Rabu, 28 September 2016

Kisah Skadron Udara 8 Evakuasi Korban OPM yang Mendebarkan

Heli Super Puma Ditembaki di Papua Kru Skadron Udara 8. [Skadron Udara 8]

Hari itu, Kamis, tanggal 21 Februari 2013 pukul 12.00 WIT, turun perintah dari komando atas agar crew segera menyiapkan helikopter. Skadron Udara 8 ditugaskan untuk berangkat ke daerah puncak Mulia dan Sinak yang merupakan salah satu tempat di jajaran Pegunungan Papua. Masih belum jelas apa persisnya operasi yang bakal dijalankan. Yang terpikir di benak para kru adalah ini bukan operasi sembarangan.

Baru saat briefing kru mengetahui kalau mereka bakal terbang ke salah satu sarang Organisasi Papua Merdeka (OPM). Skadron Udara 8 diperintahkan untuk mengevakuasi personel TNI AD yang gugur dan terluka akibat kontak tembak dengan Orang Tak Dikenal (OTK), yang menurut data menurut informasi adalah bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Pada saat itu Skadron Udara 8 melaksanakan kegiatan operasi pengamanan daerah perbatasan di wilayah Provinsi Papua sebagai BKO (Bawah Kendali Operasi) dari Kodam XVII Cendrawasih. Pada periode ini pesawat yang digunakan adalah helikopter SA-330 Puma dengan call sign HT-3318 yang ditempatkan di Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU) Jayapura, Papua Barat.

Posisi puncak Mulia dan Sinak kurang lebih sekitar 180 Nm (Nautical Mile) dari Bandara Sentani di Jayapura. Puncak Mulia dan Sinak, keduanya merupakan sebuah distrik di Kabupaten Jaya. Durasi menuju lokasi apabila ditempuh dengan helikopter Puma akan memakan waktu 1 jam 45 menit.

Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIT. Helikopter Puma dengan registrasi HT-3318 pun berangkat dari Bandara Sentani menuju ke daerah evakuasi korban di puncak Mulia dan Sinak. Lima orang prajurit Skadron Udara 8 mengawaki helikopter Puma tersebut. Mereka adalah Mayor Pnb Asep Wahyu Wijaya, Kapten Pnb Tatag Onne Setiawan, Lettu Tek Amang, Pelda Agustinus, dan Sertu Sambiyanto.

Sesuai dengan informasi yang didapat, jumlah personel yang akan dievakuasi adalah dua orang pasukan TNI AD di puncak Mulia. Satu orang luka tembak dan satu orang meninggal. Selain dua orang itu ada juga empat orang pasukan di Sinak yang akan dievakuasi, kondisi mereka sudah meninggal.

Pre-flight inspection sebelum memulai operasi. Sumber gambar: Skadron udara 8Pre-flight inspection sebelum memulai operasi. [Skadron udara 8]

Selama penerbangan, komunikasi tetap dilaksanakan antara heli dengan pos pasukan yang berada di puncak Mulia dan Sinak agar didapatkan informasi terbaru. Melalui komunikasi itu diketahui bahwa kontak tembak terjadi pada pagi harinya. Jumlah korban juga sangat mungkin akan bertambah karena masih ada personel yang belum ditemukan akibat terjatuh ke dalam jurang.

Rute yang dilewati saat itu kondisi cuacanya mulai kurang bersahabat. Selain angin pegunungan yang mulai kencang, pertumbuhan awan pun mulai semakin memburuk. Bukan hal aneh memang, sebab karakter cuaca di daerah pegunungan Papua dikenal semakin “menantang” di siang hari.

Menghadapi kondisi saat itu maka helikopter Puma naik ke ketinggian 12.500 kaki untuk menghindari kepungan cuaca yang sedang memburuk. Akibatnya, crew harus menghirup oksigen dari tabung portable secara bergantian agar tidak mengalami hipoksia. Hal tersebut terpaksa dilakukan karena helikopter Puma adalah unpressurized cabin atau kabin tanpa sistem pengatur udara bertekanan.

Setelah melewati rintangan cuaca, heli mendarat di puncak Mulia yang berelevasi 5.400 kaki. Sesampainya di sana, ternyata dua korban yang akan dievakuasi belum tiba di pick up point. Crew pun berpikir untuk berangkat menuju ke Sinak mengevakuasi korban lain yang berada di sana demi efektifitas dan efisiensi waktu.

Kru Skadron Udara 8 berencana untuk menuju ke Sinak dan selanjutnya kembali ke puncak Mulia. Setelah semua korban terevakuasi dari kedua titik tersebut, barulah akan diterbangkan ke Jayapura. Pada saat itu ada personel dari Koramil Mulia yang menawarkan diri untuk ikut terbang menuju ke Sinak sebagai pemandu karena yang bersangkutan cukup menguasai data–data medan di daerah tersebut.

Membawa pasukan lokal nyatanya juga tak menjamin keamanan. Di tengah perjalanan situasinya amat menakutkan.

Jarak antara puncak Mulia dengan Sinak sebenarnya hanya terpisah dua gunung, namun kondisi medannya sangat berat apabila dijangkau lewat jalur darat. Saat helikopter Puma berjarak empat mil dari Sinak dan bersiap memasuki “gap” -celah diantara dua gunung, tiba-tiba cuaca berubah sangat cepat dan jarak pandang menjadi pendek. Kondisi tersebut memaksa penerbang helikopter Puma Skadron Udara 8 kembali ke puncak Mulia karena cuaca makin memburuk dan cenderung membahayakan.

Saat itu heli akan turning kanan munuju puncak Mulia dengan posisi sedikit mendekat ke arah gunung yang berada di sebelah kiri. Tiba-tiba anggota Koramil yang ikut bersama tim di dalam heli berteriak melalui head set yang ia gunakan. “Bapak.., Bapak..! Jangan dekat-dekat gunung ini. Cepat pergi, cepat! Ini kampung mereka. Pergi Bapak!,” teriak sang anggota Koramil.

Mereka’ yang dimaksud si prajurit Koramil ini adalah salah satu sarang OPM. Di situ biasanya anggota OPM sudah menyiapkan seluruh persenjataan dan selalu mengintai kalau-kalau ada pasukan TNI nyelonong lewat darat maupun udara.

Mendengar teriakan dari anggota Koramil tersebut, heli pun segera escape menjauh dari lereng gunung tersebut. Sambil menghindari lereng gunung, detak jantung semua kru Skadron 8 pun berdegup cepat. Adrenalin meningkat.

Helikopter Puma berhasil kembali ke puncak Mulia dan mendarat pada pukul 16.15 WIT. Ketika sudah sampai di Mulia, baru diketahui bahwa anggota Koramil itu pernah menjadi korban OPM yang berada di lereng gunung itu. Itulah kenapa anggota Koramil yang ikut bersama tim cukup “keras” dalam memperingatkan tim karena memang daerah lereng gunung tersebut sangat berbahaya untuk dilalui.

Kondisi di puncak Mulia saat itu sudah mulai gerimis dan awan-awan mulai menebalkan dirinya. Oleh karena itu, melaksanakan penerbangan kembali ke Jayapura sangatlah berisiko. Evakuasi dua orang korban yang berada di puncak Mulia untuk sementara tertahan di sana.

Seluruh kru berikut helinya malam itu menginap di puncak Mulia. Tempat yang diinapi merupakan fasilitas bandara perintis Mulia yang sudah dikondisikan seperti bunker oleh pasukan Paskhas TNI AU yang bertugas di sana.

Waktu menunjukkan pukul 17.30 WIT ketika Mayor Pnb Asep bertanya tentang cara mendapatkan informasi yang akurat mengenai jumlah korban yang akan dievakuasi dari Sinak pada esok harinya. Hal ini penting, mengingat akan berpengaruh terhadap perhitungan kemampuan muat heli. Karena akan dikomparasikan dengan elevasi Sinak yang mencapai 6.700 kaki (feet).

Berdasarkan informasi dari rekan-rekan TNI yang bertugas di sana, dijelaskan bahwa satu-satunya cara berkomunikasi dengan Pos Sinak adalah dengan menggunakan radio komunikasi yang berada di Koramil. Jarak menuju Koramil sekitar enam kilometer dari Bandara Mulia.

Penulis dan empat rekan dari Korpaskhas yang bersenjata lengkap kemudian berangkat menuju ke Koramil menggunakan mobil milik Pemda. Sebelumnya kami berganti pakaian sipil agar tidak tampak mencolok karena di kawasan Mulia masih sangat rawan. Sering terjadi penyerangan terhadap personel TNI atau Polri di daerah ini. Perjalanan 6 km pun terasa jauh dan lama.

Setibanya di Koramil, komunikasi pun dapat dilaksanakan dengan Pos Sinak. Informasi terkini diperoleh dan menyebutkan bahwa jumlah korban yang besok akan dievakuasi berjumlah 11 orang. Korban-korban tersebut dirinci dengan kondisi tujuh korban meninggal dunia dan empat korban luka tembak. Ini tentu berbeda dengan informasi awal yang diterima kru Skadron Udara 8.

Informasi penting lainnya adalah, jika besok cuaca mendukung, maka helikopter Puma akan berangkat dari puncak Mulia. Heli akan mendarat di lapangan bola Koramil Sinak, bukan mendarat di lapangan terbang Sinak karena kondisinya masih dikuasai OPM. Setelah kegiatan tukar-menukar informasi dan berkoordinasi dengan pos pasukan TNI di Sinak dirasa cukup, penulis dan empat rekan Korpaskhas kembali ke Bandara Mulia dan melapor kepada Mayor Pnb Asep.

Pukul 20.00 WIT dilaksanakan briefing mengenai rencana kegiatan operasi evakuasi yang akan dilaksanakan esok hari. Pada malam itu diputuskan kru Skadron 8 beserta helikopter Puma akan berangkat menuju Sinak untuk mengevakuasi 11 korban. Setelah itu langsung bertolak kembali ke puncak Mulia guna menjemput dua korban lainnya di sana.

Jumat pagi, tanggal 22 Februari 2013 pukul 06.30 WIT, helikopter Puma sudah menjalani pre flight inspection. Karena kondisi cuaca di Puncak Mulia masih berkabut, rencana berangkat menuju Sinak terpaksa ditunda untuk sementara waktu, menunggu kondisi cuaca membaik. Penundaan kali kedua ini tentu menimbulkan stres bagi seluruh kru.

Waktu saat itu 07.45 WIT saat helikopter Puma dengan registrasi HT-3318 beserta kru Skadron 8 berangkat menuju Sinak. Mayor Pnb Asep di left seat sebagai Pilot in Command dan penulis di right seat. Sementara Lettu Tek Amang di posisi flight engineer seat, serta Pelda Agustinus dan Sertu Sambiyanto sebagai cabin crew.

Rute yang dilalui berbeda dari hari kemarin untuk menghindari lereng-lereng gunung yang merupakan kampung-kampung OPM. Sekarang heli harus melambung tinggi melewati empat gunung guna menempuh rute yang relatif aman menuju Sinak guna menjemput para korban di sana.

Setelah melewati “gap” gunung arah Sinak, komunikasi antara crew dengan pasukan di Pos Sinak baru dapat dilaksanakan. Kru Skadron 8 tentu berharap agar mereka bisa landing, mengevakuasi korban, dan pergi kembali ke Jayapura. Sayangnya, di ujung radio komunikasi terdengar kabar bahwa pasukan di Pos Sinak sedang kontak tembak dengan OPM. Namun disampaikan juga bahwa helikopter Puma tetap bisa mendarat di lapangan di dekat Koramil seperti rencana semula. “Pendaratan akan dipandu oleh anggota TNI yang mengibarkan karung berwarna putih sebagai tanda,” ujar seorang anggota di darat.

Sesaat setelah itu terlihatlah lapangan yang dimaksud dan sudah ada pemandu yang mengibarkan karung berwarna putih. Helikopter Puma mendarat di Sinak sekitar pukul 08.25 WIT. Saat sudah berada di ground, terlihat beberapa personel pasukan TNI AD yang membuat pengamanan di sekitar heli.

Sambil menunggu korban yang akan dibawa, Pelda Agustinus turun dari heli untuk memeriksa kondisi permukaan tanah yang agak lembek akibat hujan semalam dan kondisi roda heli agar aman. Setelah yakin dengan kondisi roda yang aman Pelda Agustinus memberikan kode “thumb up” dan kembali masuk ke heli untuk persiapan menerima 11 korban yang akan dievakuasi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiBU5WAuKhlFoeeHtWj1-lKvZbfzRTg-le8j4ppiThnmXUErHQe6cXESUe0gXZ9mqfaVtcfeVCam-BdM5FKDdtSLI4tUbhPJS-fTSoqdcwcTqarYSlwfOjl2YvKKLkOCN86twCZAjZCfAe/s1600/kisah-menegangkan-helikopter-tni-yang-ditembaki-di-papua.jpgHelikopter TNI yang ditembaki. [Skadron Udara 8]

Sementara komunikasi antara kru Skadron 8 dengan pos pasukan Sinak masih terjadi. “Sinak.., Sinak.., Puma… Mana korban yang akan diangkut?,” Tanya kru heli pada Pos Sinak. Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Pos Sinak, “Puma.., Sinak.., iya korban sedang diangkut dari Koramil menuju Puma”.

Dari arah pukul 11 terlihat samar-samar rombongan masyarakat dan beberapa tentara menggotong jenazah dengan jarak sekitar 100 meter. “Bang.., korban merapat arah jam 11,” ujar saya kepada Mayor Pnb Asep.

Demikian juga Lettu Tek Amang menyampaikan, “Iya, Pak. Itu kelihatan Pak sedang digotong.“ Kemudian dijawab oleh Mayor Pnb Asep, “OK.., monitor jam 11 ya… Mendekat…

Hanya dalam hitungan detik, sesaat ketika saya dan Lettu Tek Amang mengubah posisi duduk dari condong ke depan mendekat dashboard heli ke arah belakang untuk bersandar di kursi, kami masing-masing tiba-tiba mendengar ada suara yang keras.

Kokpit heli pun berkabut seperti ada asap di dalamnya. Jantung saya seakan berhenti ketika mendengar suara tembakan tersebut. Setelah sepersekian detik kemudian ketika secara reflek Mayor Pnb Asep mengangkat collective heli agar pesawat naik ke atas.

Saat itu heli tidak bergerak vertikal secara sempurna, tetapi sembari berputar-putar ke kiri sebanyak dua putaran. “Kuasai heli, Pak. Kuasai, Pak. Tenang.., tenang…!“ ucap Lettu Tek Amang yang coba tenangkan kondisi.

Sesaat kemudian heli pun dapat dikendalikan. Secepatnya heli escape dari Sinak dengan masih disusul oleh tembakan lainnya yang terdengar di bawah badan heli. Tembakan tersebut didengar oleh dua cabin crew yang sedang tiarap di lantai heli. Sambil merasakan perih di beberapa bagian tubuh, tim berusaha berkonsentrasi membawa heli sampai ke Sinak. Dengan sangat terpaksa misi evakuasi 11 korban dibatalkan.

Saat heli sudah terbang meninggalkan Sinak dan dilaksanakan pengecekan, ternyata tembakan peluru dari arah kanan depan kaca pilot menembus ke dalam kokpit mengenai electrical cabinet tempat circuit breaker dari tempat auto pilot system. Akibat kerusakan pada auto pilot system itulah kontrol heli terganggu sehingga saat collective diangkat helikopter Puma malah bergerak naik dan berputar.

Sembari memeriksa apakah ada bagian lain di dalam kokpit yang mengalami kerusakan, saat itu terlihat genangan darah di lantai kokpit heli. “Terus saja, Pak. Kita pergi Pak. Saya kena Pak,” teriak Lettu Tek Amang sembari memegang telapak tangan kirinya.

Kita ke Mulia saja. Minta medis di Mulia,” saran Mayor Pnb Asep.

Mulia.., Mulia, Puma. Kami kembali ke Mulia. Puma ditembak, satu personel terluka. Minta tenaga medis di Mulia,” penulis menyampaikan melalui kontak radio ke Puncak Mulia.

Pukul 08.40 WIT heli mendarat di puncak Mulia dan Lettu Tek Amang pun segera ditangani oleh tenaga medis di sana. Setelah mendarat, penulis dan Mayor Pnb Asep baru menyadari bahwa ternyata perih yang kami rasakan selama terbang tadi disebabkan oleh pecahan kaca heli yang menancap di tangan dan paha kami. Pecahan kaca tersebut kami cabut dari bagian tubuh yang tertancap dan diobati dengan obat luka seadanya oleh rekan-rekan Korpaskhas TNI AU.

Setelah itu kru Skadron Udara 8 melaksanakan pengecekan terhadap heli dan beruntung tidak ditemukan bagian lain yang terkena tembakan susulan. Saat masih sedang melakukan pengecekan sambil menenangkan hati, terjadi sesuatu yang kembali mengagetkan kami. Tiba-tiba terdengar suara kontak tembak di bagian bawah landasan atau lereng gunung tempat kami berada.

Pak! Lari ke bunker Pak. Cepat!” teriak salah satu anggota Korpaskhas.

Segera tanpa banyak pikir, rompi antipeluru sudah dilepaskan, kami ambil kembali. Kami gunakan lagi rompi itu untuk melindungi diri sembari berlari menuju bunker. Jantung tiap-tiap orang yang ada pada saat itu seperti tidak ada jeda untuk sejenak memperlambat denyut tempo. “Wah, Pak, hari ini banyak sekali yang ingin nembakin kita,” ujar salah seorang rekan anggota saat sudah sampai di bunker.

Setelah kondisi dinyatakan relatif aman, selanjutnya permasalahan pada auto pilot system di pesawat segera ditangani oleh kru Skadron Udara 8 dengan bantuan pengamanan dari pasukan. Namun untuk mengetahui apakah sudah beroperasi dengan normal maka harus dilakukan pengecekan dengan cara engine running atau “menyalakan” heli. Akhirnya diputuskan proses pengecekan dilaksanakan ketika heli start engine untuk kembali ke Jayapura. Seluruh kru Skadron Udara 8 pun memanjatkan berdoa kepada Tuhan agar permasalahan tersebut dapat kembali normal.

Pada pukul 10.00 WIT, Lettu Tek Amang selesai ditangani secara darurat oleh medis. Pula korban yang berada di Puncak Mulia juga sudah siap untuk segera berangkat menuju ke Jayapura.

Helikopter Puma kemudian start engine pada pukul 10.05 WIT dan auto pilot system sudah beroperasi dengan normal kembali. Ketika heli akan melaksanakan hover pergolakan tak kunjung usai. Setelah sempat mereda, ternyata terdengar suara kontak tembak lagi di lereng gunung puncak Mulia yang merupakan lintasan heli saat take-off.

Setelah beberapa saat personel pasukan yang bertugas sebagai pemandu udara memberi tanda “OK”, heli kemudian bergerak naik secara vertikal untuk kemudian berakselerasi untuk meraih kecepatan. Metode ini dilakukan tim untuk menghindari kemungkinan jarak tembak efektif dari OPM yang berada di lereng gunung puncak Mulia.

Heli pun akhirnya mendarat dengan aman di Bandara Sentani, Jayapura pada pukul 12.00 WIT setelah sebelumnya terbang selama 1 jam 45 menit. Penerbangan kembali menuju Bandara Sentani dilalui helikopter Puma dengan kondisi cuaca yang “up and down” serta serbuan hujan.

Selanjutnya dua korban dari Puncak Mulia beserta Lettu Tek Amang dibawa ke Rumah Sakit TNI AD Marthen Indhey, Jayapura. Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan bahwa kru Skadron Udara 8 dan helikopter Puma dapat kembali ke Jayapura dengan selamat dan siap melaksanakan tugas selanjutnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkA3RgGaw3N4Mwjb3RCdyjMf9IdnlHaiUEH5J3ThgOzpvX_3hlRgfRs_kV36-Yx8U35y8_P4P26qA5fG6GEwx6dYd7-h3enen_qe8iXD4R-YsFlHDe9hcSMBuNRknh4Wa_T6Vbr3IUw6ao/s1600/helikopter-tni-yang-ditembaki-001-ramadhian-fadillah.jpgHelikopter Puma TNI AU HT-3318 sudah berada di Lanud Jayapura menunggu pemeriksaan dan perbaikan kerusakan akibat penembakan. [Skadron Udara 8]

Kejadian yang dialami oleh crew HT-3318 di Papua pada Februari 2013 ini adalah salah satu dari kisah pengalaman bertugas di daerah perbatasan dan daerah rawan konflik yang mendebarkan. Sampai saat ini masih banyak rekan–rekan TNI yang bahu–membahu bertugas di sana demi negara dengan mengorbankan kepentingan pribadi dan berada jauh dari keluarganya.

Dalam setiap penugasan akan selalu ada pengalaman yang didapat, termasuk operasi di pedalaman Papua ini. Penugasan pada awal tahun 2013 tersebut akan selalu menjadi pengalaman yang tidak terlupakan bagi kami. Semoga kedamaian segera terwujud di Papua. Skadron Udara 8 siap berbakti kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dahulu, saat ini, esok, dan seterusnya. The Silent Heroes.., “Segesit Puma, Sekuat Gajah”.

Author: Kapten Pnb Tatag Onne Setiawan

  Angkasa  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.