Senin, 27 Juli 2015

Raider Untuk Perang

Surat permohonan Kapolri

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengirimkan surat kepada Panglima TNI terkait permintaan pelatihan Raider untuk Brimob oleh Kopassus. Menurut Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya, permintaan tersebut tidak bisa dikabulkan.

"Nggak boleh dong, Raider itu kan untuk menghadapi perang konvensional. Kalau Brimob itu untuk menghadapi kerusuhan-kerusuhan massa," ungkap Fuad saat dihubungi, Minggu (26/7/2015).

Fuad mengakui surat permintaan dari Kapolri tersebut memang ada. Meski belum dibahas lebih lanjut, menurutnya permintaan itu juga tidak akan dikabulkan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Permintaan benar ada, kaget juga kita. Tapi doktrinnya berbeda, nggak boleh. Jadi nggak memungkinkan. Kalau Brimob dilatih Raider bisa disalahkan masyarakat kita. Panglima juga nggak akan setuju," jelas Fuad.

"Raider kan untuk tentara, bukan tentara biasa lagi. Infanteri biasa juga nggak latihan raider. Masa Brimob dilatih Raider. Raider itu satu tingkat komando," sambungnya.

Sebelumnya beredar surat permintaan Kapolri tertanggal 15 Juli 2015 dengan Nomor B/3303/VII/2015. Dalam surat yang ditandatangani Badrodin itu, dijelaskan permintaan agar Brimob diikutsertakan dalam pelatihan dan pendidikan Raider tahun ajaran 2016 di Pusdiklat Kopassus, Batujajar, Bandung.

Untuk diketahui, Raider merupakan satuan elit infanteri TNI yang memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk perang modern, anti-gerilya, dan perang berlarut. Raider merupakan prajurit kekuatan penindak di mana satu batalyon Raider setara tiga kali lipat kekuatan satu batalyon infanteri biasa di TNI Angkatan Darat. Latihan untuk menjadi anggota Raider dilakukan selama 6 bulan.
Setara kritik pelibatan Brimob dalam pelatihan Kopassus Setara Institute menilai permohonan yang diajukan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tentang pelibatan Brimob dalam pelatihan oleh Kopassus menunjukkan paradigma Polri belum berubah.

"Kopassus didesain untuk berperang sedangkan Brimob didesain untuk pengamanan. Beda cetakan ini juga menunjukkan secara tegas bahwa Polri bertugas menyelenggarakan keamanan dan TNI menjalankan tugas pertahanan," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, dalam keterangan tertulis, Senin.

Menurut Hendardi, Polri tampak tidak percaya diri dengan sistem pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki.

"Jika pola ini tidak berubah maka harapan menjadikan Polri sebagai polisi sipil akan semakin jauh. Reformasi Polri selama ini baru menyentuh aspek kelembagaan saja. Sedangkan reformasi pada tataran konseptual, cara pikir, dan kinerja masih sama dengan masa lalu," ujarnya.

Oleh sebab itu, ia pun menganjurkan agar Danjen Kopassus harus menolak permohonan Kapolri tersebut, agar prinsip-prinsip penyelanggaraan negara tetap sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan oleh Konstitusi dan perundang-undangan.

"Saya setuju dengan Kapuspen TNI Fuad Basya yang melalui media sudah menyatakan penolakannya," kata Hendardi.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengirim surat kepada Panglima TNI dengan tembusan KSAD, Irwasum Polri dan jajaran petinggi Polri bernomor B/3303/VII/2015 tertanggal 15 Juli 2015 perihal permohonan mengikutsertakan personel Korps Brimob Polri dalam Diklat Raider TNI AD.

Dalam surat itu, Kapolri meminta agar program latihan dan pendidikan raider dilakukan tahun anggaran 2015 dan 2016.

  detik | antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.