Senin, 05 Oktober 2015

[World] Pro Kontra Serangan, Rusia Akan Kirim 150 Ribu Pasukan ke Suriah

Rusia Siap Tingkatkan Serangan di Suriah http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050228/rusia-siap-tingkatkan-serangan-di-suriah-MHS.JPGNegeri Beruang Merah itu tengah bersiap untuk meningkatkan intensitas serangan di Suriah. (Reuters)

Rusia memastikan tidak akan menghentikan serangan terhadap basis ISIS dan kelompok teror lainnya dalam waktu dekat di Suriah. Justru, Negeri Beruang Merah itu tengah bersiap untuk meningkatkan intensitas serangan di Suriah.

"Jet-jet Rusia yang ditempatkan di Suriah setidaknya telah melakukan 60 kali serangan dalam kurun waktu 72 jam terakhir. Kami tidak akan menghentikan atau mengurangi intenisitas serangan, kami justru berniat untuk meningkatkannya," kata Andrei Kartapolov, seorang perwira di militer Rusia.

Kartapolov, juga memastikan bahwa serangan yang dilakukan pihaknya tepat sasaran. Dirinya menuturkan, sejumlah infrastuktur kelompok teror di Suriah telah hancur oleh serangan yang dilancarkan Rusia.

"Selama tiga hari kami mampu merusak infrastruktur teroris dan secara signifikan mengurangi potensi militer mereka," sambungnya, seperti dilansir Trend New Agency pada Minggu (4/10/2015).

Sementara itu, menurut Observatorium Suriah untuk hak asasi manusia, serangan yang dilancarakan Rusia tidak hanya menghantam ISIS atau al-Nusra, tetapi juga warga sipil. Menurut kelompok yang berbasis di London itu, setidaknya 39 warga sipil tewas akibat serangan Rusia. (esn)
Mesir: Serangan Rusia di Suriah Akan Lemahkan Kelompok Terorhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/44/1050230/mesir-serangan-rusia-di-suriah-akan-lemahkan-kelompok-teror-NZF.jpgPemerintah Mesir turut memuji dan mendukung serangan yang dilancarkan Rusia di Suriah. (Sputnik)

Pemerintah Mesir turut memuji dan mendukung serangan yang dilancarkan Rusia di Suriah. Menurut mereka, serangan tersebut berpotensi untuk melemahkan kelompok-kelompok teror yang ada di Suriah.

"Rusia masuk, menunjukan apa yang mereka miliki dan itu adalah sesuatu yang kita lihat akan memiliki efek pada membatasi sekaligus memberantas terorisme di Suriah," kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, sepeti dilansir Channel News Asia pada Minggu (4/10/2015).

Mesir hanyalah segelintir negara yang mendukung kebijakan Rusia di Suriah. Banyak negara, khususnya negara sekutu Amerika Serikat (AS) mengecam kebijakan terbaru yang diambil Negeri Beruang Merah tersebut.

Arab Saudi, Prancis, dan AS sendiri adalah beberapa negara yang mengecam keras serangan Rusia tersebut. Menurut mereka, serangan yang dilakukan Rusia bukan ditunjukan untuk melawan ISIS, tapi untuk memperkuat rezim Suriah dibawah pimpinan Bashar al-Assad.

Ini, menurut AS dan sekutnya terlihat dari serangkaian serangan yang dilancarkan Rusia, yang justru menyasar basis pemberontak Suriah. Sebuah kelompok yang mendapat dukungan penuh dari AS dan sejumlah sekutunya.

Sementara itu, Rusia mengakui bahwa serangan yang mereka lakukan tidak hanya menargetkan ISIS, tapi juga seluruh kelompok teroris di Suriah. Pemberontak Suriah, yang sebagian besar anggota telah bergabung dengan al-Nusra, cabang al-Qaeda di Suriah masuk kedalam daftar target Rusia. (esn)
AS dan Rusia Diminta Bersatu Lawan ISIShttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/42/1050259/as-dan-rusia-diminta-bersatu-lawan-isis-W3D.jpgStephen F. Cohen, profesor studi Rusia di Princeton University dan New York University menilai,AS dan Rusia harusnya melupakan segala perbedaan yang ada diantara mereka, dan mulai bekerjasama untuk melakukan serangan terhadap ISIS di Suriah. (Istimewa)

Stephen F. Cohen, profesor studi Rusia di Princeton University dan New York University menilai, Amerika Serikat (AS) dan Rusia harusnya melupakan segala perbedaan yang ada diantara mereka, dan mulai bekerjasama untuk melakukan serangan terhadap ISIS di Suriah.

Cohen menilai, kerjasama antar kedua negara tersebut bisa membawa kondisi dunia, khususnya Timur Tengah menjadi lebih baik. Di matanya, kerjasama kedua negara besar tersebut mampu menghadirkan keseimbangan di dunia.

Bersatunya kedua negara tersebut, lanjut Cohen akan menghasilkan sebuah kekuatan yang sangat besar. Kekuatan yang dapat, bukan hanya mengalahkan ISIS, tapi juga memusnahkan kelompok radikal tersebut baik di Irak ataupun Suriah.

Namun, Cohen juga menuturkan mempersatukan kedua negara akan sangat sulit. Sebab, menurutnya ada perbedaan yang sangat besar, dari segi pandangan politik, ideologi, dan juga kebijakan antara kedua negara tersebut.

"Harapan saya adalah bahwa Obama dan Putin akan menurunkan ego mereka dan membentuk koalisi besar di Irak dan di Suriah. Tapi mari kita bersikap realistis, ada hambatan besar disana," kata Cohen, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (4/10/2015). (esn)
Merkel: Kekuatan Militer Tak Hentikan Krisis di Suriahhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050274/merkel-kekuatan-militer-tak-hentikan-krisis-di-suriah-hy6.jpgMerkel mengakui penggunaan kekuatan militer dibutuhkan di Suriah, tapi hal tersebut tidak akan menyelesaikan krisis di Suriah. (Reuters)

Kanselir Jerman Angela Merkel mengakui, penggunaan kekuatan militer dibutuhkan di Suriah. Namun, dirinya juga menyebut upaya militer hanya bersifat sementara, karena hal tersebut tidak akan menyelesaikan krisis di Suriah.

Merkel, yang berbicara saat melakukan wawancara dengan media setempat menegaskan, solusi politik adalah solusi sebenarnya di Suriah. Tapi, untuk mencapai itu membutuhkan usaha yang keras.

"Mengenai Suriah, saya mengatakan untuk pertama kalinya, Kami akan membutuhkan upaya militer, tetapi upaya militer tidak akan membawa solusi, kita membutuhkan proses politik. Namun, hal itu tidak benar-benar terjadi dalam waktu dekat," ujar Merkel, seperti dilansir Reuters pada Minggu (4/10/2015).

"Untuk sampai ke solusi politik, saya membutuhkan perwakilan dari kedua pihak, yakni dari oposisi Suriah dan mereka yang saat ini berkuasa di Damaskus, serta pihak yang lainnya untuk mendapatkan keberhasilan yang nyata, dan terakhir yakni semua sekutu kelompok masing-masing," sambungnya.

Dirinya menyebut Jerman, Amerika Serikat (AS), Rusia dan Iran adalah beberapa pemain yang dapat mengusahakan solusi politik di Suriah. Selain keempat negara tersebut, kehadiran Prancis dan Inggris juga dibutuhkan dalam membantu menyelesaikan konflik Suriah. (esn)
Prancis Minta Rusia Hanya Serang ISIS di Suriahhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050276/prancis-minta-rusia-hanya-serang-isis-di-suriah-Mgs.JPGPerdana Menteri Prancis Manuel Valls mendesak agar Rusia hanya berfokus untuk menyerang ISIS, dan tidak lagi menyerang basis pemberontak moderat Suriah. (Reuters)

Kebijakan Rusia yang akan membombardir setiap kelompok teror di Suriah kembali mendapat kecaman. Prancis, lagi-lagi menjadi negara yang memprotes kebijakan yang diambil Rusia tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Prancis Manuel Valls mendesak agar Rusia hanya berfokus untuk menyerang ISIS, dan tidak lagi menyerang basis pemberontak moderat Suriah. Valls menyebut, Rusia salah jika menargetkan pemberontak moderat Suriah.

"Rusia seharunya tidak menyerang taget yang salah," kata Valls, yang mengutip perkataan Presiden Prancis Francois Hollande, seperti dilansir Al Arabiya pada Minggu (4/10/2015). Hollande menuturkan hal tersebut ketika melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin Jumat lalu, dimana Hollande menegaskan bahwa Rusia harus menyerang ISIS, dan bukan kelompok lain.

Sementara itu, di kesempatan yang sama Valls juga mendesak Rusia untuk melindungi warga sipil, dan tidak menjadikan mereka sebagai sasaran tembak. Setidaknya 39 warga sipil dikabarkan tewas dalam serangkaian serangan yang dilakukan oleh Rusia.

Valls berharap Rusia tidak menjadi seperti rezim Suriah di bawah Bashar al-Assad, yang melakukan serangan tanpa pandang bulu. Sebab, menurut Valls, hal itu adalah sesuatu hal yang tidak bisa ditolelir.

"Kita tidak bisa menyerang warga sipil. Rezim Bashar (al-Assad) terus menjatuhkan bom barel dan senjata kimia terhadap warga sipil dan hal tersebut benar-benar tidak bisa ditolelir," sambung Valls. (esn)
Serangan Kami di Suriah Bikin Militan Ketakutanhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050279/rusia-serangan-kami-di-suriah-bikin-militan-ketakutan-Duf.JPGPemerintah Suriah mengklaim serangan yang mereka lakukan di Suriah telah membuat kelompok-kelompok militan di negara tersebut ketakutan. (Reuters)

Pemerintah Suriah mengklaim serangan yang mereka lakukan di Suriah telah membuat kelompok-kelompok militan di negara tersebut ketakutan. Rusia setidaknya sudah tiga hari melakukan serangan di Suriah, yang menargetkan ISIS, dan beberapa kelompok teror lainnya.

"Dalam tiga hari terakhir kami telah berhasil menghancurkan sejumlah infrastruktur teroris dan secara substansial menurunkan kemampuan tempur mereka," kata kepala staf umum militer Rusia, Kolonel Jenderal Andrey Kartapolov.

"Laporan-laporan dari intelijen kami menunjukan, bahwa militan mulai meninggalkan daerah di bawah kendali mereka. Ada kepanikan dan desersi diantara mereka," sambungnya, seperti dilansir Itar-tass pada Minggu (4/10/2015).

Dirinya bahkan menyebut telah menerima laporan bahwa ratusan tentara bayaran di Suriah telah pergi meninggalkan wilayah tersebut, karena takut menjadi korban serangan udara di Rusia di Suriah. Mayoritas dari tentara bayaran itu memutukan untuk kembali ke kampung halaman mereka di Eropa.

"Hampir 600 tentara bayaran telah meninggalkan posisi mereka dan sedang berupaya untuk kembali ke rumah mereka di Eropa," imbuh Kartapolov.

Rusia sendiri dalam kurun waktu tiga hari terakhir setidaknya sudah melakukan 60 kali serangan di Suriah, dan dilaporkan telah menghancurkan puluhan target, termasuk di dalamnya kendaraan, rumah, dan gudang persenjataan baik milik ISIS atau milik kelompok teror lainnya.

Sementara itu, Barat dan Eropa sampai saat ini terus mendesak Rusia agar menghentikan, atau setidaknya mengurangi intensitas serangan terhadap basis pemberontak Suriah dan hanya melakukan serangan terhadap basis ISIS. Dimana, seperti diketahui Barat dan Eropa adalah pihak yang mendukung pemberontak, untuk membantu merek menggulingka Bashar al-Assad. (esn)
Cameron Sebut Kebijakan Rusia di Suriah Sebagai Kesalahan Besarhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050295/cameron-sebut-kebijakan-rusia-di-suriah-sebagai-kesalahan-besar-7Yn.JPGPerdana Menteri Inggris, dalam sebuah pernyataan menyebut bahwa kebijakan yang dibuat oleh Putin tersebut sebagai sebuah kesalahan besar. (Reuters)

Lagi-lagi Eropa dan Barat melemparkan kritikan tajam atas kebijakan yang diambil Rusia di Suriah. Setelah Prancis, kali ini Inggris yang kembali mengkritik kebijakan yang dibuat oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Perdana Menteri Inggris, dalam sebuah pernyataan menyebut bahwa kebijakan yang dibuat oleh Putin tersebut sebagai sebuah kesalahan besar. Alasannya, karena Rusia memberikan dukungan kepada rezim Suriah di bawah pimpinan Bashar al-Assad.

"Mereka (Rusia) mendukung seorang pembantai, yakni Assad, dan itu adalah sebuah kesalahan besar, bukan hanya bagi mereka tapi juga bagi dunia. Hal ini hanya akan membuat kawasan tersebut menjadi semakin tidak stabil," kata Cameron, seperti dilansir Reuters pada Minggu (4/10/2015).

Sama halnya dengan negara Barat dan Eropa lainnya, Inggris juga menuduh Rusia tidak berniat melakukan serangan terhadap ISIS, dan hanya memperkuat rezim Assad. Ini, menurut Cameron terlihat dari target serangan Rusia, yang lebih banyak menargetkan basis pemberontak Suriah.

"Sebagian besar serangan udara Rusia, sejauh yang kita bisa lihat saat ini, bukan menargetkan wilayah yang dikuasai oleh ISIS, tetapi menargetkan wilayah yang dikendalikan oleh lawan dari rezim," sambungnya, merujuk pada pemberontak Suriah. (esn)
Senjata Rahasia Rusia Lawan ISIS http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050310/ini-dia-senjata-rahasia-rusia-lawan-isis-kR0.jpg"Senjata rahasia" tersebut, menurut Kadyrov, adalah pasukan Chechnya yang dia juluki sebagai pasukan kematian bagi ISIS. (Istimewa)

Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov menyebut Rusia sejatinya memiliki "senjata rahasia" untuk bisa mengalahkan ISIS. "Senjata rahasia" tersebut, menurut Kadyrov, adalah pasukan Chechnya yang dia juluki sebagai pasukan kematian bagi ISIS.

Kadyrov, seperti dilansir South China Morning Post pada Minggu (4/10/2015) mengatakan, dirinya sudah mengajukan proposal kepada Kremlin agar memperbolehkan mereka bertolak ke Suriah, dan membantu militer Rusia melawan ISIS.

Dirinya yakin, bila permintannya dikabulkan oleh Kremlin, maka pasukan yang dia pimpin akan dengan mudah bisa mengalahkan ISIS. Sebab, menurutnya ISIS belum memiliki pengalaman bertempur yang cukup banyak, berbeda dengan pasukan yang dia miliki.

"Para teroris tidak tahu seperti apa perang yang sebenarnya, karena mereka hanya menjadi sasaran serangan udara. Mereka tidak memiliki pengalaman aksi militer nyata," kata Kadyrov dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia.

"Jika permintaan kami dikabulkan, itu akan menjadi perayaan bagi kami. Tapi, keputusan apakah kami boleh bertolak ke sana (Suriah) atau tidak ada di tangan pemimpin kami," sambungnya.

Kadyrov mengaku sangat berharap permintaannya tersebut dikabulkan oleh pemerintah Rusia. Menurutnya, sangat disayangkan jika Rusia hanya melakukan serangan udara di Suriah, dan tidak mengirimkan pasukan darat ke negara tersebut, di saat pasukan Chechnya sangat siap untuk berperang melawan ISIS.

Pasukan Chechnya di bawah pimpinan Kadyrov memang dikenal sebagai pasukan bayangan di Rusia, dan telah berkali-kali dituduh sebagai dalam pembunuhan beberapa tokoh oposisi di Rusia. Namun, sampai saat ini belum ada satupun bukti kuat yang bisa menunjukan bahwa pasukan Chechnya berada di balik serangkaian pembunuhan tersebut. (esn)
Australia: Rusia Membuat Situasi di Suriah Semakin Rumithttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/40/1050332/australia-rusia-membuat-situasi-di-suriah-semakin-rumit-mfF.JPGMenteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menilai kehadiran Rusia di Suriah tidak akan menyelesaikan konflik di negara tersebut. (Reuters)

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menilai kehadiran Rusia di Suriah tidak akan menyelesaikan konflik di negara tersebut. Dirinya justru menilai kehadiran Rusia akan membuat situasi di Suriah semakin rumit.

"Keterlibatan Rusia dalam memperkuat rezim (Bashar) Assad telah mengubah dinamika kampanye untuk mengalahkan ISIS, meninggalkan jalan rumit untuk perdamaian," kata Bishop seperti dilansir Sky News pada Minggu (4/10/2015).

Dirinya juga menuturkan bahwa penggunaan kekuatan militer tidak akan bisa menyelesaikan konflik di Suriah. Bishop, sama halnya dengan beberapa negara lain menyebut bahwa solusi politik adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik di Suriah.

"Jadi fokus dunia ini saat ini harus pada solusi politik, karena solusi militer sekarang begitu kompleks dan tidak akan menjadi jawaban untuk menghentikan konflik berdarah ini," sambungnya.

Australia sendiri sejatinya adalah salah satu anggota dari koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) untuk melawan ISIS. Negeri Kanguru itu sudah beberapa kali melakukan serangan terhadap basis ISIS baik di Suriah ataupun Irak. (esn)
Putin Akan Kirim 150 Ribu Tentara ke Suriahhttp://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/04/41/1050343/putin-akan-kirim-150-ribu-tentara-ke-suriah-kLn.jpgRusia dikabarkan siap mengirimkan 150.000 tentara ke Suriah (Themoscowtimes)

Pemimpin Rusia, Vladimir Putin, dilaporkan tengah mempersiapkan sebuah misi militer besar untuk mengambil alih kota Raqqa dari kelompok radikal ISIS. ISIS telah menyatakan Raqqa sebagai ibukota kelompok tersebut dan dijaga oleh 5.000 anggotanya.

Putin awal pekan ini dikabarkan telah memobilisasi 150.000 tentara cadangan yang berasal dari program wajib militer. "Hal ini sangat jelas bahwa Rusia ingin menyapu bagian barat negara itu untuk mengambil Raqqa dan semua sumber daya minyak dan gas di sekitar Palmyra," ujar seorang sumber internal pemerintah Rusia seperti dikutip dari laman Express, Minggu (4/10/2015).

"Ini seperti sebuah perlombaan untuk secepatnya menaklukan Raqqa, guna mengamankan ladang minyak itu mereka perlu membersihkan daerah itu dari pemberontak dan ISIS. Dan itu adalah modal penting," tambahnya.

Rencana diterjunkannya 150.000 pasukan ini muncul satu hari setelah jet-jet Rusia membombardir sejumlah wilayah di Suriah yang diduga menjadi basis dari ISIS. Dalam 24 jam, Rusia menyatakan berhasil menghancurkan sembilan pos milik ISIS menggunkan bom penghancur bunker. (ian)

  sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.