Jumat, 06 Januari 2017

Enggak Usah Ditanggapi Tudingan Media Australia

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi bulan-bulanan media di Australia setelah memutuskan, menghentikan sementara kerja sama militer Australia. [Isra Triansyah/Sindonews]

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi bulan-bulanan sejumlah media di Australia‎ setelah dirinya memutuskan, menghentikan sementara kerja sama pertahanan antara militer Indonesia dengan Australia.

Gatot mengaku, dirinya tidak perlu menanggapi tudingan media Australia terhadap dirinya.‎ "Ya enggak usah ditanggapi (media Australia)," kata Gatot usai Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (6/1/2017).

Gatot juga enggan menanggapi terkait tudingan sejumlah media Australia yang menyebut dirinya berambisi ingin menjadi presiden, dengan memanfaatkan momentum insiden penghentian kerja sama antara Australia dengan Indonesia.

Menurut Gatot, dirinya tidak perlu menanggapi tudingan tersebut, dan menganggap biasa-biasa saja terkait serangan dari sejumlah media Australia itu‎.

‎"Ya enggak usah ditanggapi. Kalau ditanggapi lagi capek deh," ujarnya.

Gatot mengaku sudah mendengar permintaan maaf yang dilakukan pihak Militer Australia yang dianggap telah melecehkan ideologi negara. Meski begitu, dia meminta Australia melakukan investigasi secara serius sebelum ada pembicaraan tindaklanjut kerja sama.

Gatot juga menolak untuk datang ke Australia untuk membicarakan mengenai tindakan militer Australia. Seperti diberitakan sebelumnya, Militer Indonesia menangguhkan kerja sama militer dengan Australia.

Alasan penangguhan disebutkan karena alasan teknis. Namun, menurut sejumlah laporan, kerja sama ini ditangguhkan karena adanya sikap tidak sopan yang ditampilkan oleh militer Australia.

Seperti dilansir dari Reuters pada Rabu 4 Januari 2017, disebutkan pelatihan Pasukan Khusus Indonesia melihat adanya materi yang menghina prinsip Pancasila dalam program pelatihan Australia, yang mencakup kepercayaan kepada Tuhan, persatuan Indonesia, keadilan sosial dan demokrasi. (maf)

 Menghina Pancasila Berpotensi Berbahaya

Dasar negara Indonesia, Pancasila, dihina oknum Australian Defence Force (ADF) dengan memelesetkannya menjadi “Pancagila”. Profesor Greg Fealy dari Australia National University memperingatkan bahwa menghina Pancasila berpotensi berbahaya bagi Indonesia.

Imbas penghinaan ini membuat Indonesia menangguhkan kerja sama militer dengan Australia sejak awal Desember 2016 lalu. Namun, media Australia, ABC semalam (5/1/2017) melaporkan bahwa Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan penaggguhan kerja sama hanya akan berlaku untuk kelas bahasa di fasilitas Pasukan Khusus.

Profesor Fealy mengatakan kehebohan itu sejatinya hanya lelucon. Tapi, bagi Indonesia Pancasila tidak bisa dibuat lelucon.

Mengutip The Australian, seorang instruktur dari unit pasukan khusus Indonesia atau Kopassus yang berada di pangkalan militer Perth merasa tidak nyaman dengan beberapa topik yang dibahas di kelas pelatihan khusus pada November lalu.

Selain pelesetan Pancasila, materi itu juga menyinggung militer Indonesia yang dituduh melakukan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia selama pendudukan Indonesia atas Timor Timur yang kini bernama Timor Leste. Tak hanya itu, ada juga materi yang diduga berisi seruan kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Fealy yang merupakan ahli politik Indonesia, mengatakan Pancasila—yang berarti ”lima sila”—sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena merupakan ideologi nasional Indonesia.

Setiap anak sekolah, setiap warga Indonesia tahu apa lima sila, semua benar-benar tertanam dan diajarkan dalam sistem pendidikan,” katanya kepada news.com.au. ”Bagi seorang perwira militer yang sangat nasionalistik, Pancasila memiliki status hampir suci.

Banyak orang melihat Pancasila sebagai hal yang sangat penting,” ujar Fealy. ”Mereka menganggap itu sebagai pernyataan umum atau dasar persatuan dan keanekaragaman Indonesia,” imbuh dia. ”Apa pun yang menghina Pancasila berpotensi berbahaya bagi Indonesia.

Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu, sebelumnya menegaskan bahwa penghinaan terhadap Pancasila dibuat oleh oknum militer berpangkat rendah di Angkatan Pertahanan Australia. Oknum itu telah ditegur dan dihukum.

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne mengatakan penyelidikan atas insiden itu sedang diselesaikan. “Australia berkomitmen untuk membangun hubungan pertahanan yang kuat dengan Indonesia, termasuk melalui kerjasama dalam pelatihan,” kata Payne dalam sebuah pernyataan.

 Australia Sangkal Rekrut TNI Jadi Mata-mata

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne menyangkal tuduhan bahwa militernya merekrut personel terbaik dari Korps Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai mata-mata untuk Australia. Dia menyebut tuduhan seperti itu tidak berdasar.

Ini adalah sesuatu yang kita tidak akan setujui, tentu saja,” katanya, pada hari Kamis. Tuduhan muncul setelah Indonesia berhenti mengirimkan tentara terbaiknya untuk pelatihan di Australia.

Penghentian ini menyusul karena kekhawatiran yang disuarakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, di mana militer Australia dikhawatirkan merekrut anggota terbaik TNI sebagai mata-mata Australia.

Militer Indonesia sebelumnya menyatakan telah menangguhkan kerja sama dengan militer Australia, menyusul temuan bahan pendidikan oleh pasukan khusus Indonesia atau Kopassus saat latihan di Akademi Militer Australia di Perth, November 2106. Bahan atau materi itu dianggap menghina Pancasila dan Indonesia.

Materi tersebut berisi seruan kemerdekaan Papua dari Indonesia. Selain itu, materi memelestkan kata “Pancasila” menjadi “Pancagila”. Padahal, Pancasila merupakan dasar negera Indonesia. Materi itu, menurut Payne, telah dihapus.

Sementara itu, media Australia, ABC, semalam (5/1/2017), melaporkan bahwa Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan penaggguhan kerja sama militer kedua negara hanya akan berlaku untuk kelas bahasa di fasilitas Pasukan Khusus.

Kerja sama militer antara kedua negara terakhir ditangguhkan pada 2013 menyusul skandal penyadapan ponsel presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelijen Australia. (mas)
 

  SINDOnews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.