Rabu, 02 November 2016

Australia Pertimbangkan Patroli bersama Indonesia

✈ Di Laut China Selatan Ilustrasi Latma Indonesia dan Australia [indomiliter]

Australia sedang mempertimbangkan patroli bersama dengan Indonesia di perairan sengketa Laut China Selatan.

Langkah tersebut diperkirakan akan membuat Beijing jengkel atau marah.

Pertimbangan untuk patroli bersama Australia dan Indonesia itu diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Julie Bishop, Selasa (1/11/2016), seperti dilaporkan Agence France-Presse.

Kemungkinan tersebut diusulkan Jakarta selama pertemuan antara Bishop dan Menhan Marise Payne dengan petinggi Indonesia, termasuk Menhan Ryamizard Ryacudu, pekan lalu.

"Kami telah sepakat untuk mengeksplorasi pilihan untuk meningkatkan kerja sama maritim dan tentu saja hal itu mencakup kegiatan yang dikoordinasikan di Laut China Selatan dan Laut Sulu," kata Bishop kepada ABC.

"Ini semua sesuai dengan kebijakan kami menggunakan hak kami untuk kebebasan navigasi dan itu sesuai dengan hukum internasional," kata Bishop.

Ryacudu sebagaimana dikutip oleh harian Sydney Morning Herald mengatakan, ia telah mengusulkan "patroli perdamaian" dengan Australia di Laut China Selatan.

"Tak ada niat mengganggu hubungan (dengan China). Ini disebut patroli perdamaian untuk menciptakan perdamaian. Ini untuk melindungi ikan di wilayah masing-masing," katanya.

Beijing telah menegaskan kedaulatan atas hampir semua Laut China Selatan yang kaya sumber daya. Klaim itu berseberangan dengan tetangganya di Asia Tenggara, terutama Filipina.

Filipina telah membawa sengketa di Laut China Selatan dengan China ke Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda.

PCA telah memutuskan pada Juli lalu bahwa tidak ada dasar hukum untuk China mengklaim sebagian besar kawasan Laut China Selatan. Putusan itu diabaikan Beijing.

Australia, sebagai sekutu setia Amerika Serikat, tidak memiliki klaim tersendiri di kawasan Laut China Selatan.

Namun, Australia menegaskan bahwa semua kapal asing memiliki hak untuk melewati Laut China Selatan sebagai perairan internasional. Sikap itu sejalan dengan AS.

Bulan lalu, AS melayarkan kapal perangnya di dekat wilayah sengketa Laut China Selatan. Beijing mengecam langkah itu sebagai "tindakan ilegal yang serius" dan "provokasi sengaja".

Pembahasan potensi patroli bersama antara Australia dan Indonesia dilakukan di tengah ketidakpastian di kawasan Laut China Selatan.

Ketidakpastian terjadi setelah Filipina, sekutu tradisional AS, seperti disampaikan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, memberi sinyal pergeseran orientasi dari Washington menuju Beijing.

Tidak seperti beberapa negara Asia Tenggara, Indonesia telah lama mempertahankan sikapnya tidak terlibat sengketa maritim dengan China di Laut China Selatan.

Indonesia juga tidak mempunyai klaim kepemilikan terumbu karang atau pulau karang di Laut China Selatan yang disengketakan China, Filipina, Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Taiwan.

Namun, kehadiran kapal-kapal nelayan China di sekitar Natuna telah menjadi kerisauan Jakarta karena hal itu berarti Beijing ingin mengganggu zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Pada Juni, Presiden Joko Widodo telah mengitari Natuna dengan kapal perang, sebuah langkah dilihat sebagai pesan yang kuat ke China untuk menghormati kedaulatan Indonesia.

Bishop mengatakan, AL Australia sudah melakukan latihan bersama di Laut China Selatan dengan India dan AS.

Latihan itu, kata Bishop, sebagai "bagian rutin dari apa yang dilakukan Angkatan Laut kita dan itu juga merupakan bagian dari keterlibatan kita di wilayah ini".

  Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.