Rabu, 02 September 2015

Kasus Perompakan di Selat Malaka

Itu Skenario Pemain Minyak Kelas AtasPanglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI A. Taufiq R., melaksanakan konferensi pers tentang terungkapnya kasus perompakan kapal MT Orkim Harmony dan MT Mascott II, bertempat di Markas Komando Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam, Kepulauan Riau, Selasa (1/9).

Dalam keterangan persnya, Pangarmabar menjelaskan bahwa pada hari Kamis tanggal 27 Agustus 2015, sekitar pukul 14.00 WIB, Tim Gabungan Western Fleet Quick Response (WFQR) telah berhasil menangkap AJ yang merupakan DPO kasus perompakan MT Orkim Harmony, di sebuah apartemen di Jakarta. “Penangkapan ini hasil kerja keras Koarmabar dengan ujung tombaknya WFQR” jelas Pangarmabar.

Lebih lanjut, Pangarmabar menjelaskan bahwa hasil sementara dari keterangan yang diberikan oleh yang bersangkutan adalah adanya peran sentral dari seorang WN Asing yang berdomisili di Thailand yaitu ST alias AV pada kasus MT Orkim Harmony. Yang bersangkutan mengaku sebagai owner kapal TB AA Sembilan/Malabo dan pemberi dana operasional kepada pelaku di lapangan, serta memberi perintah untuk mengambil minyak MGO dari kapal tanker yang tidak memiliki manifest muatan. Yang bersangkutan mengaku sudah 4 kali melaksanakan skenario perompakan di antaranya MT Everton tahun 2012 dan Danai-2 di tahun yang sama, serta dua kapal tanker Vietnam.

Modus perompakan minyak (siphoning) ada dua, skenario pertama yaitu perompakan dengan pengambilan muatan sudah diskenariokan dari awal oleh buyer, broker, crew kapal dan para pelaku. Biasanya skenario disusun di negara tetangga. Sedangkan skenario kedua yaitu atas permintaan berkaitan dengan persaingan bisnis dan asuransi. Untuk persaingan bisnis, para pemain level atas bersaing satu sama lain, meminta para pelaku atau tersangka dari Indonesia untuk merompak saingan mereka yang menyebabkan kerugian finansial dan berdampak pada kebangkrutan sehingga mereka mendapatkan keuntungan lebih dari hilangnya pesaing. Sementara itu, untuk asuransi yaitu perusahaan asing yang mempunyai muatan meminta untuk dirompak agar mendapat hasil dua kali lipat, dari claim asuransi dan dari hasil penjualan minyak ke blackmarket yang terdapat di Western Outer Port Limit (WOPL) dan East Outer Port Limit (EOPL).

Dengan demikian 95% kasus perompakan dengan pengambilan muatan merupakan skenario dari para pemain minyak tingkat atas yang notabene berasal dari luar Indonesia” kata Pangarmabar.

Sementara itu, berkaitan dengan tertangkapnya JJ dan LS yang diduga terkait kasus MT Mascott II yang ditangkap KRI Silas Papare-386 pada tanggal 12 Agustus 2015 di Perairan Natuna, Pangarmabar menjelaskan bahwa pada hari Kamis tanggal 27 Agustus 2015, sekitar pukul 16.00 WIB Tim Gabungan WFQR telah berhasil menangkap JJ dan LS di wilayah Nagoya Hill, Batam. “Penangkapan ini juga hasil kerja keras Koarmabar dengan ujung tombaknya WFQR” ungkap Pangarmabar.

Hasil pemeriksaan sementara di Lanal Batam ditemukan bukti-bukti awal terhadap adanya tindak pidana pelayaran dan pengangkutan BBM tanpa dilengkapi dokumen yang sah, yang dilakukan oleh JJ dan LS. Selanjutnya kedua orang tersebut dibawa ke Lanal Ranai untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Saya sebagai Panglima Armada Barat akan tetap memberikan perhatian penuh terhadap keamanan maritim khususnya di Selat Malaka, Selat Philips dan perairan Natuna, sambil kita mencari solusi yang akan kita bicarakan di antara keempat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura” pungkas Pangarmabar saat mengakhiri konferensi persnya.
Selat Malaka Masih ‘Hot Spot’ Kejahatan MaritimKawasan perairan Asia Tenggara, terutama selat Malaka dan selat Singapura, merupakan kawasan paling rawan kejahatan maritim di dunia. Menurut IMB (International Maritime Bureau), tercatat 79 kejadian dalam enam bulan pertama tahun 2015 ini. Jumlah tertinggi sejak 2008. Kedua selat ini adalah ‘choke point’ paling sibuk dunia.

Sementara ReCAAP (Regional Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships) melaporkan terjadi serangan di perairan Indonesia pada dua hari yang lalu. Minggu lalu, dilaporkan ada tujuh kapal yang mengalami percobaan perompakan.

Kami merekomendasikan tingkat kewaspadaan yang tinggi kepada armada kapal kami saat berlayar melewati kedua selat tersebut”. Ujar Michael Storgaard dari Maersk Line, perusahaan pelayaran terbesar di dunia asal Denmark. Salah satu kapal Kontainer milik Maersk Line, bernama Maersk Lebu, minggu lalu mengalami serangan di kawasan tersebut.

Namun, walau terhitung banyak, jenis kejahatan di kawasan Asia Tenggara tergolong lebih ringan jika dibanding jenis kejahatan di perairan Somalia, yang kerap menyerang kapal yang lebih besar, menggunakan senjata yang lebih berat dan sering disertai penculikan ABK. [AN]

   JMOL  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.