Senin, 06 April 2015

Akhir Perlawanan Daeng Koro

Daeng Koro Sedikitnya Terlibat 9 Aksi Terorisme http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/04/ae33477a-2252-4875-b916-4bbef861d119_169.jpg?w=650Polisi memasukkan jenazah seorang anggota kelompok teroris Santoso ke dalam ambulans untuk diidentifikasi di Polres Parigi, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4). (Antara/Fiqman Sunandar)★

Mabes Polri menyatakan pentolan kelompok teroris Santoso yang diduga tewas, Daeng Koro, terlibat dalam banyak aksi terorisme. Saat ini Polri hendak melakukan tes DNA terhadap korban tewas dalam baku tembak antara Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dengan kelompok Santoso di di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4), itu untuk memastikan identitasnya apakah benar dia Daeng Koro.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto, Daeng Koro merupakan pelatih dan ketua pelaksana beberapa kegiatan tadrib ‘askari atau latihan militer yang digelar di Tuturuga, Kabupaten Morowali dan Gunung Tamanjeka, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah; serta Mambi, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Daeng Koro juga disebut sebagai aktor intelektual dalam pembunuhan dua anggota Polres Poso, Briptu Andi dan Brigadir Sudirman, di Kampung Tamanjeka, Desa Masani, Poso, Oktober 2012. Jenazah Andi dan Sudirman saat itu ditemukan dalam satu lubang dengan kedalaman satu meter.

Sang gembong kelompok teroris Santoso itu pun terlibat penghadangan dan penembakan anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah di Desa Ambrana, sekitar Gunung Kalora, Desember 2012. Saat itu tiga anggota Polri tewas, yakni Brupti Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu I Wayan Putu Ariawan.

Selanjutnya, Daeng Koro disebut berperan sebagai perakit dan eksekutor bom di Desa Pantangolemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Februari 2014. Ia lalu terlibat kontak senjata dengan polisi di Pegunungan Ladopi, Dusun Gayatri, Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Februari 2014.

“Dia juga terlibat pengadaan senjata yang saat ini menjadi sentara inventaris MIT (Mujahidin Indonesia Timur),” kata Rikwanto, Sabtu (4/4).

Polri menyebut Daeng Koro menjadi penghubung antara Kelompok MIT dengan Kelompok Makassar, dan menjadi ahli strategi pergerakan Kelompok MIT.

Terakhir, Daeng Koro dituding menjadi aktor intelektual dalam penembakan seorang warga di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Juni 2014. Wilayah itu memang menjadi lokasi aktivitas kriminal kelompok teroris pimpinan Santoso.(agk)
Segudang Jejak Teror Daeng Koro di Mata Polisi http://images.detik.com/content/2015/04/05/10/095043_112740_daengkoroistimewa.jpgDaeng Koro (istimewa)★

Kepolisian telah memastikan bahwa salah seorang teroris yang tewas dalam baku tembak di Pegunungan Sakina Jaya, Sulawesi Tengah adalah Daeng Koro, seorang pemuka dalam kelompok Santoso. Ia sebelumnya, pernah masuk dalam daftar buronan kepolisian untuk segudang perkara terorisme.

Menurut catatan kepolisian, Daeng Koro memang terlibat beberapa peristiwa teroris yang pernah terjadi. Daeng Koro alias Sabar Subagyo alias Jimmy alias Autad Rawa alias Ocep alias Abu Muhammad mengikuti kegiatan terorisme sejak Juni 2012.

Peranannya dalam dunia terorisme pun terbilang sangat sentral besar. Lelaki yang dideteksi sempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara ini, pernah melatih kemampuan militer para kelompok radikal. Terutama saat meletupnya konflik Ambon maupun Poso. Bukan hanya itu, nama Daeng Koro alias Jimmy juga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) lantaran keterlibatannya dalam banyak kegiatan terorisme.

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto, Daeng Koro tercatat sebagai pelatih dan ketua pelaksana beberapa kegiatan tadrib ‘askari atau latihan militer yang digelar di Tuturuga, Kabupaten Morowali dan Gunung Tamanjeka, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah; serta Mambi, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Ia juga terdeteksi berperan dalam Kasus kerusuhan Mambi pada tahun 2005. Saat itu terjadi konflik antara kelompok pro dan kontra pemekaran di tiga desa yaitu Arale, Tambulahan, Arale, dan Mambi di Kecamatan Mamasa untuk menjadi Kabupaten. Kelompok Jimmy alias Daeng Koro diduga adalah kelompok penyerang yang propemekaran.

Selain itu, sekitar tujuh tahun lalu, terpidana 20 tahun penjara kasus teroris peledakan kafe Sampoddo, Luwu, Sulawesi Selatan bernama Jasmin melarikan diri dari Lapas Kelas I Makasar. Diduga, Daeng Koro, warga Tanjung Priok yang juga pernah tergabung dalam kelompok FPI, bersama dengan Muhamad Itang, membantu pelarian Jasmin.(sip)
Daeng Koro Bantu Abu Umar sebelum Gabung Kelompok Santoso http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/04/1e5436b6-182a-45ce-9268-3bdc8e9b0644_169.jpg?w=650Barang bukti senjata api milik kelompok teroris Santoso ketika baku tembak dengan aparat keamanan di Polres Parigi, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4).(ANTARA /Fiqman Sunandar)

Selama ini, Daeng Koro alias Sabar Subagyo alias Jimmy alias Autad Rawa alias Ocep alias Abu Muhammad selalu dikaitkan dengan Kelompok Santoso di Poso. Padahal, sebelum itu, dia juga membantu kelompok lainnya.

Daeng Koro sebagaimana disebutkan dalam buku mantan Kepala BNPT Ansyaad Mbai, "Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia" (2014), disebutkan bahwa Daeng Koro adalah karib dari Abu Umar, tokoh Daru Islam (DI) dari Jakarta. Ini sangat mungkin karena Daeng Koro adalah tokoh DI Sulawesi Selatan dan oleh polisi terdeteksi pernah tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Keduanya sudah sering bekerja sama sejak lama.

Pada kurun 2010 hingga 2011, sebut Ansyaad, keduanya menyelenggarakan pelatihan militer bagi kedua kelompok di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Yang tak kalah penting, Daeng Koro juga sering membantu Abu Umar mendapatkan senjata buat kelompoknya. Senjata itu didapatkan Daeng Koro dengan membeli senjata dari Mindanao, Filipina selatan atau menyelundupkan dari sana ke Indonesia.

Kerja sama itu terhenti setelah Abu Umar dan beberapa anggotanya ditangkap hingga Juli 2011. Abu Umar ditangkap di Surabaya, karena menyelundupkan senjata dari Filipina ke Indonesia, untuk pembekalan kamp paramiliter di Sulawesi pada 2008. Kelompok Abu Umar ini terkenal karena membiayai aksinya dengan melakukan perampokan. Salah satu yang terkenal adalah perampokan di CIMB Niaga di Medan pada Agustus 2010. Abu Umar akhirnya divonis 10 tahun pada 14 Mei 2012 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Daeng Koro, sekali lagi berhasil melarikan diri dan kali ini dia bergabung ke Mindanao. Baru pada 2012 dia balik ke Indonesia.

Selain Afghanistan, Mindanao di Filipina selatan jadi lokasi pelatihan teroris yang kemudian melakukan aksi di Indonesia. Salah satu yang terkenal adalah Dulmatin, salah satu dalam aksi Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang.

Usai itu, Dulmatin disebutkan bergabung dengan Kelompok Abu Sayyaf di Mindanao pada 2003. Pada 2010 Dulmatin diketahui melakukan pelatihan militer di daerah selatan Banda Aceh. Pada 9 Maret 2010, Dulmatin dinyatakan tewas dalam penggerebekan yang dilakukan Densus 88 di Pamulang, Tangerang Selatan.

Daeng Koro disebutkan tewas dalam baku tembak antara Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dengan terduga teroris jaringan itu di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4). Sebelumnya, Densus terlibat kontak senjata sekitar satu jam dengan 12 orang tak dikenal di Pegunungan Sakina Jaya. Baku tembak disertai ledakan bom dari kelompok yang melakukan perlawanan itu. (hel)
Bergabungnya Daeng Koro dengan Kelompok Santoso http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/04/5e083d56-77b8-4e60-8f4f-defad5323c3f_169.jpg?w=650Salah satu anggota kelompok teroris Santoso yang tewas saat baku tembak dengan anggota Brimob dan Densus 88 berada dalam mobil ambulans untuk diidentifikasi di Polres Parigi, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4). (ANTARA/Fiqman Sunandar)

Keberhasilan Daeng Koro alias Sabar Subagyo alias Jimmy alias Autad Rawa alias Ocep alias Abu Muhammad dari sergapan polisi tidak membuat dia lemah nyali. Usai melarikan diri ke Mindanao, Filipina selatan, Daeng Koro kembali ke Indonesia. Kembalinya ke Indonesia ini menjadi awal bergabungnya dia dengan kelompok teroris di Poso yang dikenal dengan Kelompok Santoso.

Pada 2012, Daeng Koro kembali ke Indonesia dari Mindanao. Sebagaimana diceritakan oleh mantan Kepala BNPT Ansyaad Mbai dalam bukunya, " Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia" (2014), begitu datang ke Indonesia, Daeng Koro, bersama teman-teman Makassarnya langung ke Poso untuk bergabung dengan Santoso.

Teman-teman Daeng Koro yang ikut bergabung dengan Santoso adalah orang-orang yang berpengalaman, seperti Abu Harun yang alumni Khasmir, Kholid dan Abu Uswah alumni Moro, Jodi, aktivis Mujahidin Kayamanya dan beberapa lainnya.

Selain itu, turut pula bergabung Kelompok Bima yang dipimpin Zipo. Kelompok Bima ini alumni pelatihan Poso. Bergabungnya mereka membuat kelompok Santoso kuat dan menamakan diri mereka Mujahidin Indonesia Timur. Amir atau ketua dari kelompok ini adalah Santoso dan penasihatnya adalah Daeng Koro.

Pemicu Kemarahan

Kelompok ini mulai melakukan konsolidasi. Tetapi ada satu kejadian yang membuat kelompok ini marah, yaitu penangkapan yang dilakukan Densus 88 pada Sabtu 22 September 2012 di Solo.

Yang ditangkap di sana adalah kelompok yang diorganisir oleh Badri. Badri ditangkap saat berjalan di dekat rumahnya sekitar subuh. Di rumah Badri, polisi menemukan 11 detonator; pipa yang digunakan sebagai casing bom; bahan-bahan kimia seperti urea, belerang, dan campuran lainnya; serta dokumen-dokumen berupa buku-buku jihad.

Saat penangkapan itu juga, Farhan Mujahid, anak tiri Abu Umar yang sudah dianggap keponakan sendiri oleh Daeng Koro mati ditembak polisi. Selain itu, salah satu orang kepercayaan Daeng Koro, yaitu Sutarno, alias Wahid yang merupakan alumni Khasmir ikut ditangkap di Ambon. Kemarahan ini yang memicu aksi balas dendam berikutnya.

Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti saat dihubungi CNN Indonesia, Minggu (5/4) menegaskan bahwa sebenarnya, Daeng Koro lebih senior dan lebih berbahaya dari kelompok Santoso. Daeng Koro inilah yang banyak terlibat dalam kerusuhan Poso pada tahun 2000 lalu, bukannya Santoso. [hel]
Daeng Koro, Mantan TNI AD yang Berpengalaman http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/05/d0c6fdd3-2f0e-474d-bb92-8f7e33249749_169.jpg?w=650Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti (kanan) memerhatikan sejumlah barang bukti yang berhasil diamankan dari terduga teroris yag ditembak mati di Mapolda Sulteng di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (4/4) malam.(ANTARA/Basri Marzuki)

Terduga teroris Daeng Koro diguga kuat tewas dalam baku tembak antara Densus 88 dengan kelompok dia pada Jumat (3/4) kemarin. Daeng Koro ini dinilai Polri salah satu tokoh penting dalam jejaring teror di Indonesia. Lebih penting dari pada Santoso yang kini masih dalam pengejaran.

Soal siapa Daeng Koro, masih belum banyak dikupas. CNN Indonesia melalui sambungan telepon dengan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti Minggu (5/4) berhasil sedikit menguak siapa Daeng Koro itu.

Ada yang menyebut Daeng Koro ini mantan anggota pasukan khusus. Benar begitu?

Saya tidak tahu persis. Yang saya tahu, Daeng Koro ini pecatan dari TNI.

Dari matra mana dan tahun berapa?

Dia pecatan dari salah satu kesatuan di Angkatan Darat (AD) yang ada di Makassar. Tahun berapanya saya lupa. Saya juga tak mau berkomentar apakah itu pasukan khusus atau tidak.

Bagaimana Daeng Koro bisa bergabung dengan Kelompok Santoso?

Sebenarnya dia (Daeng Koro) lebih senior dan lebih berpengalaman dari pada Santoso. Daeng Koro ini yang banyak terlibat dalam kerusuhan Poso yang awal-awal. (Kerusuhan Poso terjadi dalam tiga bagian. Akhir 1998, pertengahan April 2000 dan pertengahan Mei hingga Juni 2000). Baru setelah itu, mereka lalu bergabung dan memproklamirkan apa yang mereka sebut sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Ada hubungannya dengan ISIS tidak?

Santoso dalam beberapa kesempatan menyebut Mujahidin Indonesia Timur (MIT) ini bagian dari ISIS. Mereka mendukung ISIS.

Dari mana suplai senjata dan amunisi Daeng Koro? Banyak menyebut dari Mindanao Filipina Selatan?

Saya masih belum berani menyebut dari mana mereka mendapatkan suplai senjata dan amunisi mereka. Kami masih melakukan penyelidikan atas itu. Setelah nanti sudah lengkap hasilnya, kami pasti akan sampaikan.

Bagaimana dengan suplai logistik?

Sejauh hasil penyelidikan kami, dukungan logistik mereka ini, terutama bahan makanan, mereka dapatkan dari para pendukung atau simpatisan mereka yang berada di sekitar base camp mereka. Ada juga yang merupakan hasil jual beli saja. (Base camp mereka terakhir terpantau di lokasi baku tembak, yakni Pegunungan Sakina Jaya, Sulawesi Tengah).

Sudah ada rencana teror yang mau mereka buat?


Ini yang sedang kita dalami. Tetapi, melihat jauhnya base camp mereka yaitu di Parigi Mautong, itu sekitar 80 km sampai 90 km dari Poso, sepertinya mereka belum ada persiapan untuk aksi teror yang terbaru.(hel)
Daeng Koro Dipecat karena Berzina dengan Istri Prajurit http://images.detik.com/content/2015/04/05/10/200446_740_daengkoroistimewa.jpgDaeng Koro (Istimewa)

Buronan teroris kelompok Santoso, Daeng Koro alias Sabar Subagio, yang ditembak mati aparat di Poso dipecat dari TNI tahun 1992. Ia dipecat karena tertangkap basah berzina dengan istri prajurit lain.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD) Brigjen Wuryanto saat dihubungi detikcom via telepon, Minggu (5/4/2015) malam. Zina merupakan kategori pelanggaran berat.

"Sekitar tahun 1988 Daeng Koro melakukan pelanggaran berat, yaitu tertangkap basah melakukan perbuatan zina dengan isteri prajurit sehingga melalui proses hukum di sidang peradilan militer. Daeng Koro dipecat dari dinas TNI AD pada tahun 1992," kata Wuryanto.

Dijelaskan Wuryanto, pangkat terakhir Daeng adalah Kopda. Daeng lahir di Bantul, Yogyakarta, tanggal 15 Januari 1963. Ia mempunyai 3 orang anak, masing-masing 2 laki-laki dan 1 perempuan.

"(Daeng) gabung dengan Santoso pada tahun 2007," jelas perwira tinggi bintang 1 ini.

Daeng, lanjut Wuryanto, pernah berdinas di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) tahun 1982. Seperti diketahui Kopassandha berubah nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 26 Desember 1986.

Menurut Wuryanto, saat berdinas di Kopassandha, Daeng tidak mempunyai klasifikasi komando, apalagi mempunyai kemampuan-kemampuan khusus sebagai prajurit elite.

"Karena pada saat mengikuti latihan Komando (sekarang latihan Kopassus) yang bersangkutan tidak lulus," imbuh Wuryanto.

Selama bertugas di Kopassandha, lanjut Wuryanto, Daeng hanya sebagai prajurit yang ditugaskan di bagian pelayanan. Daeng hanya mengikuti training center (TC) voli. "Karena memang bisanya hanya main voli," ucapnya.

Ditambahkan Wuryanto, sekitar tahun 1985 Daeng dipindahkan ke Brigif 3 Kostrad (sebelumnya bernama Grup 3 Kopassandha) dan bergabung di Yonif 432. Di tempat baru itu pun Daeng hanya ikut TC voli sebelum akhirnya dipecat dari TNI tahun 1992 karena melakukan pelanggaran berat berzina. (bar/nrl)

  CNN | detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.