Selasa, 16 Juni 2015

Australia Alihkan Isu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (Antara/Sigid Kurniawan)

K
etegangan antara Australia dan Indonesia kembali mencuat setelah kasus dugaan suap oleh petugas perbatasan Australia agar kapal pembawa 65 orang pencari suaka memutar kapalnya ke Indonesia. Komentar terbaru dari Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop juga semakin memperburuk keadaan karena menyalahkan Indonesia yang gagal menegakkan kedaulatan di perbatasannya sendiri.

Terkait hal itu, Menlu Retno Marsudi mengatakan Australia seharusnya menjelaskan dugaan suap tersebut, bukan sebaliknya mengalihkan perhatian.

"Sebenarnya tidak sulit bagi Australia untuk menjawab pertanyaan saya hari Sabtu kemarin mengenai isu pemberian uang dan bukan mengalihkan isunya," kata Retno lewat pesan singkat kepada SP di Jakarta, Senin (15/6).

Sebelumnya, Menlu Retno meminta penjelasan kepada Duta Besar Australia di Jakarta, Paul Grigson, terkait dugaan suap kapal pencari suaka yang melintas di perairan Australia. Menurut Retno, Grigson berjanji akan menyampaikan permintaan itu kepada pemerintahnya di Canberra.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan Kemlu telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi, atas informasi yang diterima dari kapten kapal saat pemeriksaan oleh polisi di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapal yang membawa 65 pencari suaka itu berlabuh di Rote dan saat ini sedang diinvestigasi oleh polisi setempat.

"Kami bingung respon yang disampaikan Menlu Australia di media atas permintaan klarifikasi tersebut, karena tidak sesuai dengan substansi yang ditanyakan Menlu RI," pungkas Arrmanatha.

 Pencari Suaka Sebut Kapten Kapal Terima Amplop Tebal dari Pejabat Australia 

Badan PBB yang menangani masalah pengungsi (UNHCR) mengatakan, 65 orang pencari suaka di Indonesia bercerita tentang para pejabat Australia yang menyerahkan sebuah "amplop tebal" untuk kapten kapal, sebelum kapal mereka berbalik.

Thomas Vargas, perwakilan UNHCR di Indonesia, mengatakan, seorang staf PBB mewawancarai kelompok pencari suaka itu di Pulau Rote, Indonesia, tempat di mana kapal tersebut tiba pada akhir Mei.

"Mereka mengindikasikan bahwa mereka bersama dengan otoritas Australia selama beberapa hari, bahwa pihak berwenang dari Australia mengambil awak kapal selama beberapa jam dan berbicara dengan mereka," jelas Thomas.

Ia menerangkan, "Pada satu titik, mereka melihat kapten kapal menerima amplop tebal dan kembali ke dua kapal yang kemudian berbalik arah ke laut terbuka dan beberapa hari kemudian mereka tiba di Indonesia."

Thomas mengatakan, kelompok pencari suaka itu mengidentifikasi kapal Australia yang datang sebagai kapal Bea Cukai dan Angkatan Laut.

Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, telah menolak untuk mengkonfirmasi atau menyangkal jika pejabat Australia membayar para penyelundup manusia untuk mengembalikan perahu pencari suaka.

UNHCR belum mewawancarai para penyelundup tetapi telah berdiskusi dengan para pejabat Australia "di berbagai tingkat" tentang situasi ini.

"Kami tentu saja tak membiarkan atau mendorong jenis pendekatan sepeti ini, yang bisa lebih memicu aktivitas ini," kemuka Thomas.

Sementara pihak Oposisi di Australia mengecam pemerintahan Abbott terkait tuduhan ini, Partai Buruh menolak untuk membayar penyelundup manusia bagi intelijen selama era pemerintahan Rudd-Gillard.

Pemimpin Oposisi Bill Shorten menegaskan kembali sikap partainya.

"Tak peduli dari mana asal partai politisi itu - ketika menyangkut masalah keamanan, sederhana saja, kami tak berkomentar," ujarnya.

Ia masih memberi komentar, namun, pada pertanyaan yang lebih spesifik.

"Partai Buruh tak pernah membayar penyelundup manusia untuk mengembalikan kapal dan tampaknya itulah yang Pemerintah lakukan," sebutnya.

  Berita Satu | Radioaustralia   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.