Kamis, 25 Juni 2015

Punya Task Force Atasi Perompak, Indonesia Aman dari Bajak Laut

⚓️ Duet Maut Kapitan Class bersama Clurit Class menjadi andalan Western Fleet Quick Response di LCS Pesawat & KRI TNI AL

TNI AL memiliki satuan tugas khusus untuk pengamanan di sepanjang perairan Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan. Satuan tugas itu bernama Western Fleet Quick Response (WFQR) dan berada di bawah jajaran komando armada kawasan barat (Koarmabar).

WFQR merupakan satuan tugas yang dikhususkan untuk menekan aksi perompakan atau bajak laut di perairan internasional itu disebut KSAL Laksamana Ade Supandi mampu menekan aksi perompakan atau bajak laut. Task force ini akan cepat tanggap jika mendapat laporan adanya hal-hal yang mencurigakan.

"Kita sudah mengefektifkan ya ada yang namanya WFQR, jadi armada barat yang terdiri dari satuan-satuan yang ada di Selat Malaka. Kalau ada misalnya laporan-laporan kecurigaan akan dirampok itu kita selalu standby di daerah itu sehingga kita bisa dihubungi dan bisa mengecek ke kapal yang dilalui itu," ungkap Ade di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jaktim, Rabu (24/6/2015).

Task force ini memang dirasa cukup efektif. Pasalnya terbukti hingga saat ini belum ada laporan mengenai adanya aksi bajak laut di Selat Malaka. Sejauh ini, kata KSAL, aksi bajak laut justru terjadi di luar kedaulatan Indonesia. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu kapal tanker milik Malaysia sempat menghilang karena aksi bajak laut.

"Bagus kok. Saya sudah nanya. Dari pengalaman Pangarmabar, western fleet response ini seringkali ada laporan dari IMB (International Maritime Bureau). Kita tindaklanjuti, kita cek, dan sementara pengecekan nihil (di wilayah Indonesia)," kata Ade.

Keberadaan kapal perang di perairan Selat Malaka memang memberikan dampak yang cukup signifikan. Perompak pun akhirnya memilih melakukan aksinya di luar wilayah kedaulatan Indonesia. WFQR ini patut diapresiasi karena mampu menghadirkan jalur pelayaran yang aman.

Menurut Ade, kerjasama antara kapal dagang atau kapal kargo dengan pihak TNU AL sudah cukup baik. Saling berbagi informasi menjadi modal sehingga prajurit TNI AL bisa langsung bergerak manakala ada kegiatan yang mencurigakan.

"Akan lebih cepat kalau ada laporan-laporan itu misal ada kapal lewat tetapi ada nelayan lagi mancing terus dianggap itu pembajakan mau ada upaya merampok. Itu perlu kita cek. Kalau malam itu kan kapal menangkap ikan dianggap mau merampok," tutup laksamana bintang 4 itu.
Sudah 7 Kapal Laut Malaysia Dibajak Perompak Selama 2015 Kapal Orkin Harmony menjadi Kim Harmon

Menyusul hilangnya kapal tanker Orkim Harmony, Malaysia melaporkan sudah terjadi 7 kejahatan perompakan di wilayah perairannya. Itu terjadi selama kurun waktu dari Januari hingga Juni 2015 ini.

Berdasarkan laporan dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), ada 2 jenis perompakan yang dilakukan bajak laut khususnya di wilayah Laut Cina Selatan. Pertama adalah perompakan hit and run atau opportunities base (untung-untungan) dan kedua adalah organized crime (kejahatan terencana).

"Modus berupa perampasan kapal selanjutnya menunggu kapal Phantom (phantom ship) sebagai kapal penampung minyak rampasan termasuk perampasan barang-barang berharga milik ABK," ungkap Wakil Ketua APMM Bidang Operasi Laksamana Madya Maritim Dato' Ahmad Puzi bin AB Kahar dalam keterangannya seperti yang disampaikan oleh Dispenarmabar, Rabu (24/6/2015).

Mayoritas perompak yang mencuri di perairan Malaysia biasa membajak kapal yang berisi bahan bakar. Mereka biasa disebut rampok curi minyak (RCM) di mana biasa menargetkan kapal tanker yang mengangkut marine gas oil (solar kapal) dan automotive diesel oil (solar mobil).

"Karena minyak jenis ini sangat mudah ditransfer dan dijual dipasaran. Namun terkadang perompak salah memilih sasaran," kata Ahmad Puzi.

Puzi pun memberi contoh, hal tersebut seperti terjadi dalam kasus perompakan SPOB Srikandi 515 yang membawa CPO, lalu MT. VP Asphalt II yang membawa minyak tar dan MT Orkim Harmony yang membawa gasoline 95 (bensin).

"(Perompakan) Srikandi 515 dan OH (Orkim Harmony) pelaku berhasil ditangkap sedangkan VP Asphalt pelaku kabur setelah melepaskan kapal. Dari investigasi pelaku RCM, sindikat dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan perannya," jelas Puzi.

Peran kelompok yang dimaksud mulai dari mastermind (otak sindikat), perekrut perompak, pemberi informasi (pengamat sasaran), eksekutor lapangan/perompak, phantom ship/kapal penampung, serta broker dan pembeli. Adapun RCM terorganisasi disebut Puzi merupakan tindak kejahatan antar-negara yang cukup rumit untuk diungkapkan.

Hal tersebut lantaran biasanya pelaku di tiap-tiap kelompok berasal dari beberapa negara. Serta beberapa teknis maupun administrasi lainnya. Seperti kapal sasaran dengan registrasi kompleks mulai dari pemilik, bendera, isi muatan, dan awak kapal. Selain itu juga lokasi kejdian di wilayah negara berbeda dengan implikasi hukum yang juga berbeda, serta pemilik cargo yang tidak sama dengan pemilik kapal.

"Tanpa sebuah rangkaian intelijen dan investigasi yang mantap, kita hanya mampu menangkap pelaku eksekutor saja. Sedang pelaku ini mudah berganti dan regenerasi, jika tertangkap akan muncul operator lain di lapangan. Sehingga eksekutor ini hanya akan bisa diberantas mulai dari akarnya. Dan ini hanya dapat dilakukan melalui aparat penegak hukum yg terintegrasi secara menyeluruh dalam menangani kasus antar negara seperti ini," tukas Puzi.

Seperti diketahui, kapal tanker berbendera Malaysia hilang pada tanggal 11 Juni lalu dan baru berhasil ditemukan pada 18 Juni 2015. Dalam proses pencarian, Indonesia mengarahkan sejumlah armadanya untuk membantu. Kabarnya para perompak merupakan WNI yang beraksi di perairan Malaysia. Dalam peristiwa itu, seorang ABK asal Indonesia mengalami luka tembak namun berhasil diselamatkan.
Bantu Temukan Kapal Tanker yang Hilang, Malaysia Apresiasi Indonesia Pesawat & KRI TNI AL

Malaysia mengapreasiasi bantuan Indonesia dalam pencarian kapal tanker MT Orkim Harmony yang sempat hilang karena dibajak perompak. Keberhasilan mengungkap perompakan di perairan Malaysia itu disebut tak terlepas atas kerjasama dan dukungan Indonesia, terutama satuan Western Fleet Quick Response (WFQR) atau tim reaksi cepat Koarmabar.

Indonesia yang diwakili oleh Komandan Gugus Keamanan Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Danguskamlaarmabar) Laksamana Pertama TNI Abdul Rasyid turut hadir dalam undangan konferensi pers Agen Penguatkuasan Maritim Malaysia (APMM). Wakil Ketua APMM Bidang Operasi Laksamana Madya Maritim Dato' Ahmad Puzi bin AB Kahar menyebut keberhasilan operasi pencarian MT Orkim Harmony berkat bantuan dari WFQR di bawah kendal Pangarmabar Laksda Taufiq R.

Keberhasilan pencarian Kapal Orkim Harmony juga disebut berkat terjalinnya pertukaran informasi intelijen yang ditindaklanjuti dengan operasi di laut yang sangat membantu dan membuat semua operasi berjalan dengan lancar.

"Kerjasama antara APMM dan WFQR berawal dari pembentukan sebuah organisasi khusus di mana dalam organisasi ini kedua pihak bergandengan tangan dalam menangani kasus-kasus perompakan khususnya yang melibatkan sindikat pencurian minyak. Keberhasilan mendapatkan informasi terkait lokasi MT Orkim Harmony adalah salah satu wujud kerjasama dan hasil dari organisasi ini," ungkap Puzi seperti tertulis dalam keterangan Dispenarmabar yang diterima detikcom, Rabu (24/6/2015).

Jaringan kerjasama seperti yang dilakukan APMM dan WFQR, kata Puzi, perlu dilakukan antar-negara, khususnya di Asia Tenggara. Kerjasama yang kuat antara Indonesia dan Malaysia seperti itu, disebut Puzi menjadi pelopor dalam usaha APMM untuk mengembangkan jaringan komunikasi dengan negara lain di Asean.

"APMM sangat mengharapkan jalinan kerjasama ini dapat dikembangkan dengan negara negara Asean yang lain pada masa depan demi membasmi kejahatan perompakan khususnya yangg melibatkan sindikat pencurian minyak," jelas Puzi.

Menurut Kadispenarmabar, Letkol Ariris Miftachurrahman, dalam mencari Kapal Orkim Harmony, ada 4 KRI yang dikerahkan Guskamla (gugus keamanan laut) Koarmabar. Yakni di antaranya adalah KRI Imam Bonjol, KRI Alamang, KRI Teuku Umar, dan KRI Parang. Selain itu, TNI AL juga mengerahkan pesawat patroli intai maritim U-816 untuk mencari kapal yang membawa bahan bakar minyak itu.

"Peran kita kerjasama, tukar menukar informasi, intelijen, dalam melaksanakan pencarian di wilayah masing-masing. Itu kejadian tanggal 11 Juni, kita sudah aktif dari tanggal 12 juni. Kita sudah bantu mencari," tutur Ariris dalam keterangan yang sama.

"Mereka minta untuk saling menjaga, mengantisipasi supaya nggak terjadi hal seperti itu (pembajakan kapal) lagi," pungkasnya.
Banyak Perompak, Malaysia Ingin Buat Satgas Anti Bajak Laut Seperti RI Ilustrasi TNI AL

Malaysia melaporkan sudah terjadi 7 kali perompakan di wilayah perairan negaranya dalam kurun waktu 6 bulan terakhir selama tahun 2015. Melihat keberhasilan Indonesia mengamankan perairan dari kasus perompakan, Malaysia pun ingin membuat satuan tugas untuk menghalau bajak laut di jalur perdagangan.

TNI AL di bawah jajaran komando armada kawasan barat (Koarmabar) memiliki satuan tugas bernama Western Fleet Quick Response (WFQR) atau tim reaksi cepat. Satgas ini dikhususkan untuk menekan aksi perompakan atau bajak laut di sepanjang perairan Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan.

WFQR dinilai cukup berhasil, terbukti hingga saat ini belum ada laporan perompakan di wilayah perairan kedaulatan Indonesia. Malaysia pun disebut ingin mengadopsi langkah yang diambil Indonesia menyusul kerap munculnya bajak laut yang melakukan kejahatan terhadap kapal-kapal kargo Malaysia di wilayah perairan mereka.

"Malaysia juga dari laporan Pangarmabar juga akan mengaktifkan satuan seperti itu," ungkap KSAL Laksamana Ade Supandi di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jaktim, Rabu (24/6/2015).

Negara Jiran tersebut memang meminta agar kerjasama dengan Indonesia terus ditingkatkan, khususnya untuk menjaga jalur perdagangan di Selat Malaka. Namun pekerjaan pun dilakukan di wilayah masing-masing.

"Nggak (satu regu). Untuk sementara kita yang establish. Karena kalau kita ada laporan-laporan kemudian kita terlambat menindaklanjuti itu juga nanti banyak laporan dan tidak ada follow up," kata Ade.

"Akan lebih cepat kalau ada laporan, laporan itu misal ada kapal lewat tetapi ada nelayan lagi mancing terus dianggap itu pembajakan mau ada upaya merampok. Itu perlu kita cek. Kalau malam itu kan kapal menangkap ikan dianggap mau merampok," sambungnya.

Kerjasama semacam itu, kata KSAL, akan sangat efektif dengan saling tersalurnya informasi di bidang pelayaran. Terutama jika ada kasus besar yang terjadi.

"Itu sudah kita bicarakan di kesepakatan tahun lalu. Itu yang dinamakan perbuatan patroli di wilayah masing-masing. Karena kita tidak mungkin kan misalnya coordinate patrol kita nggak mungkin nyebrang nyebrang," jelas Ade.

"Tapi ada yang mungkin mengefektifkan yaitu komunikasi, dan juga penguatan infrastruktur untuk patroli seperti surveillance, intelijen dll," tutup mantan Kasum TNI itu. (elz/vid)

  ⚓️ detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.