Minggu, 26 Juni 2016

TNI AD Tertarik Dengan Mi 26T2 ?

Perbandingan Mi-26 dan Chinook. [keypublishing.com]

Satu minggu terakhir beragam situs berita online dalam negeri yang membahas mengenai kemiliteran diramaikan dengan pemberitaan bahwa TNI AD tengah tertarik untuk meminang helikopter angkut super berat Mi-26T. Jumlah yang dibeli antara tiga sampai empat unit, atau kurang lebih sama dengan niatan pembelian empat unit CH-47 Chinook yang kabarnya sempat ramai pada tahun lalu.

Sejarah Mi-26 dimulai pada tahun 1971, ketika biro Mil mendapatkan lampu hijau untuk memproduksi helikopter pengganti Mi-6 dan Mi-10. Purwarupa berkode V-29 pertama melakukan terbang perdana pada 14 Desember 1977, dan produksi pertama keluar dari pabrik Rostov-on-Don pada 1980 dan mengundang decak kagum pada saat dipamerkan di Paris Air Salon 1981. Uni Soviet sengaja menjadikan Mi-26 sebagai bahan propaganda, karena heli ini baru masuk dinas aktif pada 1983.

Dari segi dimensi, Mi-26 sangat persis dengan Mi-6 Hook, heli terbesar pertama di dunia yang juga sempat dioperasikan oleh TNI AU tahun 1960-an. Biro desain Mil memang berfokus pada penyempurnaan Mi-6, baik dari segi avionik maupun bentuk. Kapasitas angkutnya sangatlah besar, mencapai 20 ton atau dua kali lipat dari Mi-6.

Dengan ruang kargo lega, beragam alat berat seperti traktor, ekskavator, truk kelas sedang, sampai ranpur BMD-3 dapat ditelan ke dalam perutnya. Yang tidak masuk ke dalam perut Mi-26T tinggal digantung pada sling baja, yang diawasi melalui kamera dari dalam kabin bertekanan. Untuk mengangkut penumpang, tersedia 40 kursi lipat yang menempel ke dinding, dan opsinya bisa dipasang 60 kursi lainnya di baris tengah ruang kargo.

Sumber tenaga Mi-26 berasal dari dua mesin turbin Lotarev D-136 yang menyemburkan daya 11.400shp sebuahnya, yang dikawinkan dengan gearbox khusus berbahan aluminium yang dapat memaksimalkan torsi untuk memutar delapan bilah baling-baling fiberglass dengan titanium untuk ujung-ujungnya. Pada varian terbaru Mi-26T2, mesinnya diganti dengan Ivchenko-Progress/ Motor Sich D-136-2 turboshaft yang sudah dilengkapi FADEC (Full Authority Digital Engine Control) dan output yang meningkat sampai 11.650shp sebuahnya.

Truk militer pun ditelan Mi-26. Sumber gsmbar: youtubeTruk militer pun ditelan Mi-26. [youtube]

Nah, apa implikasinya apabila TNI AD memutuskan membeli Mi-26T? Yang pertama, Mi-26T lebih banyak difungsikan untuk angkut berat dengan aplikasi militer terbatas. Dengan sosok tambun dan besar, helikopter ini merupakan sasaran empuk bagi rudal pencari panas, dan kawalan gunship pun tidak akan menjamin bahwa Mi-26T akan selamat di medan pertempuran.

Artinya, penggunaan Mi-26T akan lebih difokuskan untuk OMSP (Operasi Militer Selain Perang) seperti penanggulangan bencana alam, pemadaman kebakaran hutan atau pembangunan infrastruktur di tempat terpencil. Namun begitu, dengan sosok gambot, persiapan LZ (Landing Zone) di tempat tujuan juga lebih masif dan bisa jadi lebih lama, karena butuh ruang kosong yang luas untuk menampung Mi-26T.

Kedua, dimana Mi-26T mau dipangkalkan? Kondisi Lanumad Ahmad Yani Semarang dan Pondok Cabe sudah sangat crowded karena digunakan bersama untuk penerbangan sipil, yang intensitasnya makin meningkat. Saat ini Terminal baru untuk Bandara Ahmad Yani sedang dibangun Angkasa Pura 1, sementara Pondok Cabe tengah disiapkan untuk operasional ATR-72 Garuda Indonesia.

Dengan sosok sangat gambot dan panjang setara Boeing 737-500, Mi-26 berpotensi bersinggungan dengan slot penerbangan sipil di kedua bandara tersebut, berbeda dengan Bell 412 atau NBO-105 yang masih lebih fleksibel pengaturannya. Satu yang memungkinkan adalah Lanumad Gatot Soebroto di Lampung, tetapi sarana dan prasarana di sana belum selengkap Lanumad Ahmad Yani dan Pondok Cabe.

Terakhir dan berpotensi menjadi hambatan operasional adalah jarak tempuh maksimal yang bisa dicapai Mi-26T yang hanya bisa terbang sejauh 800 km dalam kondisi bahan bakar penuh, atau 1.200 km jika membawa tangki bahan bakar cadangan. Sedikit lebih baik dari Mi-17V5 memang, namun Mi-26T lebih boros dalam menenggak bahan bakar, sekali isi bisa 24.000 liter.

Bandingkan dengan Mi-17V5 yang cukup minum 4.000 liter, sudah termasuk ferry tank. Jadi, untuk isi penuh Mi-26T, akan butuh setidaknya tiga truk tangki Pertamina Aviation kapasitas terbesar (trailer) atau empat truk tangki kapasitas sedang. Apakah bahan bakar sebanyak itu akan tersedia nantinya di lokasi bencana yang akan dituju? Walhuallam. [Author: Aryo Nugroho]
 

  Angkasa  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.