Rabu, 07 Oktober 2015

Kisah Relawan Indonesia di Suriah

Perjalanan Relawan Indonesia Antarkan Rp 22 M ke SuriahFathi Attamimi dan Said Anshar, relawan Indonesia di depan lokasi pembangunan pesantren di Latakia, Suriah, atas dana dari masyarakat Indonesia. (Dok. Misi Medis Suriah)

Seorang relawan asal Indonesia berhasil mengumpulkan dana sumbangan sekitar US$ 1,6 juta atau lebih dari Rp 22,7 miliar dalam dua tahun untuk warga Suriah yang menderita akibat konflik. Bantuan ini diantarkannya sendiri ke tengah medan perang di Suriah.

Adalah Fathi Nasrullah Attamimi, pria kelahiran 3 Juni 1984 yang menggagas donasi masyarakat Indonesia untuk Suriah. Bersama dengan kawan-kawannya, dia bekerja keras mengumpulkan dana itu sejak tahun 2013. Saat ini, Fathi dan dua orang relawan dari lembaga Misi Medis Suriah, MMS, yang dibentuknya sedang berada di provinsi Latakia, timur Suriah, membagikan dana bantuan masyarakat Indonesia berupa uang dan hewan kurban.

"Dana yang sudah dikumpulkan jika dalam kurs dolar, sejak Agustus 2013 sampai hari ini sekitar US$ 1,6 juta. Perolehan dana tiga bulan terakhir Alhamdulillah sekitar US$ 250 ribu (Rp 3,5 miliar)," kata Fathi dalam wawancara khusus dengan CNN Indonesia, Selasa (6/10).

Setiap Idul Adha sejak tiga tahun terakhir, Fathi dan kawan-kawannya menyalurkan hewan kurban dari masyarakat Indonesia untuk Suriah. Tahun ini, ada 220 domba dan 1 sapi senilai US$ 45 ribu (Rp 640 juta) yang disalurkan oleh MMS. "Alhamdulillah tahun kemarin jumlah domba yang muslim Indonesia salurkan melalui MMS, terbanyak nomor dua di seluruh pesisir Latakia," ujar ayah satu anak ini.

Dana yang terkumpul dari donatur di Indonesia digunakan Fathi untuk menyambung hidup warga di beberapa tempat Suriah. Contohnya, MMS rutin memberikan subsidi ke dua pabrik roti - di Latakia sebesar US$ 12 ribu per bulan dan Idlib sekitar US$ 3 ribu per bulan. Pabrik roti ini sangat penting bagi kebutuhan pangan warga Suriah di wilayah konflik.

"Roti dari Muslim Indonesia, sekali produksi 14 ribu lembar, cukup untuk sekitar 3.500-an warga dan dibagikan setiap dua hari," lanjut anak pertama dari 17 bersaudara ini.
MMS menyalurkan dana untuk mensubsidi pabrik roti di Suriah. (Dok. Facebook Misi Medis Suriah)

Selain itu, berbagai proyek lainnya digarap oleh MMS dari dana masyarakat Indonesia. Di antaranya adalah pembangunan jalan yang aman di wilayah perbukitan, pembagian busana Muslim bagi guru dan murid, santunan korban luka dan janda akibat perang, pembuatan sanitasi di pengungsian, serta mengadakan lomba hafalan Al-Quran dan Hadits. MMS juga membuat berbagai permainan anak-anak untuk sekadar membuat mereka melupakan pedihnya perang.

"Sekarang sedang berjalan pembangunan pesantren Indonesia di Suriah," lanjut Fathi.

Salah seorang relawan yang bersama Fathi, Said Anshar, datang ke Suriah dengan biaya sendiri. Bahkan Said merogoh kocek US$ 10 ribu untuk membeli tanah di Latakia bagi pembangunan pesantren. Seorang relawan lainnya adalah dokter asal Indonesia yang kini ditugaskan di rumah sakit darurat.

"Semua yang terjadi hanya kehendak Allah dan semua yang di dunia hanya sesaat. Yang kita keluarkan untuk akhirat-lah yang abadi. Doakan kami agar bisa amanah dan istiqomah," kata Said kepada CNN Indonesia.

 Bergerak sendiri 

Gerakan donasi yang digagas Fathi awalnya dimulai pada tiga bulan pertama awal mula revolusi Suriah dimulai pada 2011. Saat itu dia mengirim surat ke puluhan lembaga, namun tidak selalu ditolak dengan berbagai alasan.

"Ada yang alasannya menunggu fatwa ulama, ada yang alasannya itu soal politik dalam negeri, ada yang alasannya jangan terlibat perang sektarian antar Muslim, ada yang alasannya lembaganya tidak cukup besar buat kerja bantuan internasional, ada pula yang malah terang-terangan mendukung rezim membantai pemberontak," kata Fathi.

Akhirnya, dia bergerak secara mandiri bersama kawan-kawannya, dan terkumpullah Rp 20 juta. Uang ini dititipkan ke lembaga kemanusiaan Turki, IHH. Fathi saat itu untuk pertama kalinya ke Suriah untuk menyambangi beberapa kota, melakukan survei kebutuhan warga.

"Saya mewawancarai puluhan warga Suriah, merekam nada dan kegetiran mereka, menyimak hasil-hasil perang pada jasmani dan rohaninya, juga mengalami sendiri berbagai hal-hal yang biasa di medan perang, seperti ditembaki, dibom, kehilangan kawan seperjalanan, diinterogasi, dan segala haru biru lainnya. Hasil dari perjalanan itu saya tulis setiap harinya pada akun Facebook saya ini," terang Fathi.

 Kampanye Facebook 
Salah seorang relawan MMS di Suriah. (Dok. Akun Facebook Misi Medis Suriah)

Pulang dari Suriah, pria yang mengaku tidak memiliki ijazah pendidikan formal ini "bergerilya" mengumpulkan sumbangan. Mulai dari menyambangi warga kaya hingga tokoh masyarakat. Barulah pada 2013, Fathi melakukan kampanye online di media sosial dengan melancarkan Misi Medis Suriah. Dia memutuskan untuk jalan sendiri tanpa lembaga yang menaungi.

"Hitungan saya gampang : Kalau sukses ya lanjut, Kalau gagal ya bubar. Tidak perlu banyak orang terlibat, tidak perlu segala rapat, segala birokrasi. Malah saya tidak perlu tanya siapa pun. Lha, cuma saya sendirian yang kerja," lanjut dia.

Berbekal nomor rekening adiknya, Ikrimah, Fathi mengumpulkan donasi dengan kalimat pertamanya di Facebook: "Saya pernah ke Suriah dan berniat menggalang bantuan bagi muslim di sana. Saya membuka donasi pada rekening di bawah ini. Kalau terkumpul 100 juta dalam maksimal empat bulan, Insya Allah saya bisa berangkatkan dua dokter membawa obat-obatan ke Suriah. Mereka akan bertugas satu bulan di sana. Kalau sampai empat bulan belum terkumpul, seluruh dana berapa pun saya kirim untuk bantuan di sana. Percaya silakan transfer, tidak percaya tidak usah mencela."

Sejak saat itu, setiap hari dia menuliskan pengalamannya di Suriah, sambil menyisipkan nomor rekening Ikrimah. Hasilnya luar biasa, dalam tiga bulan saja telah terkumpul Rp 1,5 miliar.

"Pada tiga bulan pertama kampanye, tanpa legalitas formal yayasan, tanpa tetek bengek segala macam, rekening pribadi, bukan resmi lembaga, dan saya bukan tokoh, apalagi terkenal, Alhamdulillah terkumpul Rp 1,5 miliar, semuanya karunia Allah," ujar Fathi.

Fathi telah tiga kali menyambangi Suriah untuk menyalurkan bantuan, yaitu tahun 2012, 2013 dan 2015. Dialaminya pahit getir peperangan, termasuk dihujani bom dan peluru. Dia kehilangan sahabat-sahabat yang dikenalnya di Suriah akibat pembunuhan rezim Bashar al-Assad.

Setahun lalu, akhirnya Fathi mendirikan yayasan dengan legalitas formal bernama Misi Medis Sosial dan Kemanusiaan. Namun sampai hari ini tidak ada pengurus aktifnya dan pengumpulan dana 99 persen dengan Facebook Misi Medis Suriah serta masih menggunakan rekening Ikrimah.

Bantuan masyarakat Indonesia tidak hanya ditransfer melalui rekening, tapi juga ada yang langsung diberikan. Tidak hanya uang, Fathi mengatakan, ada yang memberikan mobil, laptop, baju, emas, motor, sepatu hingga kamera.

"Visi kami sederhana, menjadi perpanjangan tangan bagi mereka yang mau berbuat baik. Sedangkan misinya menjadi lembaga bantuan yang tepat sasaran, militan, efektif, ramping, beroperasi secara internasional dan efisien," ujar Fathi. (stu)
Dikepung ISIS di SuriahIlustrasi (Reuters/Mahmoud Hebbo)

Perjalanan mengantarkan bantuan dari Indonesia untuk warga Suriah yang menderita akibat konflik penuh rintangan berbahaya.

Relawan dari Misi Medis Suriah, Fathi Nasrullah Attamimi, mengatakan rombongan dari Indonesia sempat terkepung ISIS saat hendak menyalurkan bantuan berupa tujuh buah mobil ambulans yang dibeli dari NGO Inggris di Turki.

Dalam wawancara khusus lewat pesan instan dengan CNN Indonesia Selasa (6/10), Fathi mengatakan peristiwa itu terjadi pada Januari 2014, saat awal ISIS memberontak dari faksi perlawanan terhadap rezim Bashar al-Assad.

"Kami dikepung dan dikirim bom mobil di Babul Hawa. Padahal dua hari sebelumnya kami masih bertukar buah apel di pos pemeriksaan ISIS," kata Fathi yang saat ini masih berada di Latakia mengantarkan bantuan.

Dia mengatakan, saat itu kondisi baru mulai memanas karena perpecahan faksi tempur di Suriah, terutama usai ISIS menyatakan kekhilafahan dan menuntut kelompok lainnya berbaiat pada Abu Bakar Al-Baghdadi. Pejuang Suriah mengaku jengah dengan sikap ISIS yang mudah mengkafirkan. Hal ini dikeluhkan bahkan oleh Jabhat al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaidah kepada Fathi.

Baku tembak terjadi antara ISIS dengan para kelompok pejuang lainnya. Fathi dan rombongan MMS terjebak di dalam bangunan tempat mereka menginap selama tiga hari sebelum rival ISIS, Ahrur Syam, mengawal mereka.

"Kami dengar kabar ISIS menyerang seluruh mujahidin lainnya menuntut baiat. Tembok gedung yang kami tempati jebol dihantam peluru besar kaliber 23 mm," ujar Fathi.

 Diberondong tembakan 

Hal yang sama dialami oleh relawan MMS lainnya, Ihsanul Faruqi, yang pernah menghabiskan satu tahun menyalurkan bantuan di beberapa kota di Suriah. Saat itu Januari 2014, Ihsan tengah menyalurkan bantuan MMS di Jabal Durin, Latakia.

Ketika itu, kata pria 28 tahun ini, beberapa kelompok perlawanan tengah berkumpul, termasuk dari kubu ISIS. Di beberapa wilayah memang sudah mulai bentrok, namun di tempat Ihsan masih tenang.

"Di tempat kita belum begitu nampak. Tapi ketika sedang duduk-duduk, anggota ISIS mengokang AK-nya. Kami semua kaget. Dia membentak 'aku akan bunuh kalian, kalian murtad' teman yang lain berteriak 'jangan, jangan, kita saudara!'" kisah Ihsan, yang kini sudah berada di tanah air, kepada CNN Indonesia, Rabu (7/10).
Perjalanan relawan asal Indonesia dari Misi Medis Suriah ke wilayah konflik di Suriah. (Dok. Misi Medis Suriah)

Namun anggota ISIS itu tidak peduli dan memberondong mereka dengan tembakan.

"Si ISIS tidak peduli dan mulailah dia menembak acak. Kami kocar-kacir menyelamatkan diri, untung tidak ada yang kena. Cuma teman saya terluka karena terpeleset membentur batu. Kamera kita yang retak jadi korban," kata Ihsan.

Usai kejadian itu, seluruh anggota ISIS di tempat tersebut diusir keluar.

Misi Medis Suriah yang telah mengumpulkan dana masyarakat Indonesia sejak tahun 2013 telah menyalurkan sekitar US$ 1,6 juta atau lebih dari Rp 22,7 miliar kepada rakyat Suriah.

Berada di tengah pertempuran ISIS hanya satu dari banyak pengalaman mereka di medan perang. Tidak jarang, mereka berada di situasi menakutkan antara hidup dan mati.

"Digebuk tank, dijatuhi bom, dirudal MiG, diberondong tembakan," kata Ihsan.

"Paling berkesan pada Agustus 2012, ketika salat Jum'at di masjid darurat tanpa tembok, cuma tiang-tiang bangunan dan atap. Lalu hujan ratusan mortir serta ledakan dari tank baja turun di kiri kanan masjid sepanjang khotbah dan salat," kata Fathi menceritakan kejadian di Jabal Akrad, pesisir Latakia.

 Kehilangan Sahabat 
Relawan Misi Medis Suriah, Ihsanul Faruqi (bersarung), di tengah masyarakat Idlib, Suriah. (Dok. Ihsanul Faruqi)

Perang adalah soal perjuangan dan pengorbanan. Kehilangan orang tercinta menjadi santapan sehari-hari, termasuk bagi para relawan MMS yang menjalin persaudaraan dengan warga Suriah.

Fathi mengaku kehilangan sekitar 30-an sahabatnya di Suriah. Salah satunya yang paling dikenangnya adalah seorang pejuang yang diberinya kenang-kenangan jam G-Shock kesayangannya.

"Saya kasih seorang mujahidin jam G-Shock kesayangan. Seminggu kemudian beliau syahid. Saya dikirimi foto jenazahnya tepat ketika tertembak, sedang tersenyum dan memakai jam saya itu," ujar Fathi.

"Kematian bukan perkara mudah, bahkan bagi mereka yang cuma sesaat mengenal. Di medan perang, segalanya berlangsung romantis dalam berbagai jenisnya. Nyawa-nyawa kami seolah digantung bersama, satu putus semua putus," lanjut Fathi.

Ihsan juga kehilangan seorang sahabatnya dari Suriah, Muhammad, yang mendampingi mereka selama misi di negara itu.

"Terngiang jelas perkataannya kepada saya, 'Aba zubair, semoga Allah mengumpulkan kita di Surga. Menganugerahkan kita kesyahidan di jalan Allah.' Dia mendapatkan keinginannya, sebuah mortir menghantam, dia bersama lima orang gugur di tempat," ujar Ihsan. (stu)
Kalau Mati Ya MatiPermainan anak-anak di Suriah yang dibangun oleh donasi dari Indonesia melalui MMS. (Dok. Facebook Misi Medis Suriah)

Relawan Indonesia masuk dan menyalurkan bantuan secara langsung ke wilayah konflik di Suriah. Terkadang ditingkahi oleh ancaman bom dan peluru, mengancam nyawa mereka.

"Digebuk tank, dijatuhi bom, dirudal MiG, diberondong tembakan," kata Ihsanul Faruqi, salah satu relawan Misi Medis Suriah, MMS, yang pada 2014 setahun berkeliling beberapa kota di Suriah untuk menyalurkan bantuan, kepada CNN Indonesia, Rabu (7/10).

Ihsan tidak menampik bahwa terbersit rasa takut setiap kali berada di tengah pertempuran. "Takut ada, tapi jika ada desing peluru lewat kepala rasa takutnya hilang tercabut," kata Ihsan.

Pengalaman yang sama dituturkan oleh relawan MMS lainnya Fathi Nasrullah Attamimi. Dia mengaku pernah berada di tengah hujan bom dan mortir saat sedang salat Jumat di Jabal Akrad, pesisir Latakia.

"Satu kali saya harus dua hari berlindung di dalam parit yang berhadapan langsung dengan rezim Suriah di Aleppo. Satu jari telunjuk pun tidak bisa diangkat ke atas karena sniper gentayangan. Di parit itu saya melihat proses penembakan dan syahidnya tiga kenalan saya," kata Fathi yang saat ini berada di Latakia melalui pesan instan.

 Jalur tidak resmi 

MMS telah mengumpulkan dana masyarakat Indonesia sejak tahun 2013 dan menyalurkan sekitar US$ 1,6 juta atau lebih dari Rp 22,7 miliar kepada rakyat Suriah.

Fathi mengatakan mereka masuk ke Suriah lewat jalur tidak resmi di perbatasan Turki. Bantuan juga disalurkan melalu pintu Turki atau diproduksi di dalam Suriah sendiri yang masih aman.

Dia mengaku tidak mengantongi izin apa pun dari pemerintah Indonesia untuk misi mereka itu. Pasalnya, birokrasi yang rumit serta kemungkinan gagal untuk mendapatkan izin besar sekali.

"Jadi kami pakai gaya koboy saja lah. Kalau pun mati ya mati. Indonesia tidak perlu pusing mengurusi. Kami mau lapor dengan satu syarat: Pasti dikasih izin," ujar Fathi.

Sebelumnya perbatasan Turki sangat longgar. Namun belakangan akibat ISIS, pemerintah Turki memperketat perbatasan.

"Kami sendiri belum pernah izin resmi pada Turki. Tapi dulu, tentara Turki membalikkan badan begitu lihat kedatangan kami, sudah cukup kami artikan sebagai izin. Semua pintu masuk nonresmi Turki-Suriah pernah kami lewati," ujar Fathi lagi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa para WNI melintasi batas tanpa izin berarti telah melanggar peraturan Turki.

"Jelas statusnya adalah melanggar aturan dari Turki. Jika tertangkap bisa dideportasi," kata Arrmanatha.

Jika demikian, kata Arrmanatha, Kemlu tetap akan memberikan bantuan pendampingan hukum. Namun perjalanan ke Suriah memang tidak dianjurkan untuk warga Indonesia.

"Suriah merupakan wilayah konflik, kami men-discourage WNI untuk pergi ke sana," lanjut Arrmanatha.

 Motivasi surga 

Ketakutan dan kengerian berada di medan perang terkikis oleh motivasi relawan MMS yang besar dalam membagikan bantuan. Ihsan berharap, misi mereka berbuah surga.

"Motivasi saya mencari surga dengan membantu kaum Muslimin Suriah," kata Ihsan.

Saat ditanya apakah dia takut tewas terbunuh dalam peperangan di Suriah, Ihsan menjawab: "Tidak masalah jika di jalan Allah."

Fathi mengatakan, mati adalah sebuah keniscayaan tinggal caranya saja yang berbeda, baik di Suriah atau Indonesia, ditabrak mobil atau ditembak AK.

"Tinggal cara seperti apa yang dia usahakan baik sadar atau tidak. Saya memilih dan mengusahakan bentuk kematian yang agung di sisi Allah," ujar Fathi. (den)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.