Kamis, 30 April 2015

[World] Duo Bali Nine Dieksekusi, Polisi Australia Disalahkan

http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/28/beb134b7-5311-432f-acd0-fa41bb2b05d7_169.jpg?w=650Andrew Chan dan Myuran Sukumaran adalah dua anggota Bali Nine dan terpidana mati kasus narkoba yang telah menjemput ajal di Nusakambangan, Rabu (29/4) dini hari. (Reuters/Darren Whiteside/Files)

Eksekusi delapan terpidana mati, termasuk duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran telah dilaksanakan Rabu (29/4) tengah malam. Namun, Polisi Federal Australia dinilai ikut berkontribusi kepada nasib Chan dan Sukumaran yang berakhir di ujung senapan.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Bob Myers, seorang pengacara yang yang memberi informasi kepada Polisi Federal Australia (AFP) terkait operasi penyelundupan narkoba yang akan dilakukan Chan dan Sukumaran ke Indonesia.

Dilansir dari media Australia, News.com.au, Myers mengungkapkan dia menghubungi polisi Australia lebih dari satu dekade lalu, setelah dia dihubungi oleh teman baiknya yang merupakan ayah dari Scott Rush, salah satu terpidana yang menjadi Bali Nine.

Kala itu, Myers melaporkan penyelundupan tersebut kepada pihak berwenang dengan harapan polisi Australia dapat menghentikan aksi para penyelundup sebelum berangkat ke Indonesia.

Namun, alih-alih menghentikan upaya penyelundupan tersebut, polisi Australia memberikan informasi itu kepada kepolisian Indonesia.

Myers menilai, langkah tersebut berujung pada kematian Chan dan Sukumaran di tangan regu tembak di Nusakambangan dini hari tadi.

Myers menilai polisi Australia memiliki cukup informasi dan bukti untuk menahan seluruh pelaku Bali Nine di Bandara Internasional Sydney sebelum mereka berangkat ke Indonesia, atas tuduhan berkonspirasi melakukan kejahatan.

Sebaliknya, para polisi Australia justru membiarkan mereka terbang ke Indonesia.

"Harusnya mereka tak perlu sampai pergi ke sana (Indonesia)," kata Myers kepada News.com.au, tak lama setelah mendengar kabar Chan dan Sukumaran telah dieksekusi.

"Kepolisian Federal Australia (AFP) tahu ini tak terelakkan. AFP tahu kalau kelompok itu dibiarkan meninggalkan Australia untuk menyelundupkan narkoba, mereka dapat dieksekusi," kata Myers melanjutkan.

"Tidak ada yang dapat menjamin mereka akan selamat. Ketika AFP tak menerapkan hukuman mati (di Australia), AFP seharusnya tak serta merta membiarkan warga negaranya sendiri terkena hukuman itu," ujar Myers.

Myers menyatakan bahwa dia tidak akan pernah berhenti menyuarakan hal ini. Myers menilai, alasan Chan dan Sukumaran tewas adalah karena tindakan angkuh yang disengaja oleh AFP.

"Kami tidak tahu alasan di balik tindakan ini, namun langkah ini sangat sangat rendah dan tanpa pertimbangan," ujar Myers.

Sementara, mantan diplomat dan komentator politik, Bruce Haigh, menyerukan hal serupa. Menurut Haigh, peran AFP dalam kasus ini patut diselidiki lebih lanjut.

Myers juga menyetujui bahwa anggota kepolisian Australia yang terlibat dalam upaya menggagalkan penyelundupan tersebut harus diperiksa.

"Saya percaya mereka harus diselidiki. Mereka tahu persis apa konsekuensinya," ujar Myers.

"Jika mereka tidak melakukannya, tidak akan ada tujuh warga Australia yang tersisa di penjara Indonesia, dan tentu saja, tidak akan ada dua orang yang tewas," kaya Myers melanjutkan.

Andrew Chan ditangkap bersama Scott Rush, Michael Czugaj, Renae Lawrence, dan Martin Stephens di Bandara Ngurah Rai Denpasar pada 17 April 2005 karena kedapatan membawa 8,3 kilogram heroin.

Sementara Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew Norman ditangkap di Kuta saat tengah bersiap untuk mengirim heroin tahap dua.

Chan dan Sukumaran tewas di tangan regu tembak pada Rabu (29/4) dini hari pukul 00.35 di Nusakambangan, bersama dengan enam terpidana mati kasus narkoba lainnya. Empat di antaranya berasal dari Nigeria, yaitu Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise. Ada pula Rodrigo Gularte dari Brasil dan Zainal Abidin dari Indonesia.

Sementara, hingga saat ini, tujuh anggota Bali Nine lainnya masih mendekam dalam penjara Indonesia, termasuk Scott Rush yang menjalani hukuman penjara seumur hidup. (ama/stu)
Soal Bali Nine, Polisi Australia akan Dipanggil ke Parlemen http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/28/9df38c84-066b-4c0a-b3a8-40c6720b94d7_169.jpg?w=650Myuran Sukumaran dan Andrew Chan merupakan dua anggota Bali Nine dan terpidana mati kasus narkoba yang telah menjemput ajal di Nusakambangan, Rabu (29/4) dini hari. (Reuters/Bagus Othman)

Polisi Federal Australia akan dipanggil ke hadapan komite parlemen Australia dalam beberapa minggu ke depan untuk menjelaskan peran mereka yang dinilai ikut berkontribusi terhadap eksekusi mati duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Polisi Federal Australia (AFP) sebelumnya disalahkan lantaran membiarkan Chan dan Sukumaran terbang ke Indonesia untuk menjalankan aksi penyelundupan narkoba pada 2005 silam. Padahal, saat itu, polisi Australia memiliki cukup bukti untuk menahan Chan dan Sukumaran di Bandara Sydney Internasional.

Dilansir dari Sydney Morning Herald, senator independen, Nick Xenophon memaparkan bahwa dia akan mengangkat masalah ini dengan para pejabat AFP di rapat dengar pendapat di hadapan Senat Australia pada Mei mendatang.

Senator Xenophon juga telah meminta Komite Tetap Bersama Luar Negeri, Pertahanan dan Perdagangan untuk memeriksa masalah ini secara terpisah pada Rabu (29/4).

"Ini bukan tentang tuduhan. Ini soal memastikan bahwa kasus serupa tidak pernah terjadi lagi," kata Xenophon, dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu (29/4).

 Tak Adil 

Sementara, menurut Chris Ellison, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Australia menyatakan bahwa tidak adil menyalahkan kepolisian Australia atas eksekusi mati terhadap Chan dan Sukumaran pada Rabu (29/4) dini hari.

"Mudah memang untuk melihat ke belakang dan berbicara soal apa yang harusnya dilakukan apa yang tidak. Namun, menyatakan bahwa mereka (polisi Australia) bersalah sangatlah tidak adil," kata Ellison, dikutip dari Sky News.

Ellison menjelaskan bahwa saat itu polisi Australia tengah menghadapi operasi penyelundupan narkoba yang sangat kompleks, dan mereka tidak memiliki informasi yang cukup untuk menangkap Chan, Sukumaran, dan tujuh rekan mereka sebelum berangkat ke Indonesia.

"Salah satu pedoman Polisi Federal Australia adalah bekerja sama dengan penegak hukum internasional, dan mereka sudah melakukan hal itu," kata Ellison.

Ellison menambahkan bahwa jika sembilan anggota Bali Nine ditangkap oleh Polisi Federal Australia ketika mereka kembali ke negara asal, Indonesia akan mempertanyakan komitmen Australia terkait kerja sama penegakan hukum internasional.

"Itu akan merusak hubungan (dengan Indonesia) juga," kata Ellison.

Sementara dua politisi lainnya, Clive Palmer dan Cathy McGowan, mengumumkan bahwa mereka akan mengusulkan peraturan ke parlemen untuk melarang berbagi informasi yang bisa mengarah pada hukuman mati yang diterapkan di luar negeri.

Kepolisian Federal Australia hingga saat ini menolak berkomentar secara detail terkait masalah ini.

The Guardian melaporkan bahwa Kepolisian Federal Australia berencana untuk memberikan rincian demi mempertahankan tindakan mereka 10 tahun yang lalu. Namun, rincian tersebut tidak akan dikemukakan dalam waktu dekat, untuk menghormati keluarga korban yang masih berduka.

Andrew Chan ditangkap bersama Scott Rush, Michael Czugaj, Renae Lawrence, dan Martin Stephens di Bandara Ngurah Rai Denpasar pada 17 April 2005 karena kedapatan membawa 8,3 kilogram heroin.

Sementara Myuran Sukumaran, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew Norman ditangkap di Kuta saat tengah bersiap untuk mengirim heroin tahap dua.

Chan dan Sukumaran tewas di tangan regu tembak pada Rabu (29/4) dini hari pukul 00.35 di Nusakambangan, bersama dengan enam terpidana mati kasus narkoba lainnya. Empat di antaranya berasal dari Nigeria, yaitu Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise. Ada pula Rodrigo Gularte dari Brasil dan Zainal Abidin dari Indonesia.

Sementara, hingga saat ini, tujuh anggota Bali Nine lainnya masih mendekam dalam penjara Indonesia. (ama/stu)
Penarikan Dubes Australia Tak Akan Ganggu Hubungan dengan RI http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/04/29/dad90063-d8a3-4174-90ff-1166a319e6d6_169.jpg?w=650Suasana protes di Depan KBRI Canberra, Australia. Protes dilakukan selama tiga hari, yaitu 27, 28 dan 29 April 2015, menjelang dan sesudah eksekusi delapan terpidana mati kasus narkoba, termasuk duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Dok. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, Australia

Perdana Menteri Australia Tony Abbott menarik duta besarnya untuk Indonesia, Paul Grigson, menyusul eksekusi dua warga negara Australia yang menjadi terpidana mati kasus narkoba, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran pada Rabu (29/4). Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno berpendapat bahwa manuver tersebut tidak akan mengganggu hubungan diplomatik kedua negara.

Menurut Tedjo, Abbott bukan menarik Grigson, melainkan memanggil duta besarnya itu untuk meminta penjelasan terkait eksekusi kedua warga negaranya tadi malam. Lagipula, setiap negara memang berhak untuk melakukan itu.

"Saya rasa ini tidak akan mengganggu hubungan diplomatik antarnegara. Kalau mereka memanggil dubesnya tentu untuk meminta keterangan," ujar Tedjo di Kompleks Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (29/4).

Tedjo mengungkapkan, setiap negara berhak untuk melakukan lobi dan protes untuk menyelamatkan warga negaranya yang menjadi terpidana mati dan akan dieksekusi di negara lain. Hal itu juga dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Arab Saudi ketika warga negara Indonesia (WNI) dijatuhi hukuman mati di sana.

"Pada waktu itu WNI mendapatkan hukuman mati di Arab, kita juga merasa kecewa dan protes. Itu kan biasa," kata dia.

Tedjo menekankan, apa yang dilakukan Indonesia bukan merupakan bentuk memusuhi suatu negara. "Kita tidak memusuhi negara. Kita akan terapkan hukuman terhadap kasus kriminal, jadi bukan terhadap negara. Jadi diperjelas, kita tidak memusuhi negara," ujar dia.

Ia pun menilai bahwa tidak ada halangan yang berarti dalam proses hukuman mati selama ini, hanya saja media memberitakan soal eksekusi ini secara berlebihan.

"Ya kita lihat kan tidak ada apa-apa. Itu karena diberitakan di media yang berlebihan. Itulah karena ini menjadi suatu drama," kata dia.

"Jadi tidak ada suatu drama, pure ini adalah masalah hukum tidak ada masalah politik atau apa," ujar Tedjo menambahkan.

Sebelumnya, saat konferensi pers di Canberra pada Rabu, Abbott mengungkapkan bahwa Australia menghormati sistem dan kedaulatan Indonesia.

"Kami menghormati kedaulatan Indonesia, tetapi kami menyesalkan eksekusi ini dan hal ini tidak bisa membuat kami memiliki hubungan seperti dahulu. Untuk alasan itu, setelah selesai membantu semua keperluan keluarga Chan dan Sukuran, duta besar kami akan ditarik pulang untuk konsultasi,” kata Abbott, dikutip dari Reuters.

Chan dan Sukumaran dieksekusi berbarengan terpidana mati narkoba lain, yakni empat warga Nigeria, Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise, warga negara Brasil Rodrigo Gularte, dan Zainal Abidin dari Indonesia. (obs)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.