Sabtu, 11 November 2017

[Teror] Pembebasan 1.300 Warga di Timika, Papua

Hadapi ‘Jalan Buntu’Ilustrasi [Batamnews]

Kepolisian Indonesia dibantu TNI serta tokoh masyarakat setempat terus melakukan upaya persuasi untuk membebaskan sekitar 1.300 orang warga di kampung Banti dan Kimbely, Tembaga Pura, Timika, Provinsi Papua, yang ‘diisolasi’ oleh sekelompok orang bersenjata.

Keterangan resmi Polda Papua menyebut pelakunya adalah “kelompok kriminal bersenjata”, tetapi sumber BBC Indonesia menyebut mereka adalah anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM).

Sebagian besar warga dari dua kampung itu adalah warga setempat dan separuhnya adalah pendatang dari Toraja, Sulawesi Selatan dan Maluku Tenggara. Mereka sebagai besar bekerja sebagai pendulang emas di areal tambang milik Freeport, kata polisi.

Aksi pengisolasian warga dua kampung di Timika ini terjadi setelah tiga pekan lalu seorang anggota Brimob tewas ditembak oleh kelompok bersenjata di Timika, Papua. Dia tewas saat terlibat pengejaran kelompok tersebut.

Sampai Kamis (09/11) sore, menurut polisi, kelompok bersenjata tersebut tetap melarang kaum pria meninggalkan dua kampung tersebut. Namun demikian, sebagian besar warga yang diisolasi dalam kondisi “cukup baik”, kata humas Polda Papua. Polda Papua telah meminta bantuan tokoh agama dan masyarakat setempat untuk “membujuk” para pelaku agar membiarkan warga meninggalkan lokasi tersebut, tetapi ditolak mentah-mentah.

Sampai sekarang (Kamis sore) belum ada titik temu,” kata salah-seorang pejabat humas Polda Papua, AKBP Suryadi Diaz, saat dihubungi BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Kamis (08/11) sore.

BBC Indonesia belum berhasil melakukan kontak dengan kelompok bersenjata tersebut, tetapi menurut seorang wartawan di Timika, mereka menuntut dipertemukan dengan wartawan dan pejabat setingkat bupati.

Mereka ingin komunikasi langsung dengan bupati dan jurnalis,” kata Maurits Sadipun, wartawan Timika Express, yang mengklaim telah melakukan kontak dengan pimpinan kelompok tersebut.

Kelompok bersenjata itu ingin bertemu wartawan untuk menyampaikan aspirasi mereka yaitu tuntutan pemisahan Papua dari Indonesia, ungkapnya. Tuntutan pelibatan wartawan ini ditolak oleh Polda Papua. Lebih dari itu, kepolisian Indonesia lebih meyakini bahwa aksi pengisolasian oleh kelompok bersenjata itu lebih dilatari motif kriminal ketimbang murni politik.

Sekarang pun mungkin demikian (aspirasi pemisahan Papua dari Indonesia), tapi yang utama itu menganggu aktivitas (perusahaan tambang) Freeport sampai perusahaan ini tidak berjalan,” kata Suryadi Diaz.

Tuduhan bahwa aksi kelompok bersenjata ini lebih berlatar kriminal atau ekonomi dipertanyakan oleh pegiat Komite Nasional Papua Barat (KNPB), organisasi yang terus mengkampanyekan secara damai aspirasi pemisahan Papua dari Indonesia.

Mereka melakukannya karena ideologi, karena mereka mau berdiri sendiri. Bukan karena minta kesejahteraan atau minta dialog,” kata Kepala komisariat diplomasi pusat KNPB, Warpo Wetipo kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.

Walaupun KNPB tidak terlibat dalam aksi pengisolasian itu, Warpo meyakini aksi itu dilakukan oleh TNP-OPM yang memang tujuannya memisahkan Papua dari Indonesia. Kelompok bersenjata ini juga dianggapnya menolak perusahaan tambang Freeport.

Mereka sadar, Freeport ini satu-satunya yang mempertahankan Indonesia (di Papua), mempertahankan orang-orang yang berkepentingan di Papua. Kita susah merdeka karena ada Freeport, karena semua bikin ‘dapur’ di Papua,” kata Warpo.

Tuntutan merdeka yang disuarakan sebagian warga Papua, yang diantaranya dengan kekerasan bersenjata dan kampanye di luar negeri, masih terus berlanjut, walaupun pemerintah pusat telah memberikan status otonomi khusus kepada Papua.

Sejak dilantik menjadi Presiden, Jokowi telah berjanji menitikberatkan penyelesaian masalah di Papua semenjak dia melakukan kampanye dalam pemilihan presiden 2014 lalu.

Teroboson politik – seperti pembebasan sejumlah tahanan politik – telah ditempuh pemerintah, selain pembangunan infrastruktur di pedalaman provinsi itu, di tengah masih gencarnya tuntutan pemisahan diri Papua dari Indonesia yang disuarakan oleh pendukungnya. (bbc/sir)

 Komisi I Desak TNI Bebaskan 1.300 Warga yang Disandera di Papua 

Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mendesak TNI untuk segera membebaskan 1.300 orang warga yang disandera kelompok sipil bersenjata di Kampung Kimbely dan Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Karena hal tersebut sudah menciderai kedaulatan NKRI.

TNI harus segera bertindak dengan seksama untuk membebaskan sandera OPM di Papua tersebut. Ini bukan lagi soal kelompok kriminal, ini menciderai kedaulatan NKRI. Setiap jengkal tanah republik ini harus aman dari setiap rongrongan kelompok macam ini,” kata Kharis dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/11/2017).

Menurut anggota DPR dari Fraksi PKS ini, TNI dan BIN tentu sudah mempunyai data dan infomasi intelijen tetkait kasus tersebut sehingga kita yakin dapat menganalisis situasi dan kondisi di lapangan untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan dan tindakan lain yang diperlukan.

Tentu dengan kerjasama dan koordinasi dengan Kepolisian. Kita inginkan semua dilakukan terukur dan cegah jangan sampai sandera terluka apalagi sampai ada yang terbunuh”, pinta Kharis.

Kharis yang merupakan anggota legislatif dari Solo ini juga melihat bahwa upaya persuasif memang harus dilakukan apalagi menyangkut keselamatan warga yang disandera, namun upaya represif juga harus disiapkan.

Saya setuju dengan langkah tegas yang akan diambil TNI dan Polri, tapi jangan lupa kita juga harus memangkas jaringan pemasok senjata dan amunisi yang selama ini mengambil keuntungan dari situasi konflik di Papua”, terang Kharis.

Dikatakan Kharis, dunia internasional juga harus membuka mata dan melihat persoalan di Papua ini dengan lebih obyektif. Dengan kejadian ini kita harap peran diplomasi terkait masalah Papua juga penting untuk lebih ditingkatkan.

NKRI dan seluruh tanah air dari ujung timur sampai barat adalah wilayah kedaulatan yang wajib di hormati semua negara. Jangan sampai ada intervensi dalam masalah dalam negeri Indonesia,” tegas Kharis. (timyadi/win)

 Kodam Cenderawasih Siap Turunkan Pasukan Tempur 

Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih siap menurunkan pasukan tempur jika para penyandera menyakiti warga di Desa Kimbely dan Banti. Hal tersebut disampaikan Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi Nubic kepada MNC Media, Kamis malam (9/11/2017).

Namun saat ini, kata Kapendam, Kodam yang membantu pihak Polri masih melakukan proses negosiasi dengan penyandera. TNI bersama dengan Polri, kata dia sudah melakukan penguatan pengamanan di sejumlah titik. “Kita (TNI) siap melakukan tindakan jika diminta pihak kepolisian. Saat ini kita lakukan langkah-langkah persuasif terlebih dahulu,” kata Kapendam.

Saat ini Satgas Terpadu Penanggulangan KKB Papua yang dipimpin langsung Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar dan Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI George Elnadus Supit telah siap di posnya.

Jajaran Kodam XVII Cenderawasih mulai dari tingkat Koramil, Kodim 1710/Mimika, Korem 174/Anim Ti Waninggap sudah siaga di pos masin-masing. Selain itu disiagakan pasukan tempur Batalyon Infanteri 754/Raider dari Brigade Infanteri 20/Ima Jayakeramo yang bermarkas di Kabupaten Mimika dibantu Detasemen Kavaleri 3/Srigala Ceta.

  ✈️ Poskota | Sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.