Sabtu, 09 April 2016

Indonesia Optimistis Filipina Bebaskan Sandera WNI

Sandera asing di Filipina [google]

Pemerintah merasa optimistis Filipina dapat membantu pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang kini tengah disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait keinginan Pemerintah Filipina untuk membebaskan para sandera.

Iya, iya kita masih menunggu. Kita menghormati itu,” kata Pramono di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/4).

Dia mengatakan, apabila diizinkan, aparat keamanan Indonesia bersedia membantu Pemerintah Filipina untuk membebaskan para sandera, sebab posisi para penyandera sudah terpantau melalui satelit.

Ya, dari pantauan satelit, sebenarnya kita juga tahu posisi kapal kita atau orang-orang kita ada di mana. Terus terang, kita sudah tahu secara detail, kita memiliki peralatan itu dan kita sudah tahu mereka berada di mana. Tapi, kita menghormati Pemerintah Filipina dan harapannya bisa segera dibebaskan,” kata Pramono.

Dia mengatakan, Indonesia tetap mengedepankan langkah-langkah humanis, persaudaraan meskipun TNI dan Polri telah siap siaga melancarkan operasi pembebasan sandera. “Aparat keamanan Indonesia siap menyelesaikan. Kita siap. Tetapi sekali lagi, kita tetap mengedepankan langkah-langkah humanis, persaudaraan, juga secara lebih soft diplomacy,” katanya.

Menurut Pramono, apa pun kondisinya, Indonesia tetap menghormati konstitusi Filipina.

Kita menghormati Pemerintah Filipina dan harapannya bisa segera di bebaskan. Soal deadline, itu kita tidak tahu karena mereka tidak menyampaikan secara langsung kepada kita,” kata Pramono.

 Jokowi Rahasiakan Proses Pembebasan Sandera di Filipina 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih merahasiakan proses pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok pemberontak Abu Sayyaf di Filipina.

Terus dilakukan komunikasi, diplomasi antarnegara dan komunikasi dengan penyandera. Tapi kita tidak bisa membuka apa yang kita lakukan karena ini masih dalam proses-proses semuanya,” kata Presiden usai meresmikan pembukaan Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke-8 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (8/4).

Dia mengatakan telah menugaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk melakukan soft diplomacy dengan Pemerintah Filipina bagi pembebasan 10 WNI.

Di sisi lain, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyatakan bahwa TNI-Polri siap melakukan operasi pembebasan sandera.

Meskipun demikian, Presiden Jokowi tetap berkukuh untuk tidak mengungkapkan kepada publik tentang proses pembebasan yang dilakukan Pemerintah Filipina.

Informasi terakhir seperti apa, tidak bisa saya sampaikan,” kata Presiden.

 JK Bantah Ada Tenggat Waktu Pembebasan 10 WNI 
http://images.cnnindonesia.com/visual/2014/10/17/d4821962-a12d-4b26-9e63-da86bd269693.jpg?w=650[CNN]

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) membantah adanya deadline atau tenggat waktu pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok milisi Filipina Abu Sayyaf. Sebagaimana diberitakan bahwa tenggat waktunya adalah Jumat (8/4) ini.

"Soal waktu itu tidak ada informasi yang jelas siapa sebenarnya yang mengatakan itu waktu itu karena di Filipina juga tidak ada deadline (tenggat waktu) seperti itu," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (8/4).

Selain itu, JK juga menegaskan bahwa tidak ada opsi membayar uang tebusan. Meskipun, perusahaan asal 10 WNI tersebut bersedia membayar uang tebusan yang diminta oleh para perompak tersebut.

"Sekali lagi, pemerintah tak pernah berbicara tentang bayar membayar, tidak sama sekali. Pemerintah tidak akan bicara soal itu (uang tebusan)," ujarnya.

Namun, JK memastikan bahwa upaya negosiasi terus dilakukan untuk membebaskan 10 WNI tersebut. Termasuk, dengan terus melakukan komunikasi dengan otoritas Filipina.

"Kita mengusahakan kemanusiaan, negosiasi kemanusiaan," tegas JK.

Oleh karena itu, JK mengakui memanggil Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan sejumlah pejabat tinggi militer ke Kantor Wapres, guna mendapatkan informasi atau perkembangan baru mengenai upaya pembebasan 10 WNI di Filipina.

Sebelumnya, diberitakan bahwa Jumat (8/4) ini adalah batas waktu akhir yang diberikan kelompok milisi Abu Sayyaf untuk menukar 10 WNI dengan uang tebusan sebesar 50 juta peso atau setara dengan Rp 15 miliar.

 JK Bantah Minta Bantuan Umar Patek 

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meminta bantuan dari terpidana kasus terorisme Umar Patek, terkait pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok milisi Filipina pimpinan Abu Sayyaf.

"Ah tidak ada itu (meminta bantuan Umar Patek). Pasti tidak," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (8/4).

Meskipun, JK mengakui bahwa mantan pimpinan kelompok Jamaah Islamiah (JI) itu, menawarkan diri membantu pemerintah membebaskan 10 WNI tersebut.

JK menegaskan bahwa upaya negosiasi selalu akan dilakukan dengan bantuan resmi pemerintah Filipina.

"Iya (Umar Patek) menawarkan diri tetapi pemerintah tidak ingin negosiasi seperti itu. Jadi selalu lewat pemerintah Filipina."

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan belum ada rencana meminta bantuan terpidana terorisme Umar Pattek dalam upaya penyelamatan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf.

Hal itu dikatakan Ryamizard menanggapi pemberitaan "The Australian" yang memberitakan bahwa perwakilan pemerintah Indonesia beberapa kali mendatangi sel Umar Patek di Sulawesi untuk meminta bantuan penyelamatan WNI.

Kemudian, diberitakan Umar Patek setuju membantu dengan syarat, salah satunya adalah disetujuinya remisi yang diajukannya.

   Berita Satu  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.