Minggu, 28 Juni 2015

[World] Aksi Teror Guncang 3 Benua dan Tewaskan 54 Orang

Penembakan di museum kota Tunis, Tunisia. (Reuters/Tunisia TV)

Serangan teroris serempak terjadi di tiga benua pada hari Jumat (26/6). Korban tewas sejauh ini bertambah 16 orang, dari sebelumnya 38 orang menjadi 54 orang.

Aksi pertama terjadi di bagian tenggara Perancis, dimana penyerang menabrakan mobilnya ke sebuah pabrik gas milik Amerika Serikat (AS) dan memicu ledakan. Ledakan itu melukai setidaknya satu orang karyawan gedung tersebut.

Dilaporkan Reuters, mengutip harian lokal Le Dauphine, sebuah mayat tanpa kepala berbalut tulisan Arab ditemukan di pagar kawat dekat pabrik usai serangan tersebut.

Lalu di Tunisia, The Guardian melaporkan sedikitnya 28 orang tewas, termasuk wisatawan asal Inggris, ketika seorang pria bersenjata melepaskan tembakan secara mebabi-buta di Imperial Marhaba Hotel yang berada di tepi pantai kawasan wisata Sousse. Jumlah korban tewas saat ini bertambah satu orang dari laporan sebelumnya 27 orang meninggal dunia.

Di antara korban tewas, jasad seorang pria bersenjata ditemukan tergeletak masih memegang sepucuk senapan Kalashnikov yang dia gunakan dalam adu tembak dengan pihak kepolisian. Selain korban tewas, sejauh ini enam orang dikabarkan Reuters terluka dan dilarikan ke rumah sakit.

Aksi berikutnya terjadi di Kuwait, dimana seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di sebuah masjid Muslim Syiah saat shalat Jumat berlangsung. Kabar terakhir dari The Guardian, serangan ini menewaskan sedikitnya 25 orang atau bertambah 15 orang dari laporan sebelumnya.

Sementara itu, lebih dari 200 orang terluka akibat bom bunuh diri tersebut. Kelompok militan Negara Islam Iraq dan Syria (ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. (ags)
Korban Pemenggalan Kepala di Perancis adalah Bos PelakuPelaku penyerangan di pabrik gas Isere berhasil ditahan polisi bersama istri, saudara perempuan dan satu orang lain yang tidak diketahui identitasnya. (Reuters/Emmanuel Foudrot)

Korban yang terpenggal dalam serangan di pabrik gas Isere di kota Saint-Quentin-Fallavier, tenggara Perancis tak lain adalah atasan dari sang pelaku.

Dikutip dari media Perancis The Liberation, korban diidentifikasi bernama Herve Cornara, 54, manajer perusahaan transportasi setempat yang tak lain adalah atasan dari sang penyerang, Yassin Sahli, 35 seorang sopir yang tinggal di pinggiran kota Lyon.

Menurut The Telegraph, Cornara tinggal di Fontaines-sur-Saône, sebelah utara Lyon. Dia menjalankan bisnis transportasi yang biasa memasuki pabrik gas milik perusahaan Amerika Air Products tersebut.

Kepala Cornara ditemukan tertancap di pagar depan pabrik, dengan dua bendera berbahasa Arab. Dua saksi mata menyatakan bendera tersebut berwarna hitam dengan tulisan berwarna putih, serupa dengan bendera kelompok militan ISIS.

Namun hingga saat ini, belum diketahui motif penyerangan ini, apakah karena alasan pribadi atau untuk menebarkan teror. Presiden Perancis Francois Hollande sebelumnya menyatakan bahwa ini merupakan serangan terorisme.

Sementara sang pelaku berhasil ditahan polisi, bersama dengan istri, saudara perempuan dan satu orang lain yang tidak diketahui identitasnya. Penyelidikan soal keterlibatan mereka dalam serangan ini belum diketahui.

Jaksa Penanganan Kasus Anti-Terorisme di Perancis, Francois Molins memaparkan bahwa serangan di pabrik yang terletak sekitar 30 kilometer dari Lyon ini dimulai pada pagi hari sekitar pukul 10, ketika sebuah mobil van pengiriman barang memasuki gerbang.

Mobil van itu terindentifikasi sebagai mobil pengiriman barang, sedangkan supir mobil van diakui sebagai karyawan pengiriman barang. Berdasarkan hasil identifikasi inilah, mobil van ini berhasil masuk kedalam pabrik.

Berdasarkan peninjauan kamera keamanan, mobil van hilang dari pantauan pandangan sampai tujuh menit kemudian. Lalu, mobil van mulai terlihat kembali dengan kecepatan tinggi menuju sebuah gudang yang berisi tabung aseton, gas, dan udara cair.

Gudang hancur, bagian belakang dan atap mobil van tersangka juga ikut hancur akibat ledakan. Didalam mobil van, pemadam kebakaran juga menemukan sebuah pisau dan bagian tubuh yang terpisah dari kepalanya.

Serangan ini merupakan serangan kedua sejak tragedi tiga hari di kantor majalah satire Charlie Hebdo, dan toko kosher Yahudi di Perancis pada Januari lalu. (ama/ama)
Pelaku Pemenggalan di Pabrik Gas Perancis Dikenal BaikPenangkapan istri tersangka di Perancis. (Reuters/Emmanuel Foudrot)

Ketika Yassin Sahli, 35, seorang sopir dan kurir yang tinggal di pinggiran kota Lyon berangkat untuk bekerja pada Jumat (26/6) pagi, istrinya mengungkapkan semua tampak baik-baik saja, seperti biasanya.

Namun beberapa jam berselang, ayah tiga anak ini ditangkap atas dugaan memenggal kepala atasannya, mengemudikan mobil van dengan kencang ke arah pabrik gas dan mencoba membuat ledakan. Pihak berwenang menyebutnya sebagai tindakan percobaan terorisme.

"Kemarin dia bekerja, dia pulang ke rumah seperti biasa. Kami melalui malam seperti biasa, dan di pagi hari dia berangkat kerja dan tidak pulang ke rumah hingga pukul 2 siang. Saya sedang menunggunya," kata seorang wanita yang diidentifikasi sebagai istri Sahli, kepada radioa Europe 1, dikutip dari Reuters, Jumat (26/6).

Sumber yang dekat dengan penyelidikan menyatakan bahwa sang istri, yang hingga kini namanya tidak diungkapkan ke publik, ikut ditahan polisi untuk diinterogasi terkait serangan ini.

Nama Yassin Sahli disebut sebagai tersangka utama oleh Menteri Dalam Negeri Perancis, Bernard Cazeneuve dalam sebuah pernyataan singkat di lokasi serangan di kota Saint-Quentin Fallavier, sekitar 30 km sebelah selatan Lyon.

Belum banyak informasi mengenai Sahli. Cazeneuve menyatakan bahwa Sahli tidak memiliki catatan kriminal, namun telah berada dalam radar kepolisan dan dikategorikan sebagai orang yang "diduga teradikalisasi" sejak 2006.

Kala itu, status pelaku diberi label "S", singkatan untuk "State Security" atau mereka yang diduga mengancam "keamanan negara." Namun, tanpa bukti apapan, catatan ini tidak diperpanjang pada tahun 2008, meskipun dia dikenal memiliki kontak dengan kelompok radikal di Perancis.

Namun menurut wawancara singkat dengan istrinya, mereka adalah keluarga Muslim biasa yang tinggal di Saint-Priest, wilayah pinggiran Lyon. Pendapat serupa juga dilontarkan para tetangga Sahli yang menyatakan bahwa interaksi mereka dengan Sahli hanya sebatas bertukar sapa.

Sahli dan istrinya tinggal bersama ketiga anak mereka, yang berusia antara enam dan sembilan, dilantai dasar dari apartemen tiga lantai, di blok perumahan sosial.

Wilayah ini tenang, dilengkapi dengan ruang hijau, jalan-jalan bersih dan jalur trem baru untuk menuju pusat kota Lyon. Lingkungan semacam ini jauh dari stereotipe kota pinggiran yang kumuh dan padat.

"Mereka adalah keluarga yang baik dan normal. Saya hanya berbicara dengan istrinya, dia tidak pernah menyapa," kata Brigitte, ibu rumah tangga berusia 46 tahun.

Namun, Sahli kembali berada dalam radar petugas keamanan dalam negeri untuk setidaknya dua tahun terakhir. Pada 2013, Sahli disebut sebagai "Muslim garis keras" dalam satu memo intelijen, menurut radio RTL.

Memo lain berasal dari Mei 2014 menyatakan dia telah mengalami "radikalisasi", menurunkan berat badan dan mencukur jenggotnya. Disebutkan bahwa Sahli kerap absen dalam pekerjaannya untuk beberapa pekan dalam satu waktu. (ama/ama)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.