Rabu, 06 April 2016

Pemerintah RI Terus Upayakan Pembebasan 10 Sandera WNI

http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Fotona-Heli-Apache.jpgMenlu Retno Marsudi (Antara/Kemenlu/Rudi Hartanto)

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno L.P Marsudi mengatakan pemerintah terus berusaha untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang masih disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina.

Saya telah mengintensifkan komunikasi dan kerja sama dengan Pemerintah Filipina. Saya telah melakukan kunjungan ke Filipina pada 1 dan 2 April kemarin, dan diterima baik oleh presiden Filipina,” kata Retno di Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI), Jakarta, Selasa (5/4).

Selain bertemu dengan Presiden Filipina Benigno S Aquino III, Retno juga melakukan pertemuan terpisah dengan Menlu Filiona Jose Rene D Almendras dan panglima Angkatan Bersenjata Filipina.

Menurut Retno, selama kunjungannya disana, terlihat jelas komitmen Pemerintah Filipina dalam melakukan upaya terbaik pembebasan sandera. Hasilnya, tambah dia, telah disampaikan ke presiden RI.

Sedangkan, tindak lanjutnya pada 4 April adalah dengan melakukan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator bidang politik Hukum & Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan.

Setiap hari kami selalu melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Filipina. Prinsip utama yang telah dipahami yaitu keselamatan sandera merupakan acuan utama dari berbagai opsi yang ada,” ujar dia.

Selain berkomunikasi dengan Pemerintah Filipina, Kemlu RI juga terus melakukan komunikasi dengan kerabat keluarga dari 10 anak buah kapal (ABK) WNI yang disandera. Mantan duta besar Belanda untuk Indonesia ini telah menunjuk dua liaison officer (LO) untuk melakukan komunikasi intensif dengan kerabat keluarga ABK.

Saat ini, sudah dua kali kami menginformasikan kepada keluarga ABK, yaitu pada Rabu (30/3) dan Senin kemarin. Pihak keluarga ABK juga aktif menghubungi LO kami untuk menanyakan perkembangannya,” ucap Menlu Retno.

Dalam konferensi pers, Retno mengatakan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 10 sandera WNI telah ditemukan Pemerintah Malaysia di wilayah perairan Lahad Datu, Negara bagian Sabah, Malaysia.

Saat ini, kapal masih berada di tangan Agensi Penguat Kekuasaan Maritim Malaysia (APKMM) dalam rangka uji forensik yang bisa memakan waktu 7-10 hari.

Komunikasi saya dengan Menlu Malaysia Anifah Aman terbukti sangat berguna dalam menindaklanjuti ditemukannya kapal tongkang Anand 12,” tambah dia.

Pemerintah Malaysia, lanjut Retno, menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama jika ada perubahan situasi yang memerlukan kerja sama Malaysia.

Sebelumnya, pada pekan lalu, terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 berbendera Indonesia yang sedang membawa tujuh ribu ton batu bara dan 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Kesepuluh ABK WNI ini pun disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf.

 Pembayaran Tebusan Strategi Terbaik Membebaskan 10 WNI 


Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengatakan, pembayaran uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar merupakan strategi terbaik yang tersedia sekarang ini untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf, di Filipina.

Pemerintah terus mencermati komunikasi antara kelompok penyandera dengan pihak perusahaan yang mempekerjakan 10 WNI tersebut kendati tenggat waktu penyerahan uang tebusan jatuh pada 8 April 2016.

"Itu urusannya perusahaan, tapi pemerintah memantau dengan ketat semuanya karena kita melihat itu mungkin strategi yang terbaik," kata Luhut usai memberi pengarahan dalam acara pemantapan seluruh Kalapas dan Karutan di Indonesia terkait pemberantasan narkotika di lapas/rutan, di Kantor Kemkumham, Jakarta, Selasa (5/4).

Sejauh ini belum diketahui secara pasti lokasi 10 WNI yang merupakan anak buah kapal (ABK) Tugboat Brahma 12 dan Tongkang Ananda 12 itu disandera. Informasi yang berkembang menyebut mereka kerap dibawa berpindah-pindah tempat.

Pemerintah Filipina dikabarkan menolak TNI menggelar operasi militer untuk membebaskan 10 WNI. Sementara, pihak perusahaan yang mempekerjakan 10 WNI itu bersedia membayar uang tebusan.

Luhut mengatakan, pemerintah menyadari adanya risiko pihak perusahaan terlambat memenuhi tuntutan Abu Sayyaf, namun dia menilai, pemberian uang tebusan oleh perusahaan merupakan salah satu opsi terbaik yang tersedia sekarang ini.

"Kita lihat perkembangan karena itu komunikasi antara pengusaha dan penyandera," ujarnya.

  ♚ Berita Satu  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.