Minggu, 25 Juni 2017

Pengamat Sarankan Indonesia Pikir Dua Kali untuk Bantu Marawi

https://images.detik.com/community/media/visual/2017/05/26/b5dff60b-710d-4584-bfcc-7d136b919121_169.jpg?w=620Marawi tengah siaga karena adanya kelompok teroris Maute. (REUTERS/Romeo Ranoco)

Indonesia perlu berpikir ulang jika memang benar ingin menerjunkan militernya di Marawi, Filipina. Itu disimpulkan dari pernyataan pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (24/6).

Jika pun dari pihak Filipina sudah memberi lampu hijau, keputusan Indonesia untuk terlibat perlu didasarkan kajian yang mendalam tentang segala aspek, baik politik, sosial, ekonomi maupun hal strategis lainnya,” ujar Harits dalam pernyataan tertulisnya.

Sebab, ia melanjutkan, militer Indonesia akan terlibat perang di wilayah negara lain yang berdaulat. Belum lagi ada sejarah panjang dari konflik Marawi, antara masyarakat minoritas Muslim dengan pemerintah pusat Filipina. Harist mengingatkan jangan sampai Indonesia terseret konflik berkepanjangan di Asia Tenggara, yang mungkin ‘ada udang di balik batu.

Mungkin, menurut Harits, ada kekuatan global dan kepentingan strategis di baliknya.

Harits menambahkan, Indonesia sebaiknya tidak ‘dibutakan’ oleh label terorisme yang ditautkan pada kelompok Maute. “Tidak kemudian serta merta menjadikan Indonesia menutup mata dan mengiyakan semua perintah operasi militer di Marawi,” tutur Harits lagi.

Dilihat secara kekuatan militer, Indonesia sangat layak untuk membantu militer Filipina di Marawi. Sebab, kata Harits, selama ini militer Filipina sangat tergantung pada Amerika sehingga perkembangannya lambat. Lain dengan Indonesia yang senjata pun lebih modern.

Bisa dimengerti kenapa Duterte berharap militer Indonesia terlibat membantu,” katanya.

Jika Indonesia benar membantu, secara tidak langsung itu juga bisa berdampak pada serangan-serangan terorisme di Tanah Air. Bisa jadi, Harits menuturkan, bantuan itu menyulut amarah kelompok ISIS di Indonesia dan mereka ‘membalas dendam’ dengan menjadikan aparat militer sebagai sasaran teror. “Ada kompleksitas kepentingan dan efek di dalamnya yang perlu dipertimbangkan dengan masak oleh pemerintah Indonesia,” kata Harits.

Yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, bersama dengan pemerintah Malaysia, menurut Harits adalah menjaga perbatasan. Saat ini TNI Polri sendiri, terutama di perbatasan Sulawesi Utara yang berdekatan dengan Marawi, sudah melakukan itu.

Sementara Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan patroli militer demi menangkal peredaran ISIS yang dilakukan Indonesia, Filipina, dan Malaysia bisa dilakukan, hanya saja saat ini masih menunggu pemenuhan prosedur.

Ini sedang digarap, Menhan juga sudah ketemu untuk menggarap itu,” kata Wiranto.

Dukungan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan menteri pertahanannya saja tak cukup membuat Indonesia bisa masuk membantu menghabiskan basis ISIS. "Kalau Presiden boleh, tapi tidak segampang itu. Harus ada rakyat di sana," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. (rsa)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.