Selasa, 27 Oktober 2015

Kami Tak Mungkin Kembali ke Orde Baru

Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Mohamad Sabrar Fadilah, mengatakan institusinya tidak akan mundur ke masa lalu dengan mengembalikan dan menjalankan konsep militer yang dianut rezim Orde Baru.

Menurutnya, seluruh tindakan TNI AD saat ini merupakan upaya mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

"Yakinlah, TNI AD sudah dewasa dan tidak akan kembali ke masa lalu. Kami sudah mereformasi diri," ujarnya kepada CNN Indonesia, Senin (26/10).

Pernyataan Fadilah tersebut merupakan jawaban atas kekhawatiran sejumlah kelompok masyarakat sipil. Munculnya sebuah draf peraturan presiden tentang susunan organisasi TNI melatarbelakangi kecurigaan tentang potensi kembalinya rezim Orde Baru di tubuh lembaga militer negara itu.

Fadilah menyebut, kekhawatiran kelompok masyarakat sipil adalah suatu hal yang wajar. Menurutnya, penilaian dan pendapat lembaga non-pemerintah seperti itu diperlukan dalam kehidupan demokrasi sebuah negara.

Mengutip perkataan Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Mulyono, Fadilah memaparkan TNI AD telah menyelesaikan amanat reformasi. Secara umum, TNI saat ini sudah tidak lagi memegang peran pembinaan sosial politik seperti di era Orde Baru.

"Banyak lembaga internal yang sudah dihilangkan. Sospol misalnya sudah dihapus," kata Fadilah. Dahulu, peran pembinaan sospol dipegang seorang kepala staf sosial dan politik.

Nama Susilo Bambang Yudhoyono tercatat sebagai salah satu perwira tinggi yang pernah menduduki jabatan itu.

Sementara itu terkait fungsi pembinaan teritorial, Fadilah mengatakan pengerahan tentara ke wilayah-wilayah merupakan upaya TNI membantu pemerintah membangun negara.

"Negara kita luas, tidak seperti negara yang bukan negara kepulauan. Ancaman-ancaman mudah masuk, misalnya ancaman ideologi, keamanan bahkan narkotika yang sudah menjadi persoalan nasional. Tidak ada niat lain, selain ingin ikut menyukseskan pembangunan nasional," katanya.

Pekan lalu, sejumlah kelompok masyarakat sipil menentang sebuah draft peraturan presiden yang mengatur tentang susunan organisasi Tentara Nasional Indonesia. Mereka menyatakan, dokumen tersebut mengancam demokrasi karena hendak mengembalikan peran militer pada rezim Orde Baru.

Tiga hal yang mereka perhatikan adalah penambahan peran TNI sebagai alat keamanan negara, pelaksanaan pemberdayaan wilayah melalui pembinaan teritorial serta pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogubwilhan).

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djaffar menilai, secara formalitas draft perpres tersebut tidak mungkin disahkan karena menabrak aturan peraturan undang-undang di atasnya, seperti Undang-Undang Pertahanan, UU TNI bahkan UUD 1945.

"Aneh jika rancangan perpres digunakan untuk menabrak konstitusi. Logika hukum mana yang akan digunakan? Aturan konstitusi hanya bisa diubah melalui proses amandemen, bukan melalui perpres," ucapnya.

Wahyudi mengatakan, jika perancang draft perpres susunan organisasi TNI mengikuti alur pembuatan perpres yang benar, maka Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan HAM pasti menolak mengajukan draft tersebut.

  ♔ CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.