Selasa, 28 Juni 2016

TNI Diminta Beri Efek Kejut ke Perompak

Indonesia Diizinkan Kejar Perompak ke Filipina Ilustrasi KRI TNI AL

Anggota Komisi I DPR Supiadin Aries Saputra mengatakan, jika memang TNI telah diizinkan memasuki wilayah Filipina untuk mengejar perompak yang menyandera WNI, maka kesempatan tersebut harus dioptimalkan.

"Kita harus belajar dari dua pembebasan sebelumnya, kenapa kok dulu sudah disandera terus untuk ketiga kalinya disandera lagi. Semoga dengan TNI masuk ke perairan Filipina, mereka bisa memberikan efek kejut kepada perompak," ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Supiadin mengingatkan, Pemerintah agar tak menggunakan cara-cara praktis dalam membebaskan sandera. Sebab, cara-cara praktis itulah yang membuat WNI kerap menjadi sasaran empuk penyanderaan.

"Cara-cara praktis yang harus dihindari ya salah satunya seperti menyerahkan uang tebusan. Kalau TNI sudah diberi izin masuk, saya rasa cara-cara seperti itu tak perlu dilakukan lagi," tutur Supiadin.

Ia mengimbau agar TNI dan Kementerian Luar Negeri selalu berkoordinasi dalam proses pembebasan sandera saat ini. Jika TNI masuk wilayah Filipina, pastinya ada beberapa hal yang harus dipatuhi terkait yurisdiksi Filipina.

"Pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri dan TNI harus satu visi, berkoordinasi secara intensif, agar sandera bisa bebas sekaligus memberi efek kejut kepada perompak, agar WNI tidak kembali menjadi sasaran penyanderaan," kata Supiadin.

Pemerintah Filipina mengizinkan Indonesia, dalam hal ini TNI, melakukan pengejaran terhadap perompak dan kelompok teroris jika terjadi pembajakan atau penyanderaan WNI di kawasan selatan Filipina hingga ke teritorial Filipina.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan, ada sejumlah terobosan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Filipina terkait penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf.

Ryamizard bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina Voltaire T Gazmin, Minggu (26/6), membahas soal penyanderaan warga negara Indonesia di Filipina Selatan dan tindak lanjut kesepakatan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia soal patroli keamanan bersama di perbatasan ketiga negara.

"Pemerintah Filipina mengizinkan pengejaran terhadap perompak dan teroris di Filipina Selatan hingga melintasi perbatasan laut RI-Filipina. Semua dilakukan dalam kerangka semangat ASEAN, yakni keamanan dan stabilitas kawasan," kata Ryamizard yang dihubungi di Manila.

Tujuh WNI disandera oleh kelompok bersenjata Filipina. Penyanderaan terhadap ABK tugboat Charles 001 dilakukan sebanyak dua kali.

Penyanderaan pertama dilakukan terhadap tiga orang, yaitu Kapten Fery Arifin (nahkoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM) dan Edy Suryono (Masinis II).

Selang 1,5 jam kemudian, terjadi penyanderaan kedua terhadap empat ABK lainnya oleh kelompok berbeda, yaitu Ismail (Mualim I), Robin Piter (Juru Mudi), Muhammad Nasir (Masinis III) dan Muhammad Sofyan (Oilman).

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan kemudian dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

 Jangan Jadikan Jalan Pintas lewat Uang untuk Bebaskan WNI! 

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah menyesalkan kasus penyanderaan terhadap ABK WNI kembali terulang. Penyanderaan yang ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir ini semestinya menjadi kasus penyanderaan terakhir.

Pemerintah, kata Fahri, harus menanggapi ini secara serius dan tegas. Selain itu, upaya pembebasan sandera sebaiknya tidak menggunakan cara-cara yang praktis.

"Saya sudah bilang jangan kasus sandera menjadi ritual karena kita menyelesaikannya secara pintas dengan uang dan sebagainya itu seolah-olah bisa selesai dengan sendirinya," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6/2016).

Menurut Fahri, negara harus menanggapi masalah penyanderaan dengan cara-cara yang bermartabat. Hubungan kedua negara harus dikedepankan.

Namun, kesanggupan negara Filipina mengatasi teroris yang hidup di dalam negaranya juga perlu dipertanyakan. Pasalnya, penyanderaan warga asing selalu terulang.

"Harus dituntaskan dengan cara kita bernegara. Kalau bilateral Filipina tidak mau membantu, kita selesaikan sendiri dengan cara kita," kata politisi PKS itu.

"Negara harus menjamin keselamatan warga negaranya sesuai dengan amanat undang-undang dasar. Jadi, karena itu, harus ada kerja sama dengan Filipina dan tanya 'kamu bisa jamin enggak nih, kok kita ini kena terus?'," ujar Fahri.

Penyanderaan juga sudah terjadi terhadap 10 WNI sebelumnya. Sebanyak 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Kemudian, empat ABK kapal Tunda Henry juga disandera kelompok Abu Sayyaf dan kemudian dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

 Kelompok Penyandera ABK WNI Diketahui 
Kapal Tunda TB Charles 001

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, salah satu kelompok bersenjata Filipina yang menyandera anak buah kapal tugboat Charles 001 telah diketahui identitasnya.

"Salah satu sudah bisa dipastikan Al Habsy yang kemarin yang pertama," kata Gatot seusai kegiatan buka puasa bersama di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (27/6/2016).

Sementara itu, kelompok lain yang juga menyandera ABK tersebut belum teridentifikasi. Untuk diketahui, penyanderaan terhadap ABK tugboat Charles 001 dilakukan sebanyak dua kali.

Penyanderaan pertama dilakukan terhadap tiga orang, yaitu Kapten Fery Arifin (nakhoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II).

Selang 1,5 jam kemudian, terjadi penyanderaan kedua terhadap empat ABK lainnya oleh kelompok berbeda, yaitu Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (oilman).

Selain identitas, Panglima mengaku, pihaknya telah mengidentifikasi lokasi keberadaan empat ABK yang disandera. Dari informasi sementara yang diperoleh, empat ABK diketahui berada di wilayah Jolo, Filipina.

"Tetapi, itu perlu diverifikasi lagi. Terpisah, empat dan tiga terpisah," ujarnya.

 Penyandera Empat ABK WNI Minta Tebusan Sekitar Rp 60 M 

Empat dari tujuh anak buah kapal tugboat Charles 001 yang disandera kelompok bersenjata Filipina telah diketahui keberadaannya. Mereka saat ini teridentifikasi berada di wilayah Jolo, Filipina.

"Siang tadi dalam kondisi sehat. Tetapi, saya belum bicara sendiri dengan sandera," kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo usai kegiatan buka puasa bersama di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (27/6/2016).

Gatot tidak menyebut identitas keempat ABK yang dimaksud. Kendati demikian, dalam penyanderaan terhadap kapal tersebut pada 20 Juni lalu, memang terjadi dua kali penyanderaan.

Panglima menambahkan, atas penyanderaan terhadap empat orang ABK yang telah teridentifikasi lokasinya, para penyandera mengajukan sejumlah uang tebusan. Sementara itu, tiga ABK lainnya belum diketahui keberadaan lokasi mereka dan tuntutan yang diajukan penyandera.

"Sementara tebusan yang diinformasikan 200 juta peso atau sekitar Rp 60 miliar sampai Rp 65 miliar. Yang dipastikan adalah yang mereka minta untuk empat orang, yang tiga orang belum. Mereka masih dicari," ujar dia.

  ★ Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.