Sabtu, 19 Desember 2015

[World] Arrow, Sniper Perempuan Serbia Bertempur untuk Bosnia

20 Tahun Perang BosniaFoto: US Navy

Setiap kali ditanya orang, dia mengaku namanya "Strijela" alias "Arrow". Hanya "Anak Panah". Tak terang benar berapa usia perempuan itu.

Suatu hari pada awal 1990-an, Kolonel Edin Karaman, salah seorang komandan pasukan Bosnia di Sarajevo, memanggilnya menghadap. "Siapa namamu sebenarnya?" Kolonel Karaman bertanya seperti dikutip Stephen Galloway dalam bukunya, The Cellist of Sarajevo. "Strijela adalah namaku yang sebenarnya," kata si Anak Panah, ketus.

Baru beberapa menit "bos" lama Arrow, Nermin Filipovic, tewas setelah markasnya runtuh dihajar bom yang ditembakkan pasukan Serbia. "Aku mengamatimu sangat lama. Kamu punya sejumlah kemampuan yang hebat," Kolonel Karaman memuji perempuan muda di depannya. "Aku ingin kamu meneruskan apa yang kamu lakukan."

Apa pula yang dibutuhkan seorang komandan perang seperti Kolonel Karaman dari seorang gadis muda seperti Arrow? Jika melihat sosoknya, barangkali tak ada yang menyangka, gadis muda itu adalah "malaikat" maut bagi prajurit Serbia di Sarajevo. Dia adalah seorang sniper alias penembak runduk atau sharpshooter alias penembak jitu.

Arrow tak ingat lagi berapa banyak sniper dan prajurit Serbia yang mati di ujung senapannya. Dzings, bukan nama sebenarnya, pemimpin di antara para penembak jitu Bosnia, mengatakan hanya dia yang menembak mati milisi Serbia lebih banyak ketimbang Arrow. Dzings, mantan pengusaha di Sarajevo, mengklaim telah membunuh 67 prajurit Serbia.

Seperti halnya Dzings, Arrow bukan seorang tentara. Ayahnya seorang polisi. Sejak kecil, gadis itu memang akrab dengan senapan. "Dulu aku biasa berada di tempat yang sangat sunyi hanya dengan target kertas di kejauhan," kata Arrow. Kala itu, dia berharap suatu kali bisa menjadi juara nasional menembak.

Keluarga Arrow bukan keluarga muslim Bosnia, juga bukan keturunan etnis Kroasia. Dia lahir sebagai orang Serbia. Sebelum Sarajevo menjadi ladang pembantaian, Arrow masih seorang mahasiswi jurusan jurnalistik di Universitas Sarajevo, Bosnia. Tapi serbuan milisi Serbia menghancurkan Sarajevo dan kehidupan Arrow. Itulah yang membuat dia berperang di pihak Bosnia melawan Serbia.

"Inilah satu-satunya kota yang aku punya. Aku wajib membelanya dengan nyawaku," kata Arrow. Sebisa mungkin Arrow dan teman-temannya hanya membunuh prajurit Serbia. Sebelum menarik pelatuk, mereka harus memastikan bahwa target di kejauhan sana adalah seorang prajurit.

Dari perbukitan di sekeliling Sarajevo, sniper Serbia mengincar warga Bosnia atau Kroasia yang ada di sepanjang Ulica Zmaja od Bosne, jalan utama Kota Sarajevo. Tak peduli mereka orang tua, perempuan, atau anak-anak. Ulica Zmaja menjadi Sniper Alley, "ladang perburuan" bagi para sniper.

"Mereka semua binatang.... Tujuan mereka hanya membuat kota ini tak aman, tak nyaman untuk berjalan dan tinggal. Mereka berusaha membunuh kota ini," kata Javor Povric, sniper Bosnia, dalam buku History of Sniping & Sharpshooting yang ditulis John Plaster. Arrow, Dzings, dan teman-temannya mendapat tugas menyingkirkan para penembak jitu Serbia itu.

Sebagai orang Serbia, membunuh milisi dan prajurit Serbia untuk pihak Bosnia terang bukan hal gampang bagi gadis muda seperti Arrow. "Aku tak pernah berpikir bahwa aku bakal mampu melakukan hal seperti ini.... Aku tak membayangkan hal seperti ini terjadi dalam hidupku," kata Arrow, seperti dikutip harian Wilmington Morning, pada Juli 1992.

Setiap kali jarinya berada di ujung pelatuk senapan, dan seorang sniper Serbia tampak di ujung lubang bidik, terjadi perang batin di kepalanya. "Menembak mereka tak pernah jadi urusan mudah. Tak seorang pun menikmati hal seperti ini," kata si Anak Panah. Supaya tetap waras, kata Dzings, mereka harus terus berusaha tak melibatkan emosi saat membidik target. "Kami semua takut, seandainya perang berakhir, kami akan berakhir di rumah sakit atau di rumah sakit jiwa."

Arrow bukan satu-satunya sniper "asing" yang berperang untuk mempertahankan Sarajevo dari serbuan milisi Serbia. Ada pula seorang penembak jitu dari Belanda. Dia seorang veteran "perang" melawan Israel di Palestina. "Aku prajurit Tuhan... Serbia hanya layak mendapatkan satu hal: dipulangkan kepada Tuhan. Aku suka membunuh Serbia. Aku tak bisa berhenti. Inilah kesenangan terbesar yang diberikan Tuhan kepadaku," kata dia. Dia mengklaim berhasil membunuh 72 prajurit Serbia. (sap/hbb)
 

  detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.