Minggu, 30 Juli 2017

Menhan Sebut Drone Pengintai Indonesia Dipakai Untuk Awasi ISIS

Demo terbang pesawat terbang tanpa awak Rajawali Unmaned Aerial Vehicle (UAV) 720, di Lapangan Terbang Rumpin Airfield, Bogor, 27 Juli 2017. Kementerian Pertahanan melakukan demo terbang statis display sejumlah Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) atau drone [tempo] 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan pesawat tak berawak, alias drone yang saat ini dimiliki pemerintah, dipakai untuk memantau pergerakan anggota ISIS di perbatasan Indonesia dan Filipina. Sekarang ini, Indonesia hanya memiliki drone dengan fungsi pengintaian dan pemetaan wilayah.

"Kita sudah punya banyak (drone), yang (memantau wilayah) jauh itu mungkin ada 10. Kita bisa patroli di Selat Sunda, Selat Bali, Malaka," ujar Ryamizard usai menyaksikan uji coba sejumlah drone buatan industri dalam negeri di kawasan Rumpin, Bogor, Kamis, 27 Juli 2017.

Jumlah drone pengintai yang memiliki jarak kontrol maksimal mencapai 250 kilometer itu belum termasuk jenis unmanned aerial vehicle (UAV) yang berukuran mini. "Kemarin itu ada 30 lebih (drone kecil), jadi total 40 dengan yang kecil. Itu sudah agak kuno, (sudah ada) dari 4-5 tahun lalu, kan berkembang terus," ujar Ryamizard.

Drone yang dirancang dengan sistem kamera itu juga dikerahkan untuk mengatasi masalah lain di perbatasan, selain ISIS. Untuk itu, Ryamizard pun berencana menempatkan sistem pesawat udara tanpa awak tersebut di setiap kapal angkatan laut yang berpatroli.

"Di perbatasan, mau lihat mana itu tukang narkoba bawa-bawa narkoba, yang curi ikan, (untuk) penanganan bencana dan segala macam," tutur mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu.

Pada uji coba drone di kompleks Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Rumpin, dia pun membanggakan pesawat Rajawali 720 yang dikembangkan pihaknya bersama PT Bhineka Dwi Persada.

Drone berkecepatan 135 km/jam itu memiliki radius jelajah 20-1000 km dan mampu menjangkau ketinggian 8000 meter. Rajawali 720 dirancang sebagai pengintai yang mampu mengirim laporan visual secara real time, melalui Ground Control Station (GCS).

Ryamizard optimistis drone produksi dalam negeri, termasuk Rajawali 720, bisa dikembangkan menjadi drone tempur. Fungsi pengintai pada alat tersebut pun diyakini akan meningkat setelah dilengkapi sarana yang lebih baik. "Ini nanti jadi drone tempur juga, dilengkapi dengan bom dan senjata, bisa intai siang dan malam. Itu kalau pakai satelit (jarak kontrolnya) bisa 500 km," ujarnya.

 Drone Buatan Dalam Negeri Memperkuat Militer 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-s3KtA0A2vBYlm_gd1XxgeaVkfQ0bw0_bGi57l81tvLOjePfAuCzzh7IXHFlIPeq77X2H8t6OOQrO6-FqIAmDEGI9aH-ByL0WIC0P3q89wR4OMixUiTP8AYEMrgvXzX_UNXI121ncxLZU/s1600/Elang+laut.tempo.co.jpgSejumlah crew mempersiapkan pesawat terbang tanpa awak Elang Laut/EL-25 untuk melakukan demo terbang, di Lapangan Terbang Rumpin Airfield, Bogor, 27 Juli 2017. Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) yang diuji coba antara lain Rajawali 720, Puna alap-alap, Wulung, Elang Laut/EL-25 dan Mission System. [TEMPO/Imam Sukamto]

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tak menampik bahwa pihaknya tengah mengupayakan pembelian pesawat udara tanpa awak alias drone yang memiliki fungsi tempur. Upaya tersebut sesuai permintaan Presiden Joko Widodo.

Meski masih berencana membeli dari luar negeri, Ryamizard Ryacudu optimistis Indonesia mampu mengembangkan pesawat nir-awak buatan anak bangsa untuk keperluan tempur di masa depan.

"Nanti kan ini (drone buatan dalam negeri) jadi drone tempur juga, dilengkapin dengan bom dan senjata. Mengintai siang dan malam," ujar Ryamizard usai menyaksikan demo terbang sejumlah drone buatan industri dalam negeri di Rumpin, Bogor, Kamis, 27 Juli 2017.

Drone yang hanya memiliki fungsi pengintaian dan pemetaan wilayah, menurut dia, bisa diperbarui saat sarananya telah lengkap. Drone pengintai milik pemerintah saat ini, menurut Ryamizard, hanya bisa mencapai jarak kontrol 250 kilometer. "Kemudian akan ditingkatkan terus, itu kalau pakai satelit bisa 500 kilometer."

Pengadaan drone buatan asing dimaksudkan untuk transfer ilmu dan teknologi. Karena itu Indonesia berencana membeli enam unit drone penyerbu dari Cina. "Tak (beli) terlalu banyaklah, yang penting ada. Bila perlu dari setiap negara kita beli, kita pelajari," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu.

Dia pun sempat membanggakan drone yang dibuat melalui kolaborasi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemhan dengan beberapa pelaku industri pertahanan domestik.

Drone Rajawali 720 adalah salah satu unit yang dipamerkannya dalam demo terbang di Bogor, Kamis pagi. Pesawat tak berawak yang termasuk dalam kategori Unmaned Aerial Vehicle (UAV) bersayap tetap (fixed wing) itu dikembangkan Kemhan bersama PT Bhineka Dwi Persada. Drone berkecepatan 135 kilometer per jam itu memiliki radius jelajah 20-1000 kilometer dan mampu menjangkau ketinggian 8000 meter.

Ryamizard sempat menyaksikan kemampuan produk lain seperti drone bernama Wulung buatan PT Dirgantara Indonesia, Alap-alap karya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta Elang Laut/EL-25 buatan PT Carita Boat Indonesia.

  Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.