kita bisa lihat di Undang-Undang Pelayaran ini bahwa dalam pasal 276 menyebutkan ‘Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dan bertanggung jawab pada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri’, jadi ini yang belum berjalan sampai sekarang,” terangnya.

Sampai dengan saat ini KPLP masih tetap berada dibawah Dirjen Perhubungan Laut dan juga dibawah koordinasi dari Bakorkamla. Di mana seharusnya berdasarkan perintah Undang-Undang Pelayaran, KPLP bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

“Dunia juga sudah mengakui keberadaan KPLP kita sejak tahun 1942 dan kemudian ketika kita merdeka, pemerintah mengambil alih badan ini. Eh, tiba-tiba sekarang pemerintah membentuk lagi Bakamla dibawah Kementerian, tapi itu saya kembalikan lagi kepada seluruh stakeholder untuk memilih antara Bakamla dengan KPLP,” tukasnya.

Lebih jauh, pria asal Sangir ini memamdang karena ruang lingkup yang terbatas dalam Undang-Undang Kelautan ini, maka kewenangan Bakamla tidak dapat melebihi ruang lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukum pembentukannya.

“Mengingat ruang lingkup dari Undang-Undang No. 32 tahun 2014 tentang kelautan hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan laut dan/atau kegiatan di wilayah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, kolom air, dan permukaan laut, termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau, maka secara otomatis kewenanagan Bakamla tidak dapat melebihi ruang lingkup dasar hukumnya,” tuturnya.

  ⚓️ JMOL  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.