Kamis, 23 April 2015

[World] Serangan anti imigran di Afrika Selatan

Afsel kerahkan tentara cegah serangan anti imigran http://img.antaranews.com/new/2011/04/ori/20110411055741presiden-afrika-selatan.jpgPresiden Afrika Selatan Jacob Zuma (REUTERS/Louafi Larbi)

Tentara Afrika Selatan akan dikerahkan untuk menangangi gerombolan kriminal yang memburu dan membunuh orang-orang asing, kata sejumlah pejabat pada Selasa, setelah sedikitnya tujuh orang meninggal dalam satu gelombang kekerasan anti imigran.

Polisi di ibu kota ekonomi Johannesburg dan kota pelabuhan Durban telah berupaya menahan kerumunan warga yang menyasar para migran dari Zimbabwe, Malawi, Mozambik dan negara-negara Afrika lainnya selama tiga pekan terakhir, lapor AFP.

Pemerintah telah berjanji akan menumpas aksi kekerasan, tetapi keputusan untuk mengerahkan tentara di jalan-jalan terjadi setelah dua malam situasi relatif aman di kedua kota tersebut.

"Kami datang sebagai ikhtiar terakhir -- tentara akan bertindak sebagai penangkal," Menteri Pertahanan Nosiviwe Mapisa-Nqakula kepada wartawan, menolak memberikan rincian mengenai berapa banyak prajurit akan dilibatkan.

"Ada orang-orang yang kritis tetapi mereka yang rentan akan mengapresiasi keputusan ini," kata dia. "Sekarang kami kerahkan karena ada kedaruratan."

Serangkaian serangan telah menghidupkan kembali kenangan atas pertumpahan darah xenophobic pada 2008, ketika 62 orang terbunuh di kotapraja Johannesburg, merusak citra pasca apartheid Afrika Selatan sebagai "negara pelangi" yang terdiri atas berbagai kelompok etnis dan budaya yang hidup harmoni.

Tentara Afrika Selatan dikerahkan untuk memulihkan ketertiban umum dalam kekerasan pada 2008, dan juga digunakan melawan penyerang-penyerang pada 2012 dan 2014.

Mapisa-Nqakula mengatakan tentara dikerahkan ke kawasan-kawasan yang rapuh di Johannesburg, dan juga ke Provinsi Kwazulu Natal, dengan Durban sebagai ibu kotanya.

Di Johannesburg, kehadiran militer akan fokus di kotapraja Alexandra, kawasan miskin yang baru-baru ini dilanda bentrokan-bentrokan xenophobic, termasuk seorang pria Mozambik ditikam hingga mati di siang bolong pada Sabtu.

Foto-foto grafis pembunuhan itu disiarkan di banyak surat kabar dan laman Afrika Selatan dan internasional.

"Saya pikir peristiwa itu telah membuat kaget tiap orang," kata Mapisa-Nqakula merujuk kepada penusukan itu.

"Orang-orang Afrika Selatan sekarang tahu... bahkan mereka yang barangkali tidak serius tahu itu... kami perlu bangkit.

"Ini tidak terlalu terlambat, ini tepat waktunya".

Alexandra, tempat Nelson Mandela tinggal ketika masih muda, merupakan salah satu tempat paling bermasalah di Johannesburg dan terletak dekat distrik bisnis Sandton.

Para imigran sering menjadi titik perhatian kebencian di antara warga Afrika Selatan yang miskin, yang menghadapi kekurangan kerja kronis dengan tingkat pengangguran anak muda mencapai 50 persen.

Hubungan regional telah terganggu akibat kekerasan tersebut, dengan Zimbabwe, Malawi dan Mozambik mengatur pemulangan para warganya yang merasa terancam.

Hampir 400 warga Malawi tiba malam hari di kota Blantyre di bagian selatan negara itu, tempat sejumlah menteri dan pejabat menemuinya.(Uu.M016)
Orang asing diburu "seperti anjing" di Afrika Selatan http://img.antaranews.com/new/2013/12/ori/20131217029.jpg(REUTERS/Ronen Zvulun)

Warga negara asing yang melarikan diri dari aksi kekerasan "xenophobic" di Afrika Selatan pada Selasa menceritakan bagaimana mereka meloloskan diri dari gerombolan kriminal dan bersumpah tak akan pernah kembali ke negara tempat mereka mencari kehidupan baru itu.

Agnes Salanje, sambil menggendong puterinya yang berumur setahun, mengatakan ia "menghadapi maut" dalam gelombang kekerasan antiimigran yang telah merenggut sedikitnya tujuh nyawa.

"Kami bisa terbunuh karena orang-orang Afrika Selatan ini memburu warga negara asing, dari pintu ke pintu," kata Salanje, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kota pelabuhan Samudera India, kepada kantor berita AFP.

Hampir 400 pengungsi Malawi tiba semalam di kota Blantyre yang berada di bagian selatan negara itu, tempat sejumlah pejabat dan menteri menemuinya.

Rangkaian serangan atas warga negara asing telah memicu gelombang kemarahan dan protes terhadap Afrika Selatan di seantero bagian lain benua Afrika.

Salanje, yang mendapat upah 200 dolar per bulan, mengatakan berhasil meloloskan diri setelah seorang tetangga yang baik hati memberitahu ada segerombolan penyerang dan "kami pergi ke satu masjid untuk berlindung."

"Saya tak akan kembali. Lebih baik miskin daripada diburu seperti anjing-anjing karena Anda orang asing," ujar dia. "Saya kehilangan segalanya. Saya hanya membawa pakaian sedikit untuk saya dan bayi saya Linda."

Penguasa Afrika Selatan berusaha mengatasi gerombolan massa di Johannesburg dan Durban yang telah menyerang orang-orang asing dari Zimbabwe, Malawi, Mozambik dan negara-negara lain di Afrika.

Orang-orang asing sering menjadi sasaran kebencian di antara kaum papa Afrika Selatan yang menghadapi kekurangan pekerjaan yang kronis.

Chisimo Makiyi, 23 tahun, yang bekerja pada satu pabrik pakaian di Durban, masih bingung mengapa mereka diserang.

"Kalau saya tak lari menyelamatkan diri, saya tidak akan berada di sini," kata dia. "Saya tak tahu mengapa mereka sekonyong-konyong membenci orang-orang asing dan memberi mereka dua pilihan --dibunuh atau pulang."

Makiyi bersumpah tak akan pernah kembali ke Afrika Selatan kendati "ada upah sebesar 280 dolar (per bulan) dan kembali pulang akan jadi mimpi."

Rata-rata pegawai negeri di Malawi menerima 100 dolar per bulan sementara buruh memperoleh hanya 50 dolar.

"Hidupku lebih penting dari pada gaji baik," kata dia. "Saya lebih baik miskin dan tanpa pekerjaan baik dari pada dibunuh di tanah asing."(M016)
Amerika Serikat kutuk serangan terhadap orang asing di Afrika Selatan http://diplomat.so/wp-content/uploads/2014/12/South-Africa-gangs-always-attack-on-Somali-traders-centers-to-carry-out-the-killing-and-looting-and-the-South.jpgAkibat cemburu ekonomi di Afrika Selatan

Amerika Serikat telah mengecam serangan belum lama ini tehadap orang asing yang tinggal di Afrika Selatan dan mendesak para pemimpin Afrika Selatan agar mengutuk kerusuhan xenofobia.

"Kami telah bergabung dengan pemerintah Afrika Selatan dan pemimpin masyarakat sipil dalam dengan keras keras mengutuk kerusuhan terhadap orang asing," kata wanita Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Marie Harf, kepada wartawan dalam taklimat harian pekan ini.

Ia menyampaikan "keprihatinan yang mendalam" mengenai kehilangan nyawa manusia dan harta serta dampaknya pada keluarga dan masyarakat.

Tujuh orang telah tewas, tiga di antara mereka warga negara Afrika Selatan dan empat warga negara asing, sejak kerusuhan meletus pada 25 Maret, dan ratusan toko milik orang asing dibakar atau dijarah serta ribuan orang asing kehilangan tempat tinggal.

Xenofobia dilaporkan dipicu keluhan yang bertambah dari warga setempat bahwa orang asing telah memasuki negara mereka secara tidak sah, terlibat dalam perdagangan gelap, dan melakukan kejahatan.

Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, yang telah membentuk satuan tugas untuk menangani kerusuhan tersebut, berusaha menangani migrasi yang sesuai hukum dan hubungan baik antara warga lokal dan warga negara asing, kata juru bicaranya pada Senin (20/4).

"Kami telah menyeru semua pemimpin Afrika Selatan agar bersikap dan memberi penjelasan bagaimana mereka mengutuk segala jenis perasaan dan kerusuhan ini," kata Harf.

  Antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.