Minggu, 09 Agustus 2015

★ PT Bimasena Segera Luncurkan Pesawat Tanpa Awak Senilai 24 Juta Yen

Ilustrasi UAV produksi Josaphat

Prestasi orang Indonesia di Jepang memang luar biasa. Salah satu bukti adalah Prof Dr Josaphat Tetuko Sri Sumantyo lulusan Universitas Chiba yang saat ini sebagai Full Profesor di sana dan memiliki sendiri laboratorium dengan nama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) di universitas tersebut. Kali ini kerja sama dengan PT Bimasena dengan dana 24 juta yen.

"Kita membuat pesawat tanpa awak (unmanned arial vehicle) atau UAV dengan Bimasena diperkirakan tahun ini bisa diluncurkan karena prototipnya selesai. UAV ini bisa untuk pemetaan bencana, hutan, monitoring wilayah dan sebagainya, bahkan bisa mengetahui adalanya illegal fishing," katanya khusus kepada Tribunnews.com, Selasa(4/8/2015).

Dengan menggabungkan antara Synthetic Apperture Radar (SAR) dan sistem traking otomatis Automatic Identification System (AIS) maka siapa pun bisa melihat adanya sebuah kapal itu benar atau tidak. Kalau kapal tak kelihatan AIS nya maka itu kapal ilegal. Atau kapal yang kode AIS nya beda tentu itu juga kapal ilegal.

Teknologi radar, UAV tersebut dibuatnya sendiri, sehingga tahun 1995 Josaphat telah berhasil membuat radar bawah tanah ciptaannya sendiri dan meluncurkan pesawat tanpa awak, yang kini disebut (populer) dengan nama Drone.

"UAV ini saya buat sendiri. Tentu diajarkan pula penggunanya nanti segala hal mengenai safetynya bagaimana mengoperasikan mengolah citra radar dan aplikasinya. Kalau jatuh ya repot juga. Satu unit UAV 20 juta yen untuk pengembangan, kalau kini 10 juta yen untuk cetak ulangnya," jelasnya lagi.

Pesawat tanpa awak Josaphat ini bisa mengarungi wilayah sejauh 700 kilometer atau antara Jakarta-Surabaya dengan ketinggian sekitar 7 kilometer sehingga bisa mengabadikan foto dunia yang bulat.

"Kalau UAV saat ini butuh lepas landas sekitar satu kilometer. Nantinya, masih dikembangkan dengan dana Bimasena pula, bisa lepas landas vertikal," tambahnya.

Teknologi yang ditemukan dan digunakannya sendiri juga dimanfaatkan oleh TNI Angkatan Darat dan Angkatan Udara Indonesia.

Selain itu jaringan Josaphat yang menggunakan teknologinya juga Nihon Musen yang akan melakukan test flight di Indonesia dalam bulan Agustus ini. Lalu juga JAXA badan antariksa luar angkasa Jepang juga menggunakan teknologinya, Wheaternews Inc.

Untuk cuaca dengan biaya pengembangan 3 tahun lalu 100 juta yen, Universitas Hokkaido, serta Universitas Kyushu juga menggunakan teknologi anak bangsa ini yang berdomisili di Chiba Jepang dan Bandung Indonesia dan kini memiliki 10 staf serta murid-murid didiknya di Universitas Chiba.

  ♖ Tribunnews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.