Jumat, 13 November 2015

☆ Kisah Aman Dimot

Pejuang Kebal Peluru yang Diharap Jadi PahlawanPanglima Aman Dimot (paling kanan) bersama rekan seperjuangannya.

Di Aceh, ada sejumlah nama yang telah tercatat di lembar negara sebagai pahlawan nasional. Sebutlah, Cut Nyak Dien, Malahayati, dan Panglima Polim, serta sejumlah nama lain.

Namun, masih ada tokoh dari dataran tinggi Gayo yang dianggap layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Keberanian dan kemampuannya dalam perang gerilya melawan penjajah Belanda pada tahun 1940-an, sangatlah berbeda dengan kemampuan pahlawan lain yang telah gugur di medan perang.

Mengapa demikian? Aman Dimot di bawah pimpinan Ilyas Leube berperang dengan cara yang unik, yaitu menghadang tank dan truk pasukan Belanda.

Bukan hanya itu, dia dianggap kebal dan memiliki ilmu kanuragan, karena tidak tergores apabila disabet pedang, ataupun tidak mempan ditembus peluru.

 Sejarah Perang Heroik 

Pada tanggal 30 Juli 1949, di sekitar Tanah Karo, Sumatera Utara, pasukan Bagura dan Mujahidin asal Aceh Tengah, mengintai dan menunggu iring-iringan tank dan 25 truk Belanda.

Pasukan berjumlah 45 orang itu menggunakan persenjataan senapan dan kelewang.

Berdasarkan sejumlah sumber, pasukan Barisan Gurilla Rakyat (Bagura) yang dipimpin Ilyas Leube bersama gerilyawan setempat menyerbu tank dan truk tersebut dengan membabi buta, sehingga membuat pasukan marsose kalang kabut.

Satu dari puluhan serdadu tersebut bernama Abu Bakar yang dijuluki dengan Pang atau (Sang pemberani) Aman Dimot.

Sesuai dengan julukannya, Pang Aman Dimot dikenal pemberani dan tidak kenal takut jika menghadapi Belanda. Bahkan, pemuda itu tidak gentar walaupun dalam keadaan perang terbuka atau perang jarak dekat.

Terbukti, setelah pasukan ini mulai lelah karena keterbatasan orang dan persenjataan serta logistik. Ditambah lagi bala bantuan pasukan Belanda, semakin melemahkan perlawanan pejuang saat itu.

Komandan Ilyas Leube pun memberikan isyarat kepada pasukannya untuk mundur meninggalkan medan perang.

Namun tidak demikian dengan Aman Dimot, pemuda kelahiran Tenamak, Kecamatan Linge, Aceh Tengah ini menolak perintah Ilyas Leube dan lebih memilih melanjutkan perang terbuka bersama sejumlah rekannya yaitu Pang Ali Rema dan Pang Edem.

Setelah Ilyas Leube bersama sisa-sisa pasukannya pergi, Pang Aman Dimot bersama rekannya berpura-pura mati di sekitar mayat-mayat korban perang yang bergelimpangan.

Saat pasukan belanda sedang memastikan korban yang masih hidup dan yang sudah mati, Pang Aman Dimot bersama tiga temannya tiba-tiba bangkit dan menyerang pasukan belanda itu dengan beringas.

Banyak di antara pasukan Belanda yang mati kala itu, tak terkecuali, dua temannya Pang Ali Rema dan Pang Edem, tewas saat itu juga.

Pang Aman Dimot terus mengejar pasukan Belanda dengan pedang, Belanda semakin merasa bingung, karena serangan dari persenjataan mereka tidak juga mampu melukai bahkan membunuh Pang Aman Dimot.

Akibat kelelahan Panglima atau Pang Aman Dimot akhirnya ditangkap Belanda. Pasukan marsose yang frustasi karena tidak mampu membunuh orang ini, akhirnya memasukkan granat ke dalam mulutnya.

Tak cukup sampai di situ, Belanda menggilas tubuh Pang Aman Dimot dengan tank.

Maka tanggal 30 Juli 1949, gugurlah Pang Aman Dimot di Rajamerahe, Sukaramai, Karo, Sumatera Utara, dan dimakamkan di tempat itu juga.

Beberapa tahun kemudian kuburannya digali dan kerangkanya dipindahkan ke Tiga Binanga, selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe, Sumatera Utara.

 Menanti gelar pahlawan 

Bagi masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues hingga masyarakat Alas di Kutacane, nama Aman Dimot harum karena kisah heroik perjuangannya.

Bagaimana tidak, bukan hanya sebagai pejuang di daerahnya, Aman Dimot bahkan berjuang agar Belanda tidak masuk ke Aceh dari jalur Tanah Karo, Sumatera Utara.

Pemerintah Aceh Tengah bahkan telah mengusulkan nama Aman Dimot sebagai pahlawan nasional, bersanding dengan nama besar pahlawan Aceh lainnya seperti Cut Nyak Dien, Panglima Polim dan yang lainnya.

Nama Aman Dimot telah disodorkan ke Kementerian Sosial, namun hingga saat ini belum berhasil.

"Kepada kita belum diberi tahu apa kekurangannya. Apakah kekurangan administrasi atau kekurangan bukti? Ini yang sedang kita minta untuk disampaikan, supaya kalau kurang bukti bisa kita lengkapi, bila kurang administrasi kita bisa penuhi," kata Nasaruddin.

Nasaruddin adalah Bupati Aceh Tengah. Dia megatakan hal itu usai Upacara Peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Setdakab Aceh Tengah, Selasa (10/11/2015) lalu.

"Cuma kita belum pernah diberikan kesempatan untuk presentasi, kita baru menyampaikan usulan yang dilengkapi dengan penelitian dan kajian ilmiahnya, mana kala kita diminta untuk menjelaskan, mungkin suasana tim itu akan berbeda," kata dia.

Senada dengan itu, M Y Sidang Temas, veteran asal Aceh Tengah menyampaikan harapan yang sama agar Aman Dimot diberi gelar pahlawan nasional.

"Berbicara tentang Aman Dimot, saya sudah dua kali berjumpa Menteri Sosial Bachtiar Hamzah, saya bertanggung jawab untuk menyampaikan makalah tentang Aman Dimot," kata dia.

Kepada pemerintah pusat, pria yang pernah bergabung bersama kelompok Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) tersebut mengharapkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, agar merealisasikan gelar pahlawan nasional kepada Aman Dimot.

  Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.