Selasa, 28 Juli 2015

Rumah Flying Fortress hingga Hercules...

Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh di Singosari, Malang, Jawa Timur, belum lama ini menjadi bahan perbincangan publik terkait musibah pesawat Hercules yang jatuh di Medan, Sumatera Utara. Maklum, Hercules itu bagian dari Skuadron 32 yang bermarkas di Abdulrachman Saleh.

Diam-diam, Lanud ini punya sejarah panjang dan kaitan unik dengan Amerika Serikat semasa Perang Dunia II hingga Operasi Mandala-Trikora pada 1960-an. Terutama saat Presiden John F Kennedy menyumbang armada pesawat transpor C-130 Hercules kepada presiden pertama RI, Ir Soekarno.

Pada awal Perang Dunia II di Pasifik, sekitar 1939, Lanud Singosari menjadi pusat operasi Skuadron Pengebom ketujuh (7th Bomb Group/BG) dari Far East Air Force yang semula berpangkalan di Filipina.

Sejarawan Gavan Daws dalam buku Prisoners of The Japanese menulis, semula mereka mendapat kode rahasia tempat penugasan di Asia, yakni PLUM yang mudah ditebak artinya, yakni Philippines, Luzon, Manila (Filipina, Pulau Luzon, kota Manila). Namun, karena invasi Jepang di Filipina menguat, pasukan itu berikut satuan udaranya dialihkan ke Brisbane, Australia, dan pada awal 1942 sudah berada di Pulau Jawa. Pada tahap awal skuadron di Lanud Singosari itu disiagakan 11 pesawat B-17 Flying Fortress.

 Lokasi strategis 

Satuan udara pengebom- pemburu dan artileri di Malang itu adalah bagian dari America, British, Dutch, and Australia (ABDA Command). Semula, sejarawan PC Boer dalam The Loss of Java menulis, US Army Air Force juga direncanakan tak hanya di Malang, tetapi juga di Pangkalan Udara Tjisaoek (Cisauk) Tangerang, berkekuatan dua Skuadron Tempur P-40 Warhawk.

Selama Januari-Februari 1942, dari Lanud Singosari dan Lanud Blimbing-Ngoro (Jombang), serangkaian penerbangan dilakukan untuk melawan Jepang dengan jumlah yang tidak seimbang karena besarnya armada Jepang.

"Lokasi lanud di Malang ini memang strategis karena berada di pegunungan dan luas sekali. Pesawat yang tinggal landas dari Malang langsung mencapai ketinggian yang bisa melindungi obyek vital di Kota Surabaya," kata Komandan Wing 2 Lanud Abdulrachman Saleh Kolonel (Pnb) M Arifin di Lanud Abdulrachman Saleh baru-baru ini.

Dalam buku History of The Second World War, The War Against Japan Volume I karya Mayor Jenderal S Woodburn Kirby tertera beragam pangkalan udara yang disiapkan ABDA di Jawa. Terlihat kawasan Malang dengan ketinggian 500-1.500 meter dari permukaan laut memang sangat strategis memayungi wilayah Surabaya. Terdapat pangkalan armada laut dan galangan kapal terbesar di dunia hingga Perang Dunia II (kini galangan PT PAL).

Pelabuhan Surabaya kala itu menjadi pusat Armada ABDA. Tercatat 220 pelaut Indonesia yang gugur sebagai pelaut Sekutu dalam Pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari dan 1 Maret 1942. Menurut sejarawan Pusat Sejarah Militer Belanda (NIMH) Anselm J van der Peet, Pertempuran Laut Jawa adalah salah satu pertempuran laut terlama dalam sejarah.

Ketiadaan "payung udara" yang signifikan melindungi Armada ABDA dari pangkalan terdekat di Malang (pertempuran tahap I di utara Surabaya arah Pulau Bawean) dan Batavia (tahap II di Teluk Banten) membuat ABDA takluk. Maklum, satuan udara di Lanud Singosari dan Lanud Blimbing yang kalah jumlah juga sudah kehilangan banyak personel dan pesawat.

Itulah makna penting inter-operabilitas kerja sama antara matra laut dan udara yang menurut Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam serah terima jabatan di Mabes TNI, Cilangkap, diprioritaskan demi penguatan pertahanan RI.

Meski kalah jumlah, para pilot Skuadron Pemburu Sementara 17, menurut salah seorang penerbangnya, Letnan Satu George E Kiser, membukukan 49 kemenangan (setelah dikonfirmasi dengan pihak Jepang) dan kehilangan 9 penerbang selama misi di Jawa Timur itu.

Setelah Jepang menduduki RI, Lanud Singosari menjadi bagian vital pertahanan Jawa. Pada salah satu ujung landasan pacu terdapat konstruksi jembatan yang dibangun Jepang dengan tulisan Kanji dan Latin bertuliskan Matsumura Butai (Batalyon Matsumura) bertarikh 15-06-2503 (Tahun Showa) atau 15 Juni 1943.

Menurut Komandan Lanud Abdulrachman Saleh, Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, setiap tahun pada waktu tertentu ada rombongan dari Jepang yang berziarah ke sana.

Pendudukan Jepang pun berakhir, Lanud Singosari berada di pangkuan RI, dan dinamai Lanud Abdulrachman Saleh, salah satu sesepuh TNI AU. Hadi Tjahjanto menjelaskan, lanud tersebut menjadi rumah beragam skuadron pengebom, intai, dan pemburu TNI AU.

"Sejak 1955 ada Skuadron Bomber B-25 Mitchell, B-26 Marauder, Skuadron Angkut dengan pesawat C-47 Dakota, Skuadron Buru Sergap dengan pesawat P-51 Mustang, Skuadron Intai dengan pesawat ringan Auster, Skuadron Intai Laut dengan pesawat PBY-Catalina dan Grumman Albatros. Selanjutnya, pada 1959 kita mengoperasikan pesawat angkut Antonov dan C-130 Hercules pertama kali dioperasikan dari Lanud Abdulrachman Saleh," kata Hadi.

Operasi penerjunan pasukan untuk merebut Irian Barat dilakukan para penerbang dari Skuadron Udara 32 yang mengoperasikan armada C-130 Hercules.

Selanjutnya, sejumlah meriam udara buatan AS, seperti F-86 Sabre dan OV-10 Bronco, juga pernah berpangkalan di Abdulrachman Saleh yang dulu dikenal sebagai Lanud Singosari.

  Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.