Rabu, 10 Februari 2016

Hidup Kembali Setelah Teror

✈ Kami Tidak Trauma✈ Aiptu Budiono (Mei Amelia/detikcom)

Aiptu Budiono ditembak teroris bom Thamrin dari jarak dekat. Tiga peluru menembus tubuhnya. Lima tahun lalu, AKBP Dodi Rahmawan harus kehilangan telapak tangan kiri akibat bom buku di Utan Kayu, Jaktim. Apakah mereka trauma? Tidak. Fisik para anggota Bhayangkara itu boleh rusak, tapi semangat untuk mengabdi pada negara tak sedikit pun terkoyak.

Aiptu Budiono sedang melakukan tugas jaga di Balai Kota DKI. Siang itu, pada Kamis (14/1), dia mendengar di radio ada ledakan di pos lantas Thamrin. Awalnya, dia berpikir situasi sudah steril. Namun ternyata, pelaku teror masih belum puas hanya dengan meledakkan pos polisi, mereka juga menembaki para anggota dengan membabi buta. Salah satunya adalah Budiono.

Saat turun dari motor, Budiono dihampiri oleh teroris yang diketahui belakangan bernama M Ali. Pria berbaju biru muda itu memutari mobil Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin, sambil mengeluarkan senjata. Dor! Dor! Budiono ditembak di bagian dada dan perut. Dia mendengar dua kali tembakan, tapi setelah diperiksa, ada tiga peluru yang menembus tubuhnya.

"Tidak sampai satu meter mungkin," cerita Budiono tentang jaraknya dengan si penembak kepada detikcom, saat diwawancarai di Gedung Biddokes Polda Metro Jaya, pekan lalu.

Bintara Provost Polres Jakarta Pusat itu sempat dibawa ke RS Budi Kemuliaan lalu dilarikan menggunakan ambulans ke RSPAD Gatot Subroto. Dia sempat tidak sadarkan diri selama empat hari, sebelum akhirnya bisa keluar dari rumah sakit 25 Januari lalu.

Saat diwawancarai detikcom, tak sedikit pun rasa trauma yang terlihat dari Budiono. Dia masih tetap tegar, bahkan kini ayah dua anak itu merasa lebih baik. Peristiwa penembakan telah membuatnya 'terbangun' kembali. Dia semakin mensyukuri kehidupan. Mencintai anak istrinya lebih dalam. Bahkan berhenti dari kebiasaan buruk masa lalu.

"Saya ambil hikmah dari kejadian ini terutama harus banyak bersyukur, bersabar dan selalu waspada," terangnya.
Tembakan Satu Meter yang Mengejutkan Aiptu Budiono✈ Aiptu Budiono (Foto: Mei Amelia/detikcom)

Panggilan radio siang itu membuat Aiptu Budiono (44) bergegas ke Pos Polisi Thamrin. Di sana, ada laporan ledakan bom. Namun, baru saja turun dari motor, tiba-tiba seorang teroris menembaknya dari jarak dekat. Dor! Dor!

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 14 Januari 2016 lalu sekitar pukul 10.00 WIB pagi. Budiono awalnya sedang berjaga di Balai Kota DKI mengantisipasi aksi demonstrasi. Tiba-tiba, ada kabar ledakan di pos Lalu Lintas Thamrin. Anggota Provost Polres Jakarta Pusat ini menduga, situasi sudah steril. Tak akan ada lagi serangan.

Beberapa menit kemudian, Budiono tiba di kawasan Thamrin. Dia berhenti di depan kafe Starbucks Menara Cakrawala Thamrin, lalu memarkirkan motor di tengah ruas jalan. Posisinya tak jauh dari mobil milik Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin. Belum sempat melepas helm, tiba-tiba dor! dor! Tembakan teroris mengenai tubuh Budiono.

"Melihat dan tanpa ekspresi langsung 'deng deng'. Saya kena 'Astaghfirullah' saya enggak langsung jatuh. Dia juga langsung jalan ke perempatan lagi. Habis nembak saya langsung lanjut jalan gitu," terang Budiono saat berbincang dengan detikcom di Gedung Biddokes Polda Metro Jaya, pekan lalu.

Dalam rekaman CCTV di sekitar kawasan Thamrin, belakangan diketahui, pelaku yang bernama Ali tersebut sempat bersembunyi di belakang mobil Kombes Martuani. Dia memutar jalan, lalu tiba-tiba menembak Budiono dari jarak sangat dekat. Pistol rakitan yang digunakannya mengarah ke bagian perut Budiono. Tak jelas terlihat berapa tembakan yang dilontarkan, namun yang pasti memang posisinya sangat dekat.

"Segini Mbak berapa meter nih saya dan Mbak jarak dekat sekali (sambil menunjukkan jarak detikcom dengan Budiono). Tidak sampai satu meter mungkin," ungkapnya.

Budiono saat itu membawa senjata. Namun tak sempat membalasnya. Budiono yang masih bisa berjalan memilih merebahkan tubuh ke pinggir jalan dekat Hotel Sari Pan Pacific. Dia kemudian sempat dibantu oleh warga, lalu dibawa menggunakan mobil Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo ke RS Budi Kemuliaan lalu diangkut menggunakan ambulans ke RSPAD Gatot Subroto.

Dari foto jepretan saksi mata, sebetulnya ada momen di mana Budiono saat sedang kesakitan di pinggir jalan, sementara para pelaku teror Ali dan Afif sibuk mempersiapkan amunisi dan senjata. Jaraknya tidak terlalu jauh. Namun Budiono tak ingat peristiwa ini.

"Iya saat itu saya pakai helm itu waktu itu. Langsung helm saya lepas. Saya enggak melihat pelakunya (ada di samping) saya cuma fokus luka saya saja aduh ini gimana. Itulah mobil yang pertama lewat itu mobil pak Kapolres," ceritanya.

Budiono kemudian menjalani operasi di rumah sakit, lalu bisa pulang beberapa hari kemudian. Kini, dia hanya melakukan kontrol ke rumah sakit untuk memeriksa sisa-sisa luka dan bekas operasi.

Ayah dua anak itu belum mendapat arahan untuk bekerja kembali dan diminta oleh atasannya untuk beristirahat sampai pulih benar. Meski begitu, semangatnya untuk terus bertugas tetap tinggi. Tak sedikit pun dia merasa trauma.

"Saya didampingi sama psikiater sana ada dua selama beberapa hari. Karena dalam batin saya semangat sembuh untuk segera kembali berkumpul bersama anak istri saya. Saya masih semangat tinggi," ucapnya.
Embusan Angin Setelah Tiga Peluru Menembus Tubuh Aiptu Budiono✈ Aiptu Budiono menunjukkan bekas luka tembakan di tubuhnya (Mei Amelia/detikcom)

Aiptu Budiono (44) hanya mendengar dua kali suara tembakan pada dirinya saat teror Thamrin terjadi 14 Januari 2016. Namun setelah diperiksa oleh dokter, ternyata ada tiga peluru yang menembus badannya. Beruntung, ayah dua anak itu masih bisa diselamatkan.

Budiono tak bisa berbuat banyak saat teroris M Ali tiba-tiba menghampirinya dari balik mobil hitam milik Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Pol Martuani Sormin. Dor! dor! Budiono ditembak dari jarak tak lebih dari satu meter.

Masih mengenakan helm, tubuh Budiono langsung terasa berat. Namun dia tetap memaksakan diri untuk berjalan hingga ke trotoar dekat hotel Sari Pan Pacific. Dia langsung membuka helm, lalu merebahkan diri. Tak jauh dari posisinya, para teroris sibuk menyiapkan senjata dan amunisi.

Teriakan warga sekitar yang masih bisa terdengar oleh Budiono adalah: "Pak, Pak minggir dulu Pak, bapak ketembak". Saat itu, dia masih sadar dan masih bisa berjalan. Hingga akhirnya melintas kendaraan milik Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo.

"Masyarakat bilang ke Pak Hendro, itu anggotanya ketembak. Oh iya iya itu Budi ketembak. Langsung diangkut mobil kapolres," cerita Budiono kepada detikcom pekan lalu.

Selanjutnya, Budiono diangkut menggunakan mobil kapolres ke RS Budi Kemuliaan. Di sana, dia langsung dibawa menggunakan ambulans ke RSPAD Gatot Subroto. Hingga di ambulans, Budiono masih sadar. Yang berbeda, dia merasa ada angin yang berhembus melalui tubuhnya.

"Mungkin pas pertama kali itu panas karena luka tembak dan saya juga merada kayak ada angin di belakang. Jadi makanya tembus. Kalau bersarang begitu mungkin sakit di dalam, ini panas gitu rasanya dan kayak ada angin karena darah bercucuran. Ada di baju dinas saya, lubangnya memang tembus ke baju," paparnya.

Setibanya di Instalasi Gawat Darurat RSPAD, Budiono baru tak sadarkan diri. Ayah dua anak itu lalu menjalani operasi dan koma selama empat hari.

Hasil pemeriksaan dokter, peluru yang ditembakkan Ali menyerempet paru-parunya. Karena itu, perlu mendapat jahitan. Lalu, ususnya juga terkena terjangan peluru sehingga perlu dipotong 4 cm. "Jadi lewat bedah perut buat motong usus saya. Kalau ini (luka jahitan di perut) kata dokter belum boleh dibuka. Ini 18 jahitan," imbuhnya.

Butuh waktu 11 hari bagi Budiono untuk menjalani perawatan rumah sakit. Pada tanggal 25 Januari lalu, dia sudah bisa berkumpul bersama keluarga. Kini, pria yang pernah menjalani pendidikan di SPN Mojokerto tersebut tinggal rawat jalan dan kontrol.

"Alhamdulilah sih cuma belum bisa buka jahitan di sini (perut) karena harus bertahap. Kalau yang lain sudah dibuka semuanya tinggal yang di perut saja," terangnya.

Tak ada pantangan bagi Budiono untuk makan makanan tertentu. Awal perawatan, dia hanya memakan bubur, lalu nasi tim biasa. Hanya saja, dokter menyarankan agar dia mengkonsumsi telur minimal 6-10 telur per hari.

"Kalau ikan itu adanya lele, patin sama gabus cuma gak boleh digoreng, harus dikukus apa ditim atau disayur," bebernya.
Soal Raut Wajah Pelaku Teror Saat Menembaknya✈ M Ali penembak Aiptu Budiono (ilustrasi Edi Wahyono)

Wajah M Ali, pelaku teror di Thamrin masih teringat jelas di benak Aiptu Budiono. Mereka sempat saling berpandangan sebelum akhirnya tembakan dilepaskan ke arah tubuh Budiono. Tiga peluru menembus tubuh sang polisi.

Kepada detikcom pekan lalu, Budiono menjelaskan detik-detik penembakan yang dialaminya. Kala itu, 14 Januari 2016, sekitar pukul 10.00 WIB, dia sedang berjaga di Balai Kota DKI, saat ada panggilan radio yang mengabarkan ledakan di Pos Polisi Thamrin.

Baru saja parkir di ruas jalan Thamrin, Budiono langsung berjalan kemudian ditembak dari arah tak terduga oleh Ali. Budiono tak menyangka bakal mendapat serangan karena berpikir situasi sudah aman setelah ledakan. Ali juga tak disangka sebagai pelaku teror karena berpakaian layaknya warga biasa, mengenakan celana jeans, baju biru muda, rompi, dan topi hitam sambil membawa tas ransel. Bahkan sekilas, Budiono sempat menyangkanya intel kepolisian.

Lewat CCTV di sekitar lokasi kejadian, terlihat adegan penembakan tersebut. Ali setengah berlari memutari mobil milik Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Pol Martuani lalu menembak Budiono dari jarak sangat dekat. Tak lebih dari satu meter. Budiono merasa ditembak dua kali, namun belakangan dokter melihat ada tiga peluru yang menembus tubuhnya.

"Saya merasa ditembak dua kali, saya tahu pas dioperasi di RSPAD Gatot Subroto ada 3 lubang di belakang, nembus. Saya juga enggak tahu dari mana. Saya merasa dia dua kali nembak saya," terangnya kepada detikcom sambil mengingat kejadian nahas tersebut.

Beradu muka dengan Ali saat penembakan, Budiono ingat betul raut wajah sopir angkot tersebut. Meski amatir, Ali disebut Budiono menembak tanpa ekspresi dan tetap tenang.

"Melihat dan tanpa ekspresi langsung 'deng deng'. Saya kena 'Astaghfirullah', saya enggak langsung jatuh dia juga langsung jalan ke perempatan lagi," bebernya.

"(Ali) Masih nenteng senjata, jalan aja biasa sambil nenteng senjata. Saya juga sudah ketembak saya langsung minggir," sambungnya.

Dari foto jepretan saksi mata, sebetulnya ada momen di mana Budiono saat sedang kesakitan di pinggir jalan, sementara para pelaku teror Ali dan Afif sibuk mempersiapkan amunisi dan senjata. Jaraknya tidak terlalu jauh. Namun Budiono tak ingat peristiwa ini.

"Iya saat itu saya pakai helm itu waktu itu. Langsung helm saya lepas. Saya enggak melihat pelakunya (ada di samping) saya cuma fokus luka saya saja aduh ini gimana. Itulah mobil yang pertama lewat itu mobil pak Kapolres," ceritanya.

Saat itu, Budiono sempat mendengar suara ledakan lainnya. Itu adalah momen ketika Ali dan pelaku teror lainnya Afif perang dengan polisi. Mereka sempat melempar bom dan memberondong tembakan ke arah petugas lainnya.

Budiono kemudian diangkut ke RS Budi Kemuliaan menggunakan mobil Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hendro Pandowo, lalu disambung menggunakan ambulans ke RSPAD Gatot Subroto. Dia sempat koma selama empat hari, sebelum akhirnya sadar lalu diizinkan pulang pada 25 Januari lalu.

Atas karunia masih bisa selamat akibat teror ini, Budiono merasa sangat bersyukur. Dia tak merasa trauma. Kini, dia hanya ingin kembali bertugas dan kembali berkumpul bersama keluarganya.

"Alhamdulilah masih dilindungi Allah SWT. Allah masih sayang saya. Saya juga berterimakasih pada pimpinan pimpinan saya, Pak Kapolri, Kapolda, Kapolres," urainya.
Tidak Trauma, Makin Sayang Anak Istri✈ (Mei Amelia/detikcom)

Aiptu Budiono baru saja mengalami peristiwa paling mengerikan dalam hidup. Tiga peluru ditembakkan teroris dari jarak dekat dan menembus tubuhnya. Namun, tak sedikit pun dia merasa trauma. Bagaimana kisahnya?

Bagi anggota Provost Polres Jakpus tersebut, lolos dari maut di tragedi Thamrin seolah menjadi kesempatan hidup 'kedua'. Sempat koma dan dirawat 11 hari di rumah sakit, Budiono akhirnya bisa kembali ke rumah. Dia kini hanya menjalani rawat jalan.

Luka 18 jahitan di perutnya masih harus dikontrol oleh dokter rumah sakit. Dia tidak boleh banyak beraktivitas dan makan makanan bergizi karena ususnya dipotong 4 cm akibat luka tembakan.

Bagi orang awam, menjadi korban penembakan tentu tak hanya meninggalkan luka fisik, namun juga psikologis. Tak sedikit orang yang trauma, terutama bila berada dalam situasi yang sama, atau mendengar suara tertentu. Namun itu tidak berlaku bagi Budiono. Dia adalah petugas kepolisian yang wajib siap bertugas walau sudah menghadapi risiko apa pun.

"Nggak saya nggak trauma. Mungkin kalau saya trauma, saya dengar letusan kecil saya udah kaget. Biasalah ini risiko dinas risiko tugas," kata Budiono saat berbincang dengan detikcom di Biddokes Polda Metro Jaya, pekan lalu.

Budiono tak hanya menjalani pemeriksaan fisik. Namun juga diberi pendampingan psikologis. Namun itu tidak butuh waktu terlalu lama, sebab semangat Budiono untuk kembali 'hidup' dan berkumpul bersama anak istrinya sangat tinggi.

"Karena dalam batin saya semangat sembuh untuk segera kembali berkumpul bersama anak istri saya. Saya masih semangat tinggi," terangnya.

Ayah dua anak ini memang menjadikan keluarga sebagai motivasi hidup kedua. Usai empat hari tak sadarkan diri di rumah sakit, kebahagiaan yang paling utama baginya adalah mampu melihat kembali sang istri, Rina Ferdina. Tak ada yang lain.

"Itu saya lihat cantiknya bidadari istri saya sama dokter itu langsung terang mata saya. Saya pikir bidadari dari mana, tahunya istri saya dan dokter," cerita Budiono penuh antusias. Sang istri yang ada di samping Budiono saat wawancara tersenyum.

Setelah penembakan, banyak pelajaran yang diambil oleh Budiono. Pria berumur 44 tahun tersebut semakin bersyukur bisa berkumpul bersama keluarga. Saat berdinas, dia juga kini akan semakin waspada mengantisipasi kemungkinan apa pun dalam berbagai peristiwa.

Untuk sementara, Budiono masih diberikan waktu untuk proses pemulihan. Dia belum diminta bekerja oleh atasannya. Secara fisik, Budiono juga masih terbatas pergerakannya.

"Kata dokter Pak Budi bersyukur kena luka tembak tapi tidak bersarang," ungkapnya.
Paru-paru Diserempet Peluru, Kini Jauhi Kopi dan Rokokluka Aiptu Budiono

Peristiwa yang hampir merenggut nyawanya itu memberikan hikmah tersendiri. Budiono merasa bersyukur diberikan kesempatan untuk hidup dan bertemu kembali dengan keluarga tercinta.

"Saya ambil hikmah dari kejadian ini terutama harus banyak bersyukur, bersabar dan selalu waspada," ucap Budiono saat berbincang dengan detikcom di Gedung Biddokes Polda Metro Jaya, pekan lalu.

Menurut dokter, Budiono mengalami tiga luka tembak yang menembus tubuhnya. Di antara peluru tersebut ada yang mengenai usus dan sebagian paru-paru. Karena itu, usus polisi 44 tahun tersebut harus dipotong sebanyak 4 cm dan paru-parunya dijahit.

Budiono dirawat selama 11 hari di RSPAD Gatot Subroto. Empat hari di antaranya, dia tak sadarkan diri. Sejak 25 Januari, Budiono sudah kembali ke rumah dan kini hanya perlu menjalani kontrol saja.

Hari-hari ayah dua anak itu kini menjadi terasa lebih bermakna. Menurut suami dari Rina Ferdina ini, Tuhan sudah memberikan kesempatan hidup kedua padanya. Karena itu, dia akan menjalaninya dengan penuh semangat. Tidak ada kata trauma.

Selain itu, dia juga bertekad untuk berhenti merokok. Selama ini, Budiono adalah seorang perokok berat dan peminum kopi tak kenal waktu. Dia ingin hidup sehat setelah peristiwa teror tersebut.

"Habis kejadian ini saya mau berhenti merokok. Karena dokter juga bilang paru-paru saya keserempet. Biarpun dokter nggak menyarankan, saya berhenti sendiri. Dulu saya perokok berat, sehari bisa 3 bungkus. Ngopi juga di rumah paling pagi dan malam, tapi kalau di kantor bisa bergelas-gelas," katanya.

"Makanya dengan kejadian ini saya mau coba hidup sehat karena saya sayang sama anak istri saya. Nanti kalau saya merokok lagi, kena penyakit lagi paru saya sudah keserempet," tambahnya.
Kekuatan Istri Saat Mendengar Aiptu Budiono Ditembak dari Jarak Dekat[Mei Amelia/detikcom]

Rina Ferdina mendapat kiriman gambar via WhatsApp dari salah seorang rekan Aiptu Budiono. Gambar tersebut adalah penampakan sang suami saat ditembak teroris M Ali dari jarak dekat. Rina langsung shock, namun tetap berusaha kuat.

Pekan lalu, Rina mendampingi Aiptu Budiono saat wawancara dengan detikcom di Polda Metro Jaya. Wanita berkerudung hitam itu menceritakan bagaimana peristiwa tanggal 14 Januari lalu mempengaruhi kehidupan mereka. Apalagi ada dua anak yang masih dalam tanggungannya, masing-masing berusia 14 tahun dan 9 tahun.

"Sekitar pukul 12.00 WIB hari itu juga, dari teman bapaknya dikirim gambar WA. Ditanya Mas Budi bukan? begitu saya lihat iya ini suami saya. Sempet shock juga hanya harus kuat kan karena ada anak-anak," kata Rina kepada detikcom.

Setelah mendapat kabar itu, Rina dan anak yang paling kecil bergegas menuju rumah sakit. Saat itu, dia belum tahu dibawa ke mana Budiono. Baru saat di perjalanan, mereka mendapat informasi, sang suami dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto.

Aiptu Budiono sempat tak sadarkan diri selama empat hari. Selama itu, dia menjalani sejumlah operasi akibat luka tiga tembakan yang menembus tubuhnya. Operasi yang dilakukan mulai dari pemotongan usus 4 cm sampai menjahit luka di paru-paru. Saat sadar, Rina adalah sosok pertama yang dilihat oleh Budiono. Kala itu, Budiono menyebut seperti melihat bidadari, saking bersyukurnya atas keselamatan yang dia terima.

Kini, kondisi Budiono sudah lebih baik. Walau masih ada 18 jahitan di tubuhnya, dia sudah bisa kembali ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Hari-harinya dijalani dengan penuh semangat. Tentunya dengan dukungan Rina sebagai istri.

"Saya sudah tahu dari pertama suami saya anggota, jadi emang harus siap. Dan suami saya juga kuat dan bilang emang udah risiko tugas. Itu yang bikin saya kuat saja. Rasa cemas waswas pasti ada," urainya.

Bagi Rina, Budiono adalah sosok apa adanya. Di rumah, lelaki berumur 44 tahun itu tak pernah marah. Selama 15 tahun menikah, Budiono tidak pernah macam-macam. Sebelum kejadian, tak ada firasat apa pun soal kejadian penembakan. Mereka bahkan sempat bercanda sebelum Budiono bertugas.

Di akhir wawancara, Budiono mengucapkan terima kasih pada masyarakat yang sudah mendoakannya, termasuk dokter yang membantu penyembuhan dirinya.

"Saya beterima kasih kepada masyarakat yang mendoakan dan mendukung kami, kepada Pak Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri, Kapolda dan juga kepada dokter-dokter yang merawat saya selama di RSPAD Gatot Subroto. Terima kasih semuanya," tutup Budiono. (mad/mad)

  detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.