Rabu, 16 September 2015

Sekilas Berita Sandera WNI di PNG

Pemerintah Tolak Barter Sandera WNI, Siapkan Deretan Skenario https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCZwOq-3GtDQLFjlk8x98WNg6L0znMR9pJaYops289z8TF07RmVURBz_ogYXgwTjtMeT5OC6vKscJPWILt-t25dsjcZNIQM4_DafI9YC0iy96-2uNBhU6vV9RbrS_uDh2Jm6U9zHohmo4/s1600/KOMODO+-+GM.gifPetugas berjaga di dekat perbatasan RI-Papua Nugini di Papua. (ANTARA/Hafidz Mubarak A.)

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan pemerintah Republik Indonesia tak membahas soal barter dalam upaya pembebasan dua warga negara Indonesia yang saat ini disandera Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Tidak ada barter. Kami akan coba melakukan upaya-upaya lain karena saudara-saudara yang diculik ini adalah sipil yang tidak tahu apa-apa. Jadi tidak ada barter, dan tidak ada tuntutan-tuntutan lain (yang dipenuhi),” kata Retno setibanya di Jakarta, semalam, dari kunjungan kerja ke Timur Tengah mendampingi Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik menyatakan para penyandera meminta agar kedua WNI ditukar dengan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom karena terlibat kasus ganja.

Dua WNI yang disandera, Sudirman dan Badar, merupakan penebang kayu yang bekerja pada perusahaan penebangan kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Mereka diserang saat sedang bekerja mengolah kayu di Keerom, kemudian dibawa ke Vanimo, Papua Nugini, dan hingga kini ditawan di sana.

Retno mengatakan terus memantau upaya pembebasan sandera dari waktu ke waktu. Ia akan melihat perkembangan terbaru dari Papua Nugini hari ini, Rabu (16/9). Namun apapun perkembangannya, pemerintah RI telah menyiagakan pasukan untuk membantu operasi pembebasan.

Saat ini pemerintah RI berkoordinasi erat dengan otoritas Papua Nugini. “Saya telah melakukan pembicaraan telepon dengan Menlu PNG membahas pembebasan sandera, dan mendapatkan dukungan sangat baik dari pemerintah PNG,” kata Retno.

Pemerintah RI, juga Perdana Menteri Papua Nugini Peter O’Neill, telah mengirim utusan khusus ke Vanimo untuk bicara soal pembebasan sandera.

Kami mempersiapkan segala kemungkinan, dan membahas skenario-skenario itu dengan pemerintah PNG. Kemungkinannya banyak,” kata Retno.

Menurut Retno, saat ini ia tak bisa mengatakan upaya pembebasan sandera mengarah ke mana. Namun pemerintah RI berusaha seoptimal mungkin untuk membebaskan dua warganya dari tawanan OPM.

Retno menegaskan, pemerintah RI mengutuk keras penyanderaan terhadap warganya, dan tak memberikan toleransi atas tindakan semacam itu.

Sementara itu, Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw menyatakan militer Papua Nugini saat ini telah menghimpun kekuatan besar dari ibu kotanya, Port Moresby, untuk dikirim ke Vanimo dalam rangka operas pembebasan sandera. (agk)
Bebaskan Sandera OPM, Luhut Siapkan Skenario Terburuk http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/08/18/dd88b976-2326-4365-9dc3-37c35b18663a_169.jpg?w=650Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan (kanan). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah Republik Indonesia telah menyiapkan berbagai strategi untuk membebaskan dua warga negara Indonesia yang disandera Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Tadi malam sudah saya laporkan kepada Presiden langkah-langkah yang bisa kami lakukan, sampai yang paling buruk. Sudah kami persiapkan,” kata Luhut ketika menghadiri The Indonesian Navy 2nd International Maritime Security Symposium di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (16/9). Luhut tak bicara detail soal strategi tersebut karena terkait operasi di lapangan. Namun ia menegaskan, kedaulatan Republik Indonesia akan dipertahankan. RI pun tak akan melakukan barter tahanan dengan OPM.

Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter,” kata mantan Kepala Staf Presiden itu.

Soal tuntutan OPM untuk melakukan barter tahanan itu sebelumnya dikemukakan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik. Ia menyebut para penyandera meminta agar kedua WNI ditukar dengan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom, Papua, karena terlibat kasus ganja.

Dua WNI yang disandera, Sudirman dan Badar, merupakan penebang kayu yang bekerja pada perusahaan penebangan kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Mereka diserang saat sedang bekerja mengolah kayu di Keerom, kemudian dibawa ke Vanimo, Papua Nugini, dan hingga kini ditawan di sana. (agk)
Luhut Gelar Rapat dengan Panglima TNI-Kapolri http://images.cnnindonesia.com/visual/2015/08/18/71338946-68af-4fd0-8c82-e8c75cfdd4a6_169.jpg?w=650Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan memimpin rapat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Sejumlah pejabat tinggi negara mendatangi Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Rabu (16/9). Di antara mereka ialah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Mereka menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan terkait penyanderaan dua warga negara Indonesia oleh Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Hingga saat ini nasib kedua sandera OPM itu belum jelas. Kabar terakhir menyebut negosiasi telah dilakukan dengan pemerintah Papua Nugini bertindak sebagai mediator. Namun belakangan pemerintah RI menyebut tak ada kompromi dengan penyandera.

Ya, bicara OPM,” ujar Mendagri singkat. Dia, Panglima TNI, dan Kapolri langsung masuk ke Kemenkopolhukam.

Pagi tadi saat menghadiri The Indonesian Navy 2nd International Maritime Security Symposium di Hotel Borobudur, Jakarta, Luhut kembali menegaskan tak bakal melakukan barter dengan pihak penyandera.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik mengatakan para penyandera meminta agar dua WNI ditukar dengan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom, Papua, karena terlibat kasus ganja.

Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter,” kata Luhut yang dahulu lama menghabiskan karier militernya di Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanudin berharap pemerintah RI tak tunduk pada tuntutan OPM meski negosiasi mandek. "Sebaiknya serahkan kepada pemerintah Papua Nugini untuk mengatasinya. Kalau tidak bisa, kita minta izin masuk untuk menyerbu," ujar Hasanudin.

Lulusan Akademi Militer berpangkat Mayor Jenderal TNI itu menganggap permintaan izin menyerbu amat mungkin direalisasikan.

Dia mencontohkan dan membandingkan kasus saat ini dengan upaya pembebasan sandera pembajakan pesawat Garuda di Thailand dalam Operasi Woyla tahun 1981.

"Kita tidak butuh perjanjian untuk membebaskan sandera. Kewajiban PNG adalah melindungi warga negara asing di wilayah teritorinya. Kalau tak mampu ya wajib bekerja sama," ujar Hasanudin.

Saat ini TNI telah menyiagakan pasukan dari berbagai kesatuan, mulai dari Kopassus, Paskhas, Denjaka, dan Denbravo, untuk membantu operasi pembebasan sandera bila izin turun dari pemerintah PNG.

Kopassus atau Komando Pasukan Khusus ialah bagian dari komando utama tempur milik TNI Angkatan Darat yang punya kemampuan antiteror, Denjaka atau Detasemen Jala Mengkara ialah satuan antiteror TNI Angkatan Laut, sedangkan Denbravo Kopaskhas atau Korps Pasukan Khas ialah satuan elite TNI Angkatan Udara setara Kopassus. Satuan-satuan ini merupakan yang terbaik yang dimiliki TNI. (agk)
RI Bagi Informasi Intelijen ke PNG untuk Bebaskan Sanderahttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCZwOq-3GtDQLFjlk8x98WNg6L0znMR9pJaYops289z8TF07RmVURBz_ogYXgwTjtMeT5OC6vKscJPWILt-t25dsjcZNIQM4_DafI9YC0iy96-2uNBhU6vV9RbrS_uDh2Jm6U9zHohmo4/s1600/KOMODO+-+GM.gifIlustrasi. (ANTARA/Basri Marzuki)

Pemerintah Republik Indonesia mempercayakan operasi pembebasan dua warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata di Papua Nugini kepada pemerintah Papua Nugini yang memiliki otoritas di wilayah tersebut.

Hubungan bilateral RI dengan PNG sangat baik. Oleh karena itu kami menghormati langkah-langkah yang sedang dikerjakan pemerintah PNG. Semua informasi intelijen kami bagi (kepada pemerintah PNG), tapi tidak bisa kami buka ke publik,” kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (16/9).

Luhut baru saja menggelar rapat dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo soal penyanderaan dua WNI itu. Mereka masih menanti perkembangan dari Papua Nugini.

Kami menunggu satu-dua jam ini apa yang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah PNG,” ujar Luhut.

Ia menegaskan pemerintah Indonesia siap menempuh langkah apapun untuk membebaskan sandera, namun tetap berkoordinasi dengan pemerintah Papua Nugini.

Luhut menyebut penyandera dua WNI itu sebagai “Kriminal bersenjata.” Ia pun mengaku tak tahu apa tuntutan kelompok itu.

Saat ditanya kapan dua WNI itu akan dibebaskan, Luhut kembali mengatakan “Tunggu satu-dua jam ke depan.

Luhut membenarkan keterangan Tentara Nasional Indonesia yang menyebut kelompok penyandera merupakan buron Kepolisian.

Laporan terakhir yang kami dapat, mereka pernah menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) dari Timika,” kata menteri yang lama berkarier di militer itu.

Dua WNI yang disandera, Sudirman dan Badar, merupakan penebang kayu yang bekerja pada perusahaan penebangan kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Mereka diserang saat sedang bekerja mengolah kayu di Keerom, kemudian dibawa ke Vanimo, Papua Nugini, dan hingga kini ditawan di sana.

Menurut Luhut, keduanya saat ini dalam kondisi baik dan pemerintah RI serta Papua Nugini terus berupaya membebaskan mereka. (agk)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.