Jumat, 10 Juli 2015

Antara A400, An-70 dan C17 Pilihan Angkut Berat TNI AU

Dua jenis pesawat mempunyai masalah http://www.jejaktapak.com/wp-content/uploads/2014/11/A400M-1969-e1416302689139.jpgAirbus A400M Atlas ★

Angkatan Udara Indonesia berencana mengganti pesawat angkut Hercules C-130 yang sudah tua. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan pihaknya telah melakukan kajian mengenai calon pengganti Hercules itu dan sudah dikirim ke Kementerian Pertahanan.

Sudah kami kirim jauh-jauh hari sebelum kecelakaan Hercules A-1310 di Medan pekan lalu,” kata Agus.

Dalam kajian yang dikirim ke Kementerian Pertahanan, TNI AU mengincar dua jenis pesawat angkut kelas berat, yakni Airbus A400M Atlas dan Antonov An-70. Soal harga masing-masing merupakan ranah Kementerian Pertahanan.

A400 merupakan pesawat angkut berat buatan Airbus. Pesawat ini telah dibeli beberapa negara antara lain Spanyol, Inggris, Turki, dan Malaysia.

Namun pada Mei lalu pesawat ini mengalami masalah setelah salah satu pesawat yang tengah diuji jatuh dan terbakar di Sevilla, Spanyol. Pesawat ini juga didera dengan berbagai persoalan teknis termasuk keterlambatan pengiriman dan mundurnya pencapaian kemampuan operasional pesawat.
http://www.jejaktapak.com/wp-content/uploads/2015/01/Antonov-An-70-Photos-e1422361406923.jpgAntonov An-70 ★

Sementara An-70 adalah pesawat empat mesin yang dikembangkan Ukraina dan Rusia. Dengan kargo berukuran panjang 22,4 m, lebar 4,80. Pesawat ini, dikombinasikan dengan kemampuan daya jelajah 6.598 km (dengan 20.000 kg payload) dan muatan maksimum 47.000 kg, menempatkan pesawat An-70 dalam kategori pesawat angkut berat, yang sama dengan A400M Atlas dari Airbus.

Tetapi pesawat ini juga mengalami masalah dalam pengembangan karena konflik Ukraina-Rusia yang menyebabkan Moskow kemudian menarik diri dari program tersebut. Dengan program yang dipimpin oleh Ukraina tetapi sebagian besar dibiayai oleh Rusia. Proyek menjadi kacau balau karena konflik di negara tersebut. Terlebih melibatkan Rusia.

Kementerian Pertahanan Rusia telah menghapus pesawat angkut militer Antonov AN 70, yang dikembangkan bersama oleh Rusia dan Ukraina, dari program persenjataan nasional, kata surat kabar Izvestia sebagaimana dikutip Ria Novosti Senin 2 Maret 2015 lalu.

Sedangkan Ukraina pada Januari 2015 menyetujui produksi pesawat ini dan akan memperkenalkan ke layanan angkatan bersenjatanya. Serial produksi sekarang akan dimulai, meskipun perusahaan tidak menentukan jadwal pasti.

Asisten Perencanaan KSAU Marsekal Muda M. Syafii mengatakan penggantian pesawat Hercules masuk program modernisasi alat utama sistem persenjataan TNI bertajuk “Minimum Essential Force” (MEF). “Seharusnya masuk dalam rencana strategis pengadaan 2015-2019,” kata Syafii sebagaimana dikutip Tempo.

Marsekal Agus Supriatna berharap pemerintah memprioritaskan rencana pembelian pesawat angkut berat tersebut, terlebih setelah jatuhnya Hercules di Medan. Kecelakaan pesawat buatan 1964 itu merenggut 33 nyawa personel TNI AU dan enam anggota TNI AD serta 83 warga sipil yang ikut menumpang.
TNI AU Juga Incar C-17 Globemaster http://www.jejaktapak.com/wp-content/uploads/2014/12/080103-f-2034c-908.jpgC-17 Globemaster III ★

Setelah sebelumnya menyebut A400 Atlas buatan Airbus dan AN-70 buatan Antonov untuk menggantikan Hercules, Angkatan Udara Indonesia juga menyebut Boeing C-17 sebagai nama lain. Pesawat ini sendiri sudah tidak ada produksi kecuali sejumlah pesawat ekor putih alias pesawat yang sudah diproduksi dan belum ada pembelinya.

Kita sudah bikin pengkajian tapi semua tergantung pemerintah. Kita minta yang terbaru dan banyak. Dari Airbus ada, dari Amerika (Boeing) ada, dari Rusia (jenis Antonov) ada. Tergantung pemerintah,” ungkap KSAU Marsekal Agus Supriatna seusai buka bersama di Mabes TNI Cilangkap, Jaktim, Selasa 7 Juli 2015 sebagaimana dikutip detikcom.

Sayangnya Agus belum bisa memastikan jenis pesawat mana yang akan dipilih oleh pemerintah. TNI AU menyerahkan sepenuhnya kepada kementerian pertahanan. “Belum tahu, itu tergantung Kemhan,” kata Agus.

Sementara itu Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu disebut sudah memberikan pertimbangannya. Dari 3 kajian TNI AU, ada 2 yang kemungkinan akan dibeli pada rencana strategis kedua.

Jadi kalau kata menhan A-400 atau C 17, antara itu, keduanya sekelas,” ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan Brigjen Djundan Eko Bintoro saat dikonfirmasi, Selasa.

Beroperasi sejak tahun 1991, C-17 tak tertandingi dalam kemampuan mereka untuk mengangkut pasukan atau kargo berat, dan melakukan airdrop dan evakuasi aeromedical dan untuk memberikan bantuan kemanusiaan hampir di mana saja di dunia.

Boeing membuat pertaruhan dengan membuat 15 unit C-17 sebelum ada pihak yang memesan atau dikenal dengan pesawat ekor putih. Dari jumlah itu Kanada telah membeli satu, Australia dua, Uni Emirat Arab dua. Sementara Selandia Baru dikabarkan tertarik untuk membeli dan Australia mungkin membeli dua lagi. Beberapa sumber mengatakan bahwa Swedia juga melirik.

Selain itu pada 16 Juni 2015 pemerintah Qatar menandatangani perjanjian untuk pembelian empat C-17 Globemaster III. Pesawat ini akan bergabung dengan empat pesawat serupa yang sudah dimiliki Angkatan Bersenjata Qatar (QAF).

Qatar, pelanggan Timur Tengah pertama yang memesan C-17, menerima dua C-17 pada tahun 2009 dan dua tambahan C-17 pada tahun 2012.

Secara total Boeing telah memproduksi 279 pesawat dengan Amerika Serikat sebagai pengguna terbesar dengan 223 Globemaster, diikuti oleh Angkatan Udara India dengan 10 pesawat. Kemudian Royal Air Force, UAE, Qatar dan Angkatan Udara Australia semua memiliki delapan pesawat. Royal Canadian Air Force menerbangkan lima Globemaster, Mitra NATO / Eropa membeli tiga dan Angkatan Udara Kuwait memiliki dua.

Pada Juni 2015 Boeing Co mengaku masih ada lima Boeing C-17 ekor putih dan memperkirakan akan ada penandatanganan kesepakatan sebelum kuartal keempat.

Chris Raymond, Wakil Presiden Pengembangan Bisnis dan Strategi untuk Boeing Defense, Space & Security, mengatakan perusahaan sedang membahas penjualan pesawat dengan lebih dari satu negara, tetapi menolak menyebutkan nama mereka.

Jeff Kohler, kepala penjualan internasional dan pemasaran untuk divisi pertahanan Boeing, menyebut ada permintaan yang kuat untuk jet ini dan ia berharap untuk menemukan pembeli pasti sebelum kuartal keempat.

Sumber mengatakan Boeing sedang dalam pembicaraan dengan pembeli potensial di Timur Tengah dan Asia. [
jejaktapak]

   Garuda Militer  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.