Senin, 20 April 2015

Irak Berharap Indonesia Ikut Koalisi Penanggulangan Terorisme

Kelompok ISIS merilis foto aksi mereka membakar alat musik drum di gurun pasir dekat kota Derna, Libya.

P
emerintah Irak berharap Indonesia bisa bergabung dalam kerja sama penanggulangan terorisme. Persoalan terorisme merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia internasional saat ini.

"Kami harapkan Indonesia juga bergabung seperti halnya koalisi internasional yang sudah dibentuk, ada China, Iran dan negara-negara lain. Semuanya untuk menghadapi tantangan besar ini," Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al Jaafari di sela-sela acara Konferensi Asia Afrika di Jakarta Convention Center, Minggu (19/4/2015).

Untuk menghadapi aksi radikalisme, khususnya yang dibawa Negara Islam Irak Suriah (ISIS), Irak memerlukan bantuan dari negara lain. Jaafari menyebutkan bahwa negaranya masih memerlukan bantuan dalam sektor militer, khususnya persenjataan udara.

"Kami juga membutuhkan informasi intelijen, dukungan kebutuhan kemanusiaan karena kami memiliki dua juta pengungsi," sambung dia.

Irak memerlukan bantuan kemanusiaan setelah ISIS merusak wilayah-wilayah mereka. Menurut Jaafari, ada warga dari 62 negara yang tergabung dalam ISIS. Untuk itu, ia meminta negara lain bersama-sama mencegah pergerakan ISIS.

Ia juga menyampaikan bahwa ISIS bukan lagi gerakan yang timbul sebagai reaksi atas keberadaan kelompok agama yang berseberangan. Jaafari berpendapat bahwa ISIS merupakan tindakan anti kemanusiaan yang merugiakan berbagai kalangan.

"Kita lihat di Irak, provinsi yang jadi korban ISIS adalah Provinsi Sunni, sehingga bukan karena konflik Sunni maupun Syiah karena semua merasa dirugikan ISIS. Dan ada agama-agama lain di Irak yang dirugikan, Yazidi, dan agama lain. Para penganut agama itu, putra-putra mereka dibunuh," tutur Jaafari.
Warga dari 62 Negara Terlibat ISIS Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini menguasai wilayah yang cukup luas di Irak utara dan Suriah timur laut.

M
enteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al Jaafari menyampaikan adanya keterlibatan warga dari 62 negara dalam Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Untuk itu, Irak mengajak negara lain untuk bekerja sama mencegah perluasan paham radikalisme ISIS.

"Kami menyatakan ada keterlibatan sekitar 62 negara di ISIS dan kita semua harus bekerja sama untuk mencegah sikap-sikap seperti itu," kata Jaafari di sela-sela acara peringatan Konferensi Asia Afrika di Jakarta Convention Center, Minggu (19/4/2015).

Kendati demikian, Jaafari menegaskan bahwa warga dari 62 negara yang bergabung dengan ISIS tersebut tidak mewakili negara masing-masing, tetapi pilihan mereka selaku individu. Menurut dia, ISIS bukan lagi gerakan yang timbul sebagai reaksi atas keberadaan kelompok agama yang berseberangan.

Jaafari berpendapat bahwa ISIS merupakan tindakan anti-kemanusiaan yang merugikan berbagai kalangan.

"Kita lihat di Irak, provinsi yang jadi korban ISIS adalah Provinsi Sunni sehingga bukan karena konflik Sunni maupun Syiah. Semua merasa dirugikan ISIS. Ada agama-agama lain di Irak yang dirugikan, Yazidi, dan agama lain. Para penganut agama itu, putra-putra mereka dibunuh," tutur Jaafari.

Ia juga menyampaikan bahwa gerakan ISIS harus dihadapi dari berbagai sudut. Dari segi budaya, perlu dilakukan sosialisasi untuk mengangkat nilai-nilai Islam yang cinta damai serta toleransi terhadap kelompok lain. Jaafari menilai ada pemahaman ajaran agama Islam yang salah dalam kelompok ISIS.

"Itu adalah satu poin yang sangat penting kita perlu menghabisi budaya-budaya salah atau pemikiran yang salah," ucap dia.

Dari segi militer, lanjut dia, serangan ISIS perlu dihadapi dengan kekuatan militer yang lebih kuat. Jaafari juga menekankan pentingnya peranan media dalam melawan ISIS.

"Peran media juga cukup besar. Ada upaya untuk menggambarkan sikap-sikap dan perilaku mereka melalui media itu pun perlu kita lawan dengan perlawanan secara media," tutur dia.

Ia juga mengingatkan fenomena ketika umat Islam dipermainkan emosinya melalui media. Umat Islam diprovokasi melalui gambaran-gambaran negatif mengenai sosok Nabi Muhammad melalui film atau media lainnya yang memperburuk citra Islam serta sosok Muhammad.

"Kita perlu lawan ini, kita tahu Rasulullah pembela hak-hak perempuan, ini semua dicoreng, dan media Barat selalu berbuat seperti itu. Ini adalah tantangan besar yang perlu kita hadapi juga," kata Jaafari.

  ★ Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.