Jumat, 12 Februari 2016

Minim Anggaran, Spesifikasi Pesawat Dikurangi

Membuat pesawat tidak bisa berfungsi maksimal. infografis kronologi pesawat Super Tucano

Sebagian besar kontrak pengadaan alat utama sistem persenjataan dan pesawat baru milik TNI Angkatan Udara terkendala anggaran yang minim. Untuk menghemat pengeluaran, seringkali pesawat yang baru dibeli tidak dihadirkan dengan spesifikasi yang lengkap. Kekurangan itu biasanya akan dilengkapi kemudian saat anggaran mencukupi.

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengatakan, pengurangan spesifikasi tersebut ditengarai meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan pesawat milik TNI AU. Salah satu contohnya, pesawat tempur taktis Super Tucano TT-3108 yang jatuh di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (10/2/2016).

"Seperti banyak pesawat milik TNI AU yang kita beli, pesawat Super Tucano juga saat pengadaan terpaksa dikurangi sejumlah spesifikasinya. Masalahnya, anggaran kita memang minim," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, Kamis (11/2/2016) di Jakarta.

Spesifikasi yang dikurangi dari pesawat TNI AU umumnya mencakup komponen persenjataan dan berbagai jenis radar. Mahfudz mengatakan, pengurangan spesifikasi itu membuat pesawat tidak bisa berfungsi maksimal.

Hal itu bisa berakibat pada rentannya pesawat mengalami gagal terbang atau justru kecelakaan. Namun, ia mengakui tidak mengetahui secara rinci spesifikasi apa saja yang dikurangi dari 16 unit Super Tucano.

"Itu juga menjelaskan, mengapa pesawat Super Tucano yang relatif baru dan baru saja menjalani perawatan dan pemeliharaan, bisa gagal terbang dan jatuh menukik," kata Mahfudz.

Di sisi lain, selain kontrak pembelian pesawat yang banyak kekurangan, anggaran dan sistem pemeliharaan dan perawatan pesawat pun belum memadai. Hal itu juga berkontribusi pada buruknya kondisi pesawat yang baru dibeli.

"Kuncinya memang di anggaran, maka berikutnya, kami berharap pemerintah bisa berkomitmen lebih untuk menjamin anggaran pengadaan alutsista untuk kepentingan pertahanan," tutur Mahfudz.

Pesawat Super Tucano yang jatuh relatif baru. Super Tucano, menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, adalah buatan tahun 2003 dan didatangkan ke Indonesia pada 2012. TNI AU membeli 16 unit pesawat, tetapi ada empat pesawat yang belum tiba. Saat pertama kali didatangkan, menurut Ryamizard, pesawat-pesawat produksi Embraer, Brasil, itu dalam keadaan baik (Kompas, 11/2/2016).

Evakuasi selesai

Evakuasi badan pesawat tempur taktis Super Tucano TT-3108 yang jatuh di permukiman padat penduduk, Jalan LA Sucipto, Kota Malang, Jawa Timur, selesai pada Kamis (11/2/2016) pukul 11.00. Komponen penting pesawat seperti mesin dan rekaman data penerbangan sudah diambil dari reruntuhan pesawat.

"Hari ini kami melanjutkan evakuasi serpihan pesawat yang tersisa, dan semua sudah diangkat. Flight data recorder juga sudah ditemukan sehingga evakuasi dihentikan. Setelah ini TKP kami serahkan ke Polresta Malang," kata Kepala Dinas Operasi Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh Malang Kolonel Penerbang Fairlyanto.

Ia mengungkapkan, penyebab jatuhnya pesawat tempur yang dibeli tahun 2010 (tiba di Indonesia tahun 2012) belum diketahui. "Setelah ini akan dilakukan pembacaan flight data recorder untuk mengetahui penyebab kecelakaan. Investigasi ini akan dilakukan secepatnya oleh tim khusus yang sudah dibentuk," kata Fairlyanto.

Dari evakuasi diketahui bahwa komponen utama pesawat terbenam sedalam lebih kurang 3 meter. Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna sebelumnya mengatakan pesawat terus aktif saat jatuh. Kemungkinan propeler di moncong pesawat terus aktif sehingga pesawat bisa masuk ke dalam tanah.

Selain evakuasi bangkai pesawat, pada hari ini juga dilakukan pemakaman juru mesin udara Serma Syaiful Arief Rakhman di Taman Makam Pahlawan Suropati, Kota Malang.

Pesawat Super Tucano TT-3108 tersebut jatuh menimpa rumah Mujianto. Kecelakaan itu menyebabkan empat orang tewas, yaitu dua penghuni rumah, Erma Wahyuningtyas (47) dan Nurcholis (27), serta dua awak pesawat Super Tucano yaitu pilot Mayor Penerbang Ivy Safatillah (36) dan juru mesin udara Sersan Mayor Syaiful Arief Rakhman (36).

Dua jenazah warga sipil ditemukan di dalam rumah. Adapun jenazah pilot ditemukan dalam jarak 8 kilometer dari lokasi jatuhnya pesawat (parasut ditemukan 2 km dari lokasi ditemukannya pilot). Sementara jenazah juru mesin udara ditemukan masih berada di dalam kokpit pesawat.

Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Agus Supriatna dalam siaran persnya, Rabu di Malang, menjelaskan bahwa pesawat Super Tucano tersebut sedang melakukan tes terbang setelah dilakukan pemeliharaan selama 300 jam terbang. Pemeliharaan dilakukan setiap 50 jam terbang.

"Pesawat sedang dalam pelaksanaan tes terbang setelah pemeliharaan 300 jam terbang. Profil pertama sudah dicek sejak Selasa. Rabu kemarin dilaksanakan tes terbang dengan profil saat ketinggian 25.000 kaki untuk mencari kecepatan poin 56 mach number. Setelah 15.000 kaki, petugas laporan. Setelah itu dilakukan cek performa melakukan dive angle (menukik) dengan sudut 30 derajat untuk mencari kecepatan 320 knot. Jika sesuai prosedur, seharusnya di ketinggian 8.000 kaki petugas akan mengabarkan posisinya. Namun, rupanya petugas di darat tidak lagi menerima kabar dari kru pesawat Super Tucano," ujar Agus.

  ★ Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.