Rabu, 21 September 2016

Presiden Jokowi tunda beli helikopter VVIP

Hemat Anggaran Helikopter Kepresidenanan [def.pk]

P
residen Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pembelian helikopter VVIP AgustaWestland (AW-101) belum perlu dilakukan dan tidak termasuk dalam prioritas. Hal ini terkait dengan penghematan anggaran yang tengah dilakukkan.

"Ini kan ada prioritas dan pemotongan anggaran seperti yang sudah saya keluarkan lewat Inpres agar untuk hal-hal yang tidak perlu yang anggarannya yang tidak memberikan efek kepada apapun," kata Presiden Jokowi seperti dikutip dari Antara, Selasa (20/9).

Jokowi mencontohkan, beberapa pos anggaran yang layak untuk dipangkas di antaranya biaya perjalanan dinas, rapat-rapat, konsinyering, kemudian barang-barang yang belum perlu. Sedangkan helikopter VVIP AgustaWestland yang ditegaskannya bahwa pemerintah akan kembali melihat kegunaan dan kebutuhannya seberapa mendesak.

"Barang-barang yang belum perlu seperti tadi apa helikopter AgustaWestland saya kira sama. Kita lihat kegunaannya apakah sangat mendesak dan itu masih dalam kajian di KKIP dan juga masih dikalkulasi oleh Panglima TNI," katanya.

Penghematan anggaran menurut Presiden Jokowi juga berlaku di bidang pertahanan. Pembelian sejumlah alutsista masih akan terus dipertimbangkan termasuk Helikopter VVIP Agusta Westland yang sebelumnya sudah direncanakan.

Sebelumnya, rencana TNI Angkatan Udara membeli delapan helikopter AgustaWestland AW-101 bikinan kerjasama antara Westland Helicopters di Inggris dan Agusta di Italia untuk Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke daerah terpencil terus menuai kritik. Daripada membeli helikopter bikinan luar negeri, TNI AU disarankan memakai produk dalam negeri alias buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk mendukung aktivitas Presiden Jokowi.

"Siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya," kata Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta di Jakarta, Senin (30/11).

Sukamta mencontohkan apabila pemerintah dalam hal ini TNI membeli produk pertahanan dari PTDI, maka 30 persen uang rakyat akan kembali ke negara. Hal itu menurut dia dalam bentuk pembelian bahan baku lokal yang digunakan PTDI dalam produksi alat-alat pertahanan.

"Lebih dari 1000 anak bangsa bisa melanjutkan hidup dari perusahaan tersebut (PTDI)," ujar Sukamta.

Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman mengatakan, selama ini TNI Angkatan Udara sudah bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI). TNI AU sudah cukup familiar untuk mengoperasikan helikopter di dalam keluarga Puma, produksi Airbus Helicopter, Prancis, seperti pada seri AS332 Super Puma dan SA330 Puma, dengan lisensi produksi PTDI sejak lebih dari 30 tahun yang lalu.

Namun, kata Jajang, kinerja PTDI dalam pembuatan pesawat atau helikopter masih kurang memuaskan. "Apalagi, salah satu tugasnya adalah menopang kepentingan angkutan militer," katanya.

Jajang curiga, bergesernya rencana pembelian Alutsista sebagai bagian dari rencana strategis TNI AU ini merupakan imbas dari kinerja PTDI yang belum maksimal dalam melaksanakan kewajibannya kepada TNI AU.

Misalnya, pekerjaan pengadaan Helikopter Bell 412EF tahap II, dari TNI AU kepada PTDI yang senilai Rp 220 miliar, pada 2011 silam. "Untuk proyek pengerjaan ini PTDI telah menerima 96 persen atau sekitar Rp 212,5 miliar, dengan hasil pengerjaan yang belum selesai. Hingga saat ini penyelesaian kemajuan fisik tercatat baru mencapai 20 persen saja," ujarnya.

Jajang menambahkan, dari sisi produk PTDI dinilai kurang memadai. Akhir-akhir ini, beberapa kali keluarga Super Puma itu mengalami kecelakaan.

  merdeka  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.