Selasa, 11 Agustus 2015

Perompak Selat Malaka sulit ditumpas

Padatnya lalu lintas laut di Selat Malaka sejak lampau telah memicu perompakan berkali-kali. Berkali-kali operasi digelar aparat, tetap saja para bajak laut itu beraksi.Dari segi ekonomi dan strategis, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia. Bahkan sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Bahkan secara tidak langsung menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. India, Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok.

Seperti terjadi belum lama ini. Sebuah komplotan perompak Selat Malaka menyandera kapal pengangkut minyak berbendera Singapura, MT Joaquim, dan menguras habis muatan minyak mentah sebanyak 2.900 ton. Para perompak kemudian menelantarkan kapal itu di perairan sebelah utara Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

"Perompakan terjadi terhadap Kapal MT Joaquim yang berlayar dari OPL Timur Sabah, Malaysia, menuju Pulau Langkawi," kata Komandan Pangkalan TNI AL Dumai, Kolonel Laut (P) Avianto Roswirawan, seperti dikutip dari Antara.

Avianto mengatakan, perompakan MT Joaquim terjadi pada Sabtu (8/8) sekitar pukul 20.00 WIB oleh orang tidak dikenal, pada posisi 02'34.00 Lintang Utara dan 101'26.20 Bujur Timur. Kapal itu mengangkut 2.900 ton minyak mentah jenis light crude oil (LCO) dengan awak delapan anak buah kapal (ABK).

Kejadian perompakan baru diketahui oleh pihak agen kapal itu setelah kapal hilang kontak dengan perusahaan sekitar pukul 21.30 WIB. Kemudian mereka melaporkan kejadian itu ke otoritas Malaysia.

Lanal Dumai mengetahui informasi perompakan itu pada Minggu (9/8) sekitar pukul 08.00 WIB, dan langsung melakukan pengejaran.

"Saya memerintahkan Pasintel Lanal Dumai menggunakan Patkamla Combat guna mencari dan menyisir indikasi dan dugaan larinya kapal perompak ke wilayah perairan Lanal Dumai," ujar Avianto.

Sementara itu, pihak Malaysia baru menerima laporan perompakan pada pukul 08.40 WIB, dan langsung melaksanakan pencarian menggunakan pesawat udara maritim Bombardier CL 415, milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

"Dalam pencarian tersebut kira-kira pada posisi 02 03 00 LU, 101 59 39 BT ditemukan kapal MT Joaquim dalam keadaan lego jangkar dan mesin mati tepatnya di perairan sebelah Utara Pulau Rupat Indonesia sekitar pukul 15.45 WIB," lanjut Avianto.

Dari keterangan ABK, ada sekitar 19 perompak mendatangi kapal itu menggunakan kapal pancung, dan langsung naik ke anjungan.

"Perompak terdiri dari lima orang tak dikenal naik ke anjungan, tiga di antaranya membawa pistol, satu orang membawa kampak, dan yang lainnya menggunakan parang. Sebagian dari mereka bertutup kepala, dan ada juga yang tidak pake tutup kepala," ucap Avianto.

Sementara itu, di ruang lain ada sembilan orang lainnya berada di ruangan ABK, ruang mesin, dan gudang dan sekitar lima orang berada di dek. Diperkirakan semua berjumlah 19 orang, dan melumpuhkan semua ABK dan mengikatnya di anjungan.

Motif perompakan adalah menguras habis muatan minyak LCO. Menurut dia, salah satu perompak memerintahkan kapten kapal untuk menggerakkan kapal ke posisi sudah ditentukan, sambil berbicara menggunakan radio memanggil kapal lain. Sampai di tempat yang dituju, sudah menunggu satu kapal tanker lain dan langsung merapat di lambung kiri MT Joaquim.

"Kapal lain merapat dan sambil tetap jalan dengan kecepatan sekitar lima knot, langsung menguras isi muatan kapal MT Joaquim. Isi muatan kapal tersebut dikuras sekitar 2.900 ton LCO," sambung Avianto.

Pemindahan isi muatan minyak berlangsung cukup lama hingga sekitar pukul 06.30 WIB pada Minggu (9/8) pagi. Setelah pemindahan selesai, seluruh ABK diikat dan dimasukkan ke dalam satu ruangan kontrol. Para ABK tidak mengetahui keberadaan mereka karena para perompak mengecat kaca jendela ruangan itu dengan warna hitam.

"Pada jam 07.15 WIB kapal perompak melepaskan diri dengan cara memutus tali-tali dan meninggalkan MT Joaquim dalam posisi lego jangkar. Sebelum meninggalkan kapal, para perompak sempat merusak mesin dan perlengkapan sehingga kapal tidak berfungsi," sambung Avianto.

Avianto mengaku telah mengantongi identitas kapal tanker digunakan perompak Selat Malaka menguras minyak mentah dari kapal berbendera Singapura, di perairan utara Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Dia mengatakan, identitas kapal perompak itu diketahui dari keterangan anak buah kapal MT Joaquim sempat disandera para perompak.

Salah satu anak buah kapal bernama Khairul, mengaku sempat melihat jelas nama kapal yang tertulis di lambung kapal perompak, saat diminta oleh para bandit itu membelokkan kapal ke perairan Rupat utara. Kapal tanker dipakai perompak, berdasarkan keterangan saksi, adalah MT Kharisma 9.

"Saat berjalan dari anjungan ke haluan, saudara Khairul sempat mengintip melihat nama kapal yang merompak kapalnya dan terbaca bernama MT Kharisma 9," kata Avianto.

Hingga kini keberadaan kapal perompak belum bisa diketahui. Seorang anak buah kapal mengalami luka berat akibat disiksa oleh perompak Selat Malaka. Menurut Avianto, ABK luka berat merupakan warga negara Singapura bernama Yun. Korban sudah dievakuasi menggunakan helikopter milik APMM Malaysia.

"Kerugian yang dialami dalam kejadian perompakan kapal itu adalah satu ABK mengalami luka-luka karena dipukuli oleh perompak," ucap Avianto.

Sekitar 50 ribu kapal melintasi Selat Malaka saban tahun. Mereka mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari minyak diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini. Jumlah itu diperkirakan mencapai lebih dari 11 juta barel minyak per hari. Jumlah dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari Tiongkok. Oleh karena lebar Selat Malaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, dia merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.

Semua faktor itu menyebabkan kawasan itu target empuk pembajakan dan kemungkinan terorisme. Pembajakan di Selat Malaka menjadi masalah sulit ditumpas. Padahal, Angkatan Laut Indonesia, Malaysia, dan Singapura sudah meningkatkan frekuensi patroli di kawasan itu. Perompakan di Selat Malaka merupakan sebuah sejarah panjang tak terselesaikan bagi para pemilik kapal, dan pelaut yang melintasi jalur laut sepanjang 900 kilometer di Asia Tenggara ini. Ketakutan akan munculnya aksi terorisme berasal dari kemungkinan sebuah kapal besar dibajak dan ditenggelamkan pada titik terdangkal di Selat Malaka. Kedalamannya hanya 25 meter pada suatu titik. Jika hal itu terjadi, sehingga maka akan menghalangi lajur pelayaran.

Lokasi geografis Selat Malaka juga menunjang buat kegiatan merompak. Terdapat ribuan pulau kecil di selat sempit ini. Selain itu, selat ini menjadi muara banyak sungai. Dua hal ini menjadikan Selat Malaka tempat cocok bagi para perompak bersembunyi dan kabur usai beraksi.

Menurut sejarah, menjadi perompak di Selat Malaka tidak hanya menguntungkan. Namun juga merupakan alat politik yang penting. Para penguasa di masa lalu mengandalkan para perompak buat mempertahankan wilayah kekuasaan. Salah satu contoh terjadi pada abad XIV di bawah pemerintahan seorang pangeran Palembang, Parameswara. Berkat bantuan segerombolan perompak, disebut suku Orang Laut, yang setia kepadanya, Parameswara berhasil melarikan diri dari kejaran utusan kerajaan Majapahit dan akhirnya dia mendirikan Kesultanan Malaka.

   merdeka  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.