Sabtu, 25 Juni 2016

Pakar Sebut China Sengaja Provokasi Indonesia

Kisruh Natuna https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAZjISh-ukn5D-T789ivmhpXyfoLb6BD6bWMZvLP2lutbiTpPx4WamghzUgWUDmWKHGzpcRJhkP826FuZoMyzLBUKNpSE7-DUA2GTslt-q6BRswjSlxi9yzHHyvCubua6B764qWi7MN21W/s280/chinese-cost-guard-3303-made-big-mistake-1.jpgKRI Todak berada di sebelah kapal patroli China. KRI Todak juga mencoba menangkap kapal nelayan berbendera China, Han Tan Cou, yang sempat kabur begitu melihat armada perang RI mendekat. (Antara/HO/Dispen Kormabar) ☆

Pakar hukum internasional menilai kekisruhan yang terjadi di perairan Natuna merupakan tindakan sengaja dari China untuk memprovokasi Indonesia. China bermanuver karena putusan pengadilan arbitrase di Den Haag dipredikasi membatalkan klaim China terhadap hampir seluruh kawasan Laut China Selatan.

Pendapat itu disampaikan Melda Kamil Ariadno, seorang profesor hukum internasional di Universitas Indonesia.

Pengadilan Tetap Arbitrase akan mengeluarkan vonis dan saya percaya itu akan membatalkan klaim China terkait nine-dash line (garis sembilan bidang). Itulah mengapa China melakukan beberapa manuver,” ujarnya.

Komentar Profesor Melda ini muncul setelah Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Natuna bersama Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, Menko Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang terkenal dengan sikap kerasnya terhadap kapal asing pencuri ikan.

Presiden Jokowi bahkan menggelar rapat kabinet di atas kapal perang Indonesia di perairan Natuna, yang sekaligus menjadi pesan yang ditujukan pada China bahwa Natuna bagian dari kedaulatan Indonesia.

Ditanya apakah konflik Indonesia dan China atas insiden di Natuna, Melda mengatakan: "Ingat, ini bukan hanya kita yang membutuhkan China, namun China membutuhkan kita. Jadi kita perlu memiliki hubungan yang baik tetapi tidak harus datang dengan mempertaruhkan hak kedaulatan.

Indonesia dan China sudah tiga kali terlibat insiden di perairan Natuna. Yang terbaru, kapal perang Indonesia menembaki kapal nelayan China karena diduga mencuri ikan di Natuna. Alih-alih meminta maaf, Pemerintah China justru memprotes keras dan menyalahkan Indonesia yang dianggap menyalahgunakan kekuatan militer. China juga mengklaim, kapal nelayannya beroperasi di perairan tradisional mereka.

Indonesia yang tertarik untuk mendorong investasi asing dari China, sebelumnya telah mengecilkan pertengkaran maritim. Namun, kali ini Presiden Jokowi menyampaikan sikap tegas.

Jokowi bahkan menuliskan pesan di buku tamu kapal perang Indonesia di Natuna, bahwa dia meminta militer Indonesia menjaga Natuna sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Pesan itu ramai diperbincangkan publik di media sosial.

Saya pikir itu adalah masalah besar,” kata Evan Laksmana, dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Jakarta, mengomentari kunjungan Jokowi ke Natuna, seperti dikutip Sydney Morning Herald, Jumat (24/6/2016).

Hanya karena kami berkomitmen untuk menjaga hubungan baik dengan China, tidak berarti Indonesia bersedia untuk menjual perairan. Itulah keseimbangan Jokowi. Itu perlu dibuat jelas bahwa pulau-pulau dan perairan sekitarnya adalah milik kita,” katanya. (mas)

 ♖ sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.