Senin, 23 November 2015

Helikopter kepresidenan sudah layak diganti

AW101 AgustaWestland VVIP

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin menilai, helikopter kepresidenan sudah layak untuk diganti.

"Helikopter jenis Super Puma yang digunakan oleh presiden selama ini dibuat tahun 2000 dan dipakai sejak tahun 2002, jadi sudah dipakai selama 13 tahun. Menurut saya demi keamanan sudah selayaknya diganti," kata TB Hasanuddin dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta, Senin.

Ia mengatakan proses pembelian helikopter kepresidenan pada prinsipnya diajukan dan diproses oleh Sekretariat Negara setelah meminta saran dan pendapat dari TNI AU. "Untuk anggaran tahun 2016, Setneg setelah mendapat saran dari TNI AU dan merencanakan membeli helikopter pengganti yang ada dengan jenis AW 101 Agusta buatan Italia," kata purnawirawan TNI AD itu.

Ia menyebutkan, helikopter ini memang cukup canggih dengan interior yang mewah dan ruang yang lebar sehingga cukup nyaman untuk dipakai oleh VVIP.

"Tapi harganya menurut informasi sekitar 55 juta dolar AS. Cukup mahal bila dibandingkan dengan jenis Super Puma produk PT Dirgantara Indonesia, yang harganya 'hanya' 35 juta dolar AS. Bila Super Puma mau dilengkapi seperti AW 101 Agusta sesungguhnya tinggal menambah saja seperti FLIR (forward looking infra), chaff and flare dispencer (proteksi/anti peluru kendali), infra red jammer dan laser warning, semua alat ini seluruhnya diperkirakan seharga 5 juta dolar. Sehingga harga satu unit Super Puma maksimal sekitar 40 juta dolar," kata TB Hasanuddin.
Komisi I DPR sarankan beli helikopter kepresiden dari PT DIHelikopter NAS-332 Super Puma dari Skuadron Udara 45 VIP TNI AU. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)

Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menyarankan Sekretariat Negara membeli helikopter kepresidenan milik PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di Bandung, Jawa Barat.

BUMN kedirgantaraan ini memiliki lisensi perakitan dan modifikasi helikopter angkut sedang Aerospatiale NAS-330 Puma dan NAS-332 Super Puma. Huruf N dalam nama NAS itu berarti Nurtanio (saat kesepakatan kerja sama ini ditandatangani dengan Aerospatiale Prancis).

Ia menyebutkan, membeli helikopter jenis Agusta-Westland AW-101 Merlin, yang harganya sekitar 55 juta dolar Amerika Serikat. Sementara helikopter jenis NAS-332 Super Puma buatan PT Dirgantara Indonesia jauh lebih murah, yakni sekitar 35 juta dolar Amerika Serikat.

Katanya lagi, bila helikopter NAS-332 Super Puma diberi perlengkapan tambahan sebagaimana AW-101 Merlin, Sekretariat Negara hanya menambah 5 juta dolar. Uang segitu bisa untuk memasang FLIR (forward looking infra red), chaff and flare dispenser untuk mengecoh peluru kendali, pengacak infra merah, dan sistem peringatan laser.

"Dengan membeli produk dalam negeri, maka negara untung sebesar 30 persen dari harga dasar setidaknya dalam bentuk material dari dalam negeri. Dan mampu mempekerjakan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang," kata Hasanuddin.

Sebelumnya, dikatakan Sekretaris Militer Presiden, Marsekal Madya TNI Hadi Tjahjanto, helikopter baru kepresidenan itu akan dioperasikan dan dirawat di Skuadron Udara 45 VIP TNI AU. Ini berarti helikopter itu adalah perlengkapan militer, yang proses pengadaannya juga tunduk pada UU Nomor 16/2012.

Pada pasal 43 UU Nomor 16/2012 itu, disebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa pertahanan negara boleh melalui penunjukan langsung dengan sejumlah prasyarat dan ketentuan yang harus dipenuhi pejabat pembuat kesepakatan dan pabrikan pembuat.

Yang pokok juga adalah produk barang dan jasa itu belum bisa dibuat di Tanah Air. Juga di antaranya adalah transfer teknologi, imbal beli, imbal dagang, kandungan dalam negeri, dan lain-lain.

Pada kasus AW-101 Merlin ini, Indonesia sudah menguasai teknologi perakitan dan pembuatan helikopter angkut sedang dan sudah ada industri nasional tentang itu. Pun, proses tender pengadaan juga tidak pernah diungkap kepada publik.

"Sesuai dengan amanah UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan, pasal 43, tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri selama negara sudah mampu memproduksinya," kata Hasanuddin.

Wacana pembelian helikopter baru kepresidenan ini sempat menjadi topik mengemuka bagi netizen, bahkan ada tanda pagar #PapaMintaHelikopter dan memenya, setelah sebelumnya #PapaMintaSaham.

  Antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.