Jumat, 16 Juni 2017

Korupsi Helikopter AW 101

KPK Tetapkan Bos PT Diratama Jaya MandiriHelikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 9 Februari 2017.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Presiden Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AugustaWestland (AW)-101, Jumat (16/6).

Penetapan ini merupakan koordinasi KPK dengan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) yang telah menetapkan tiga anggota TNI AU sebagai tersangka. Tiga tersangka tersebut yakni, Marsekal Pertama TNI berinisial FA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Letnan Kolonel WW selaku pemegang kas dan Pembantu Letnan Dua SS.

"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. Terkait hal tersebut, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan IKS (Irfan Kurnia Saleh) sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/6).

Dikatakan Basaria, Irfan sebagai bos PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.

Dijelaskan Basaria, pada April 2016, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang. Irfan mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, yakni PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang dalam proses lelang ini.

Padahal, sebelum proses lelang ini, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengn nilai kontrak USD 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar. Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT DJM menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar.

"Akibatnya, keuangan negara diduga dirugikan sekitar Rp 224 miliar," kata Basaria.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 Puspom TNI Tetapkan Kepala Unit Pengadaan TNI AU Tersangka Korupsi

Tak hanya KPK, Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) yang turut mengusut kasus ini juga menetapkan tersangka baru.

Danpuspom TNI, Mayjen TNI Dodik Wijanarko menyatakan tersangka baru dari unsur militer tersebut adalah Kolonel KAL selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan TNI AU.

"Maka hari ini kami ingin menyampaikan satu orang dari TNI atas nama Kolonel KAL terhadap pengadaan barang dan jasa heli AW-101," kata Dodik dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/6).

Dengan penetapan ini, terdapat empat anggota TNI AU yang sudah menyandang status tersangka. Sebelumnya dalam kasus ini, Puspom TNI telah menyematkan status tersangka terhadap Marsekal Pertama TNI berinisial FA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Letnan Kolonel WW selaku pemegang kas, dan Pembantu Letnan Dua SS.

Dodik memastikan, pihaknya berkoordinasi dengan KPK akan terus mengembangkan dan mengusut kasus ini. Untuk itu, tak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan heli semasa TNI AU dipimpin oleh Marsekal TNI Agus Supriatna tersebut. Agus Supriatna kini sudah pensiun.

"‎Karena masih terus berbagai penyidikan dan penyelidikan, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dari TNI," tegasnya.
 

  Berita Satu  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.