Jumat, 15 April 2016

KF-X/IF-X dan Mimpi Jet Tempur Indonesia

✈ Pesawat tempur KF-X/IF-X [Kompas]

Kecil kemungkinan Indonesia bakal terlibat perang fisik dengan negara lain. Namun, sebagai negara berdaulat, negara lain tak boleh semaunya melintasi wilayah Indonesia tanpa otorisasi dari Pemerintah Indonesia. Kenyataannya, beberapa kali wilayah Indonesia dilanggar kedaulatannya oleh negara lain.

Kapal pencuri ikan, penjaga pantai, ataupun pesawat terbang dari negara lain berkali-kali memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Komando Pertahanan Udara Nasional mencatat, sepanjang 2014 terdapat 50 pelanggaran wilayah, tahun berikutnya 182 kali. Kasus paling hangat adalah kapal pencuri ikan yang dijaga kapal penjaga pantai Tiongkok beroperasi di sekitar Natuna.

Kenyataan ini membuat harapan agar Indonesia memiliki pesawat tempur dan kapal perang andal untuk mencegah pelanggaran kedaulatan tersebut tak mungkin dihilangkan.

Pemerintah Indonesia pun tak menyia-nyiakan tawaran Korea Selatan untuk menanam modal plus ikut serta dalam riset dan pembangunan pesawat tempur generasi 4,5.

Kerja sama dimulai dengan penandatanganan kesepakatan yang tidak mengikat tentang pengembangan proyek jet tempur Korea Fighter Experimental (KF-X) oleh Pemerintah Indonesia dan Republik Korea, 9 Maret 2009. Total pembiayaan proyek sampai 2026 ini direncanakan sekitar 8 miliar dollar Amerika Serikat dan dibagi antara Korsel (80 persen) dan Indonesia (20 persen).

"Meskipun penyertaan modal Indonesia hanya 20 persen, kita bisa mengakses data 100 persen," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Timbul Siahaan. Indonesia juga terlibat dalam semua tahapan, baik perancangan maupun produksi, yakni fase pengembangan teknologi, fase rekayasa dan pengembangan produksi, serta fase produksi dan fase pemasaran bersama.

Tahapan pertama, fase pengembangan teknologi, berlangsung 18 bulan sejak Agustus 2011. Pada tahapan ini dibangun spesifikasi dan kebutuhan sistem, desain konfigurasi KF-X, dan identifikasi teknologi inti pengembangan pesawat tempur. Sebanyak 37 ahli teknik Indonesia dari Kemhan, Institut Teknologi Bandung, TNI AU, dan PT Dirgantara Indonesia (DI) dikirimkan. Indonesia menanggung biaya 10 juta dollar AS sebagai bagian 20 persen penyertaan modalnya.

Tahap rekayasa dan pengembangan produksi sempat tertunda karena Korsel belum menyediakan anggaran. Baru akhir 2014 Pemerintah Korsel mengumumkan dokumen tender dan komitmen pendanaannya. Kontrak antara Kementerian Pertahanan Korsel dan Korea Aerospace Industries (KAI), kontrak penyertaan modal antara Kementerian Pertahanan RI dan KAI, serta kontrak kerja antara PT DI dan KAI ditandatangani 28 Desember 2015.

Produksi KAI tidak asing untuk Indonesia. Indonesia adalah konsumen asing pertama untuk pesawat latih KT-1 dan pesawat tempur T-50 Golden Eagle.

 Konsorsium 

Proyek KF-X berawal dari keinginan Korsel mengganti armada pesawat tempur F-4 dan F-5 yang habis masa pakainya pada 2025-2026 dengan 250 pesawat tempur generasi 4,5.

Tender proyek dimenangi konsorsium KAI dengan perusahaan pembuat alutsista Amerika Serikat, Lockheed Martin. Korsel kemudian menawarkan kerja sama penyertaan modal dalam proyek ini ke Indonesia. Dengan penyertaan modal 20 persen, Indonesia akan membawa pulang 50 pesawat tempur yang cukup untuk mengisi tiga skuadron.

Namun, sebelum produksi massal itu, KAI dan PT DI harus bekerja sama dan sampai 2021 menyelesaikan enam prototipe. Salah satu di antara prototipe ini akan menjadi milik Indonesia dan diharapkan menjadi cikal bakal pesawat tempur Indonesia Fighter Experimental (IF-X). Selain itu, tambah Timbul, PT DI juga akan menjadi perusahaan yang memproduksi bagian ekor kanan semua pesawat tempur KF-X.

PT DI pun mulai membangun hanggar dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Sayangnya, Indonesia belum memiliki izin ekspor dari Amerika Serikat untuk memproduksi pesawat tempur. Dalam pertemuan dengan Menhan Ryamizard Ryacudu, Menhan Korsel Han Min-Koo mengatakan akan mendukung Indonesia mendapatkan izin ekspor ini.

Pada pertemuan rombongan Kemhan dan KAI di Sacheon, 24 Maret lalu, Mayor Jenderal Paryanto menanyakan sikap Korsel dan KAI jika AS tidak setuju dengan pengembangan di Indonesia. "Apakah Korea akan mempertahankan kerja sama dengan Indonesia dan melepaskan diri dari AS atau sebaliknya memelihara hubungan dengan AS dan gagal kerja sama dengan Indonesia?" tanya Paryanto.

Wakil Presiden Eksekutif Senior dan Manajer Umum KAI Group Jang Sung-Sub mengakui, AS adalah pemain dunia dalam industri dirgantara. KAI tak bisa mengacuhkan sikap AS. "Saya menyarankan Indonesia terus menjaga kerja sama yang baik dengan AS," tuturnya.

Direktur Program KF-XJung Kwang-Sun mengakui pertanyaan ini terlalu sulit dijawab. Namun, hal itu dapat diantisipasi dengan pertemuan tiga pihak, yakni Indonesia, Korea, dan AS. Pemerintah Korsel dan Indonesia harus semaksimal mungkin memuluskan kerja sama ini.

Presiden Direktur KAI Ha Sung-Yong tetap menebar optimisme. "Proyek KF-X/IF-X sangat penting bagi Indonesia, demikian pula untuk KAI. Apa pun masalah yang terjadi, kami akan berusaha supaya proyek ini berhasil," tuturnya.

Ryamizard pun tetap memelihara asa kemandirian industri pertahanan Indonesia. Meski saat proyek rampung tahun 2026, teknologi pesawat tempur saat itu mungkin sudah jauh lebih canggih ketimbang generasi 4,5. Dia meyakinkan pengembangan IF-X akan dilanjutkan. "Enggak mungkin baru lahir sudah bisa lari, merangkak dululah," ujarnya.

  Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.