Rabu, 22 Juni 2016

Presiden Jokowi dan Panglima TNI Kunjungi Natuna Besok

http://images.detik.com/community/media/visual/2016/04/13/6f50d931-9dd5-4c03-a01a-29171f4041ac_169.jpg?w=780&q=90Menyusun insiden penembakan TNI AL terhadap kapal milik China di perairan Natuna, Presiden Joko Widodo akan mengunjungi lokasi itu besok, Kamis (23/6). Presiden akan didampingi sejumlah anggota Kabinet Kerja.

"Ya kita ingin lihat Natuna, terus nanti setelah lihat kita rapat. Nanti kita tahu apa yang kita mau ngomong," ucap Menko Pohukam Luhut Pandjaitan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (22/6/12016)

Luhut tidak merinci apa yang ingin diketahui oleh Presiden di perairan Natuna. Namun seperti kebiasaan Presiden, hal itu akan jadi masukan penting untuk mengambil keputusan atau kebijakan selanjutnya.

"Tadi Presiden sampaikan setelah ninjau kita akan berikan keterangan di sana," ujarnya.

Sementara Seskab Pramono Anung mengatakan kunjungan Presiden Jokowi ke Natuna akan didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, Menlu Retno Marsudi dan para kepala staf TNI.

"Natuna adalah wilayah NKRI, itu sudah final. Maka dengan demikian sebagai seorang kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden ingin memastikan bahwa Natuna adalah bagian dari kedaulatan RI," ujar Pramono.

Natuna adalah kabupaten yang masuk Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Jika dilihat di peta, posisi Kepri sebetulnya berada di perairan jauh dari Sumatera. Natuna merupakan kepulauan paling utara di Selat Karimata.

Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.

Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hong Kong, Jepang, Korea dan Taiwan. Kabupaten ini terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 1. 400.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680.000 barel.

Di perairan Natuna itu terjadi insiden penangkapan oleh KRI Imam Bonjol terhadap 1 dari 12 kapal nelayan China yang diduga melakukan aktivitas illegal fishing pada Jumat 17 Juni 2016. Pemerintah China mengirim protes diplomatik atas insiden yang menurutnya membuat satu nelayan di kapal lainnya terluka. (miq/fdn)

 Posisi Kita Kuat Secara Hukum Internasional 
Provokasi CG China menggalakan pertahanan NKRI [dok TNI AL]

Kapal berbendera China ditangkap TNI AL ketika melakukan illegal fishing di laut Natuna. Pemerintah China kemudian menyampaikan proses atas tindakan tersebut. Namun pemerintah RI menegaskan posisi Indonesia kuat secara hukum internasional.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah RI juga sudah berkonsultasi dengan pakar hukum laut internasional Prof Hasjim Djalal. Menurut Prof Hasjim kuat di mata hukum internasional.

"Kedaulatan kita tidak bisa ditawar-tawar. Pak Hasjim Djalal (pakar hukum laut internasional) sudah kasih pencerahan ke kita. Bahwa posisi kita kuat secara hukum internasional," ujar Luhut di kantor MMD Initiative, Jl. Dempo, Matraman Dalam, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).

Luhut melanjutkan bahwa apa yang dilakukan Indonesia sudah sesuai prosedur internasional. Tindakan yang diambil TNI AL karena kapal berbendera China tersebut melanggar batas wilayah perairan Indonesia.

Luhut menjelaskan kapal tersebut punya motif ekonomi ketika berada di Zona Ekonomi Ekslusif. Tembakan peringatan terpaksa dilakukan karena mereka tidak menggubris aparat TNI AL yang ada di atas KRI Imam Bonjol.

"Itu kan ZEE kita, kalau pelayaran internasional boleh tidak perlu izin kita. Tapi kalau mereka sudah ekonomi ya mereka harus izin kita," tutur Luhut.

"Ya itu kita tangkap, sesuai dengan prosedur internasional. Diperingatkan, tapi tidak gubris. Terus terakhir tembak haluan terus tembak buritan. Itu kita tunjukkan kedaulatan kita," tambahnya. (rvk/rvk)

 ♖ detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.