Sabtu, 07 Oktober 2017

Mampukah TNI Lindungi Indonesia dari Agresi Cina?

Ketika agresi Cina di Laut Cina Selatan kian menguat, TNI masih sibuk mengurus ancaman hantu komunisme dan separatisme. Mampukah TNI melindungi klaim teritorial Indonesia seperti yang diminta Presiden Joko Widodo? http://www.dw.com/image/40815252_303.jpgPrajurit TNI pada upacara HUT ke-72 di Cilegon, Banten, Rabu (5/10) ☆

Susi Pudjiastuti bukan figur yang dikenal gemar bermanis kata. Namun keluhannya tentang kesiapan TNI menjaga kedaulatan maritim Indonesia terdengar sayup di tengah kegaduhan soal ambisi politik Panglima Gatot Nurmantyo. "Pemerintah tidak memperbaiki sistem alutsista untuk sektor kelautan, sebaliknya malah fokus melindungi daratan," cetusnya seperti dilansir Jakarta Post.

Keluhan menteri kelautan dan perikanan itu bukan tanpa alasan. Sejak tujuh dekade silam TNI diplot untuk melindungi kedaulatan di darat dari kekuatan kolonial dan gelombang separatisme. Hingga kini tulang punggung pertahanan Indonesia adalah Angkatan Darat, yang mengklaim 80% dari 400.000 prajurit TNI. Padahal, kata Susi, 70% wilayah Indonesia merupakan lautan.

Saat ini Angkatan Laut Indonesia punya 7 kapal fregat, 24 korvet, 4 kapal selam, 12 kapal penyapu ranjau dan 72 kapal patroli. Meski terdengar banyak, lebih dari separuh armada laut Indonesia telah berusia uzur dan harus dipensiunkan dalam beberapa tahun ke depan. Kekuatan TNI jauh berada di bawah Cina yang saat ini pun sedang giat menambah armada kapal induk, kapal berkapasitas berat, dan kapal selam untuk melindungi klaim teritorialnya di Laut Cina Selatan.

Beijing juga aktif membangun pangkalan militer di Kepulauan Spratly, termasuk landasan pacu. Menurut pengamat, Indonesia hanya punya waktu 15 menit untuk mempersiapkan pertahanan di Natuna jika Cina melancarkan serangan udara dari Laut Cina Selatan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3dbndUSDijcwhEH8CNMhT1aqmapfLX1GefucW-b9WLXHpK_3hI_Dkfcd9k5MkKaJDTBOAJFS6KbXcmwfOlg4W_ZvvZrIglUzi7wifUF3BxkSm8wE4ZCHdpI8WaUlGVHx05yBCMoDxT0Ov/s1600/tni-1.jpgBelakangan Jakarta meningkatkan pengamanan di perairan Natuna. Saat ini Indonesia adalah kekuatan terbesar kedua setelah Cina dalam konflik di Laut Cina Selatan. TNI AL saat ini memiliki 2 kapal selam, 12 kapal fregat dan perusak, 27 korvet, 64 kapal patroli, 19 kapal pendarat tank dan 43 kapal penjaga pantai. Namun begitu usia armada laut Indonesia juga tergolong yang paling tua di kawasan.

Maka pembelian alutsista untuk pertahanan udara dan laut yang dilakukan pemerintah belakangan ini ibarat setetes air di padang pasir. Agustus silam Indonesia menyepakati pembelian 11 Sukhoi SU-35 dan menerima kapal selam seberat 1.400 ton buatan Daewoo, Korea Selatan. Sementara kapal perang teranyar milik TNI adalah 4 kapal perusak berpeluru kendali kelas SIGMA yang dibeli dari Belanda lebih dari sepuluh tahun silam.

Selain keterbatasan alat, TNI juga ditengarai kerepotan menggalang ketahanan energi. Hal ini pertamakali diungkapkan ke publik oleh Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo pada 2013 silam. "TNI enggak punya ketahanan energi. Pesawat ada, kapal ada, tapi tidak bisa digerakkan dengan air," ujarnya seperti dilansir Tirto.co.id.

Perlu diakui, melindungi wilayah perairan yang membentang sepanjang 5.000 kilometer dari timur ke barat bukan tugas ringan. Tugas tersebut menjadi lebih rumit ketika Cina menggunakan nelayan sipil untuk mengokohkan klaim teritorialnya atas kawasan perairan di sekitar kepulauan Natuna. Tahun 2016 silam, ketika Indonesia berusaha menangkap kapal nelayan ilegal asal Cina, Pasukan Penjaga Pantai dari negeri tirai bambu itu bereaksi cepat melindungi warganya.

Susi pernah mengklaim kerugian yang ditanggung Indonesia dari penangkapan ilegal sudah mencapai 240 trilyun Rupiah per tahun. Namun upayanya menghalau nelayan asing terbentur keterbatasan alat. "Fasilitas yang ada sangat terbatas. Kita hanya punya beberapa kapal patroli kecil," imbuh sang menteri.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxXH86RQAnsR4qQuVi455Bf-7xXCT6m-sxOWzAqC01O2uZsBwFdoZCLTBUs_KIcogG2aaJIJiENgD6q4KlnjRGSvPS9T1QL0ucEGB_L04lXPfvROKf7-o51kBgHt8jI9KKSbBBqfCMMF5J/s1600/transportasi_2017_10_05_164802_big.jpgCina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum.

Ancaman dari Laut Cina Selatan bukan satu-satunya tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Sejak beberapa tahun silam TNI AL juga sibuk mengawasi perairan di sekitar Laut Sulu dan Celebes untuk meredam geliat terorisme yang sedang mengakar di Filipina. Provinsi Sulawesi Utara hanya berjarak 300km dari Mindanao yang sering didera terorisme lintas batas.

Sebab itu pula polemik seputar hak politik TNI dinilai tiba pada saat yang tidak tepat. "Sampai kapanpun juga kita harus waspada terhadap upaya dari luar yang merongrong keutuhan wilayah Indonesia," kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan HUT ke-72 TNI di Cilegon, Rabu (5/10). Isyarat dari Istana Negara itu sulit dilewatkan, TNI harus fokus ke luar, bukan ke dalam.

Arah kebijakan pertahanan yang dilantunkan Istana tidak berbanding lurus dengan strategi militer Cilangkap. Kepada Tirto, Kusnanto Anggoro, peneliti politik dan keamanan internasional sekaligus dosen di Universitas Pertahanan Indonesia, mengatakan desain pertahanan yang tertuang dalam kebijakan Minimum Essential Force hingga 2024 masih berkutat pada ancaman internal berupa "separatisme dalam negeri."

"Melihat konstelasi Cina di Laut Cina Selatan, kisruh mereka dengan India dan penempatan pasukan AS di Darwin, saya tidak yakin TNI hanya cukup mengurus pertahanan internal sampai 2024," katanya.

Sejauh ini petinggi militer lebih suka tenggelam pada romantisme perang kemerdekaan. "Kita akan berjuang sampai titik darah penghabisan," kata Panglima TNI Gatot Nurmantyo ihwal ancaman dari Laut Cina Selatan. Tidak berbeda dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. "Kita punya 100 juta rakyat. Ada yang berani menyerang 100 juta? Pasti tidak berani."

  DW  

Diduga Menyusup Acara HUT ke-72 TNI

WNA AS Diamankan https://lancercell.files.wordpress.com/2017/10/wna-as-diamankan-rmol-e.jpgWNA AS (RMOL) ☆

POM TNI mengamankan dua Warga Negara Amerika Serikat (AS) saat perayaaan HUT TNI Ke-72 di Dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10).

Diduga warga negara AS yang merupakan anggota militer itu ingin menyusup ditengah acara perayaan HUT TNI.

Awalnya pada pukul 13.00 WIB, Bais TNI mendapati adanya WNA di sekitar acara perayaan. Dalam proses introgasi, diketahui kedua WNA itu, datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta menggunakan Visa On Arrival pada tanggal 15 September 2017 lalu. Keduanya mengaku tinggal di Hotel Ritz Carlton Jakarta.

Saat ditanyakan mengenai tujuan ke daerah Cilegon, keduanya mengaku hanya sekedar berjalan jalan.

Meski tidak ditemukan pelanggaran keimigrasian atau dokumen keimigrasian, kedua WNA itu tetap mendapat kawalan menuju Jakarta. Pihak TNI juga berkoordinasi dengan kedutaan Amerika mengenai keberadaan dua warga AS di Cilegon.

Selain itu, atas tindakan dua anggota militer AS tersebut, TNI akan memberikan teguran keras kepada kesatuan dua anggota militer AS lantaran diduga melakukan penyusupan di wilayah tempat dilaksanakan HUT TNI.

  RMOL  

Jumat, 06 Oktober 2017

Pemerintah Diminta Lebih Banyak Libatkan Swasta Untuk Perkuat Alutsista

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3SzTE4-Lf6V0iLT0lQ7w3o-iVefh0JN3HtHb8vkDDh1sTW1EUz9qQiFNY-lggqS-E_xWR3XP3-qfrJ_YlarKKxmiXWpGfLdymVWXRNtJJfsr1k3ZopqQlq3YrQEFAIhG5J_B3TS92XdDF/s1600/22159140_Credit+to+hadimaulana.jpgMedium Tank kerjasama FNSS dan Pindad [hadimaulana]

Pemerintah diminta lebih banyak melibatkan peran perusahaan swasta dalam negeri untuk memperkuat alat utama sistem pertahanan (Alutsista), khususnya melalui pengadaan armada-armada penunjangnya.

Sebab, saat ini industri pendukung proyek-proyek alutsista juga sudah mulai berkembang dan memiliki kemampuan untuk memasok kebutuhan dalam rangka mendukung akselerasi industri alutsista di dalam negeri.

Direktur The National Maritim Indonesia (Namarin) Siswanto Rusdi mengakui saat ini pemerintah sudah mulai memberikan kesempatan kepada swasta nasional untuk terlibat dalam membangun alat penunjang alutsista.

Misalnya sejumlah kapal milik TNI telah banyak yang dibangun oleh galangan kapal swasta nasional seperti oleh PT Caputra Mitra Sejati, PT Palindo Marine, PT Daya Radar Utama, PT Tesco, dan sebagainya. “Tetapi jumlahnya masih sedikit,” katanya saat dihubungi.

Menurut dia, jumlah galangan kapal di Indonesia saat ini tercatat lebih dari 200 perusahaan yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Tetapi yang baru terlibat di industri alutsista masih dibawah 10%. “Kemampuan mereka saya fikir sudah mumpuni,” katanya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMKN2p-TGXe7ma1kNn7yIoVghWkG7wvr8OfiRRIV9T0oy8ke-a8BU_3idToOezkaUNwAoOU7tizKCaBrk1u2_jjY5GhWwWr0urqW8ky0hhCQj2vg0F-bo_EM31ZFDI0ox0nfJpc2jXsWI/s1600/04-MV-BINTUNI-DIBAJAK-DI-LAUT-JAWA-1-800x445.jpgPada puncak peringatan HUT TNI yang ke-72 di Cilegon, Provinsi Banten pada 5 Oktober 2017, sejumlah alutsistsa diperlihatkan. Diantara produk swasta nasional yang menyerap komponen dalam negeri adalah kapal Angkut Tank KRI Teluk Bintuni.

Kapal tersebut dibangun dengan menggunakan tenaga kerja lokal serta menggunakan komponen-komponen produksi perusahaan dalam negeri yang sebesar-besarnya seperti windlass, crane, tank turntable yang merupakan produk PT Pindad (Persero).

Kemudian AC dan MSB/BCC yang merupakan buatan produk PT Teknik Tadakara Sumberkarya di Surabaya, plat kapal produk PT Krakatau Steel (Persero), Brecket buatan Barata, kabel buatan PT Kabelindo dan pintu serta jendela produk Sahabat Tegal.

Siswanto menilai pelibatan swasta bisa diperbesar dengan meningkatkan kerja sama antara BUMN dan BUMS seperti pengerjaan satu proyek kapal dilakukan bersama-sama. “Ini juga untuk meningkatkan skill BUMS agar lebih siap mengembangkan industri alutsista,” ujarnya.

  Antara  

‘James Bond’ Indonesia Dilatih CIA dan Mossad

“Ia tak pernah tersenyum, tak pernah tertawa, dan tak pernah mau wanita.” https://lancercell.files.wordpress.com/2017/10/markas-cia-chicagotribune.jpeg?w=768Markas CIA [Foto: dok. ChicagoTribune] ☆

Sebulan setelah Jepang mengibarkan bendera putih dalam Perang Dunia II, Frederick E Crockett tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 15 September 1945. Crockett datang dengan menumpang kapal perang Inggris, HMS Cumberland. Di bawah payung Operasi Everest, tugas Crockett di Jakarta hanya dua, yakni membantu pemulangan tentara Amerika Serikat yang ditawan Jepang dan membuka kantor intelijen.

Crockett merupakan perwira dalam Office of Strategic Service (OSS). Selama Perang Dunia II, OSS bertugas mengumpulkan informasi intelijen untuk menopang operasi militer Amerika dan negara-negara Sekutu. OSS inilah yang beberapa tahun kemudian bersalin nama menjadi Central Intelligence Agency (CIA).

Setelah Perang Dunia II usai, OSS berniat membuka stasiun intelijen di tiga kota di Asia Tenggara: Jakarta, Saigon (kini Ho Chi Minh City), dan Singapura. Operasi tiga stasiun ini ada di bawah kendali Kolonel John G Coughlin, yang berbasis di Kandy, Sri Lanka. Coughlin punya rencana besar di Asia Tenggara. Dia berniat menempatkan 85 intel di Singapura.

“Untuk apa kalian menempatkan orang sebanyak itu?” pejabat dinas intelijen Inggris bertanya kepada Coughlin, dikutip William J Rust dalam artikelnya Transitioning into CIA: The Strategic Services Unit in Indonesia. Lantaran protes Inggris, dia memangkas angka itu jadi tinggal 20 orang untuk seluruh Asia Tenggara. Masing-masing stasiun paling tidak terdiri atas empat orang dengan spesialisasi espionase, kontra-intelijen dan riset analisis. Menurut Coughlin, “Dengan tim yang kecil, kita tak akan menarik perhatian orang.

Untuk stasiun intelijen Jakarta, selain Crockett, jebolan Universitas Harvard dan mantan perwira Angkatan Laut, ada lagi Jane Foster, seniman yang sudah punya pengalaman lumayan lama di bagian propaganda OSS. Jane juga lumayan paham bahasa dan budaya Indonesia. Dua orang lagi pembantu Crockett adalah Richard F Staples dan John E Beltz, keduanya prajurit Angkatan Laut Amerika. Sebagai kantor sementara, mereka menempati dua kamar Hotel des Indes, di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.

Pada akhir September 1945, ditemani seorang perwira intelijen Angkatan Laut Amerika, Jane menemui Presiden Sukarno di kediaman Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo. Intel-intel Amerika itu menekankan bahwa mereka hanya berniat mengumpulkan informasi. Dari bulan ke bulan, jumlah intel Amerika di Jakarta makin banyak. Salah satu tokoh kunci pada masa-masa awal operasi Dinas Intelijen Amerika di Indonesia adalah Robert Koke. Dia punya hotel di Bali dan lumayan pandai bercakap Melayu.

Saat intel-intel Amerika ini mulai beroperasi di Jakarta, badan intelijen Indonesia baru didirikan. Adalah Zulkifli Lubis, lulusan pertama sekolah intelijen yang dibikin oleh penjajah Jepang di Tangerang, yang jadi pelopornya. Zulkifli sempat ditempatkan Jepang di Singapura selama sekitar setahun.

Setelah Jepang menyerah pada Agustus 1945, Zulkifli kembali ke Jakarta. Ide besarnya menciptakan kemampuan intelijen bagi negara baru mendapat dukungan dari dua perwira militer Jepang, Yanagawa dan Yamazaki. "Saya menganggap untuk setiap gerakan apa pun, intelijen penting dan harus ada," ujar Zulkifli seperti yang dikutip dari buku Senarai Kiprah Sejarah. Dia membentuk Badan Istimewa, yang anggotanya dibatasi 40 mantan perwira Pembela Tanah Air (Peta) dari seluruh Jawa dan bekas informan Jepang di Jakarta. Mereka dididik dasar-dasar intelijen di asrama pelayaran di kawasan Pasar Ikan.

Kepada murid-muridnya ini, Zulkifli menekankan bahwa mengabdi sebagai intelijen itu harus tanpa pamrih. Total pengabdian jadi hal mutlak. "TNI masih bisa dapat bintang, naik pangkat, dan kalau mati dimakamkan di makam pahlawan. Kalau intelijen tidak boleh begitu. Dia harus betul-betul mengabdi, semata-mata untuk negara dan orang banyak," kata Zulkifli.

* * *

Sejak awal dinas intelijen Indonesia beroperasi, sudah ada ‘jejak’ CIA. Pada 1952, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia saat itu, Merle Cochran, memberi penawaran pelatihan rahasia bagi para kader intelijen Departemen Pertahanan. Syaratnya, pemerintah Indonesia harus menolak kehadiran komunis di Indonesia.

Kenneth J Conboy dalam bukunya, Intel: Inside Indonesia's Intelligence Service, menulis, kepada Bung Hatta dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX, Cochran menjanjikan para kader ini akan bisa menjadi kekuatan gerilya apabila terjadi serangan komunis asal China di Asia Tenggara. Bujukan Cochran berhasil meluluhkan Hatta dan Sultan. Terlebih lagi Cochran menyanggupi bantuan akan diberikan diam-diam.

Menurut Kenneth, peserta angkatan pertama kursus intelijen dari CIA itu sebanyak 17 orang. Mereka diseleksi dari 50 orang pemuda usia 20-an tahun oleh Soemitro Kolopaking, bekas Bupati Banjarnegara, yang dikenal dekat dengan Bung Hatta. Tri Sedjati Kolopaking, anak Soemitro, mengatakan ayahnya tak pernah bercerita soal perannya dalam kursus intel CIA itu. Begitu pula anak Wakil Presiden Hatta, Gemala Hatta. "Ayah hanya cerita pernah menyiapkan pendidikan untuk diplomat muda, soal pelatihan intel nggak pernah. Mungkin karena rahasia, ya," ujar Gemala kepada detikX beberapa hari lalu.

Menjelang akhir 1952, di tengah pekatnya gelap malam, para calon intel itu naik kapal dagang Maria Elisa, yang buang sauh di lepas pantai Semarang, Jawa Tengah. Setelah menerjang ganasnya lautan selama tiga hari, kapal dengan awak berkebangsaan Jepang itu tiba di Selat Makassar. Tak berapa lama sebuah pesawat amfibi PBY Catalina mendarat dan mendekati kapal dagang itu.

Sebuah kamera robot yang disediakan CIA (KennethJ Conboy, dalam buku Intel, InsideIndonesia's Intelligence Service)Sebuah kamera robot yang disediakan oleh CIA. [Foto: KennethJ Conboy, dalam buku Intel: InsideIndonesia's Intelligence Service]

Rata-rata calon intel Indonesia ini belum pernah naik pesawat. “Perut kami serasa dikocok-kocok,” ujar salah satu calon intel itu. Pesawat yang dioperasikan Civil Air Transport (CAT) di bawah kendali Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) itu membawa mereka ke Pangkalan Udara Clark, Filipina. Pada malam itu pula, mereka kembali diterbangkan ke Pulau Saipan, sebuah pulau di bagian barat Samudra Pasifik.

Di pulau yang dikuasai Amerika Serikat sejak 1950 itu, CIA mendirikan pusat pelatihan Saipan Training Station dengan nama samaran Naval Technical Training Unit untuk melatih para anggota dinas intelijen dan pasukan khusus dari berbagai negara yang sepaham. Gilbert Layton, veteran Perang Dunia II, menjadi instruktur para calon agen intelijen Indonesia.

Kartono Kadri, calon intel asal Magelang, saat diwawancarai Kenneth menuturkan perintah pertama dari Gilbert adalah semua benda yang berhubungan dengan negara asal mereka harus disingkirkan. Mereka pun mendapat panggilan ala Amerika untuk memudahkan komunikasi dengan instruktur.

Tiga bulan mereka tinggal di Saipan. Latihan paramiliter dan komunikasi morse menjadi santapan mereka setiap hari. “Saya menembakkan peluru lebih banyak di sini dibanding lima tahun masa revolusi,” ujar salah satu calon intel. Siswa yang menonjol diberi keahlian khusus peralatan dan metode analisis intelijen.

Setelah kembali ke Indonesia pada Februari 1953, mereka menghadap Soemitro dan dikumpulkan dalam organisasi bernama Firma Ksatria. Alumni Saipan ini dikirim ke pelbagai tempat untuk tugas intelijen. Kartono alias Shorty dikirim ke Pontianak, Kalimantan Barat, untuk mempelajari dan berusaha menarik simpati komunitas keturunan Tionghoa.

Dianggap sukses, proyek kursus intelijen CIA dilanjutkan lagi pada pertengahan 1953. Pelatihan gelombang kedua ini diikuti 19 pemuda. Sayangnya, situasi politik dalam negeri yang tidak stabil membuat dinas intelijen Indonesia telantar. Keahlian intelijen para pemuda lulusan kursus intel CIA ini akhirnya tak terpakai. Beberapa dari mereka kemudian memilih kembali kuliah atau menjadi pegawai di beberapa departemen. Pada masa-masa itu, hubungan Indonesia dengan Amerika sempat memburuk.

Rezim berganti, haluan politik luar negeri berubah. Sejak awal berkuasa, Presiden Soeharto sudah merasakan perlunya dinas intelijen yang kuat di Indonesia. CIA kembali datang menawarkan bantuan uang dan pelatihan. Perwira Intelijen di Polisi Militer, Kolonel Nicklany Soedardjo, berperan besar dalam hal ini. Nicklany, yang menjabat Wakil Asisten Intelijen Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dan pernah menjalani pendidikan di Fort Gordon, Amerika, pada 1961, mengusulkan perlunya dibentuk unit baru untuk menangani kontra-intelijen asing kepada sejumlah petinggi Detasemen Pelaksana Intelijen Polisi Militer (Den Pintel Pom).

Komandan Den Pintel Pom Mayor Nuril Rachman menyiapkan 10 perwira aktif dan 50 sipil. Unit inilah yang menjadi Satuan Khusus Pelaksana Intelijen atau Satsus Pintel dan kemudian dipendekkan menjadi Satuan Khusus Intelijen atau Satsus Intel. Menurut Nuril, unit ini akan membutuhkan anggaran lumayan besar.

Very Pelenkahu (kiri) dengan penasihat Israel di Cipayung, 1971. (KennethJ Conboy, dalam buku Intel, InsideIndonesia's Intelligence Service)Very Pelenkahu (kiri) dengan penasihat Israel di Cipayung, 1971. [Foto: KennethJ Conboy, dalam buku Intel: InsideIndonesia's Intelligence Service]

Nicklany menenangkannya. "Jangan khawatir, kalian akan mendapatkannya," ujar Kolonel Nicklany. Pada 1966, kepala stasiun CIA di Jakarta adalah Clarence ‘Ed’ Barbier, mantan intel Angkatan Laut Amerika. Tak lama setelah Ed Barbier ‘mampir’ ke Markas Besar Polisi Militer, bantuan pun datang.

Ken Conboy menulis, hingga akhir 1968, Amerika memberikan bantuan keuangan secara rahasia untuk menggaji 60 personel, kendaraan untuk pengintaian, biaya sewa rumah aman di Jalan Jatinegara Timur Jakarta Timur, tape recorder mutakhir merek Sony TC-800, serta peralatan penyadap telepon QTC-11. Tak hanya dana operasi, CIA juga mengirimkan instruktur seniornya Richard Fortin pada September 1969 untuk memberikan pelatihan teknik pengintaian dasar selama dua minggu.

Rupanya bukan hanya CIA yang bermurah hati kepada Satsus Intel. Dinas Intelijen Luar Negeri Inggris MI6 juga mengirimkan agennya sebagai instruktur. Dinas intelijen Israel yang kondang, Mossad, ikut ‘menyumbang’ intelnya untuk mendidik para agen Satsus Intel.

Pada November 1970, Anthony Tingle tiba di Jakarta dengan paspor Inggris. "Tingle sebenarnya seorang brigadir Israel berusia 50 tahun dan bekerja untuk Mossad," Conboy menulis. Tak mudah mendapatkan izin untuk seorang instruktur Israel karena Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik. Nicklany mengabaikan persoalan sensitif itu dan mengambil risiko. "Kita mendatangkan instruktur Israel karena mereka yang terbaik di dunia," Nicklany menjelaskan kepada seorang perwira Satsus Intel.

Tingle mengajarkan bagaimana intel menyamarkan identitas selama empat pekan di Cipayung. Intel Mossad itu mengajar dengan sangat serius, dingin, tanpa lelucon sama sekali. “Ia tak pernah tersenyum, tak pernah tertawa, dan tak pernah mau wanita,” salah seorang muridnya, Very Pelenkahu, menuturkan kepada Conboy. “Dan saya belajar lebih banyak darinya dibanding dari instruktur mana pun.”

Pada Februari 1973, Mossad mengirim pelatih keduanya untuk memberikan pelatihan kontraspionase dan bagaimana menggunakan agen dalam melakukan kegiatan kontra-intelijen. Peserta kelas kedua ini seluruhnya dari Satsus Intel.

Hubungan dengan Mossad ini lumayan awet juga. Pada 1983, seorang penasihat Israel datang ke Jakarta untuk mengajarkan teknik intelijen kepada lima intel yang akan ditempatkan di luar negeri. Salah seorang peserta menuturkan, dia sampai 15 kali diajak ke hotel. Hingga satu kali sang instruktur menunjuk seseorang yang duduk seorang diri di lobi.

Saya hanya diberi waktu 15 menit untuk mengarang cerita, memperkenalkan diri, dan meyakinkan orang itu untuk bertemu kembali di lobi jam tujuh malam…. Jika si target menunggu saya malam itu, berarti saya berhasil,” seorang mantan pejabat Badan Intelijen Negara menuturkan.

  detik  

[Dunia] Pasukan AS Diserang di Afrika

Tiga Serdadu Elite Tewas https://lancercell.files.wordpress.com/2017/10/seorang-personel-kesatuan-baret-hijau-angkatan-darat-as-melatih-pasukan-afghanistan-di-kabul-2002-lalu-gettyimages.jpgSeorang personel kesatuan Baret Hijau Angkatan Darat AS melatih pasukan Afghanistan di Kabul, 2002 lalu. (Getty Images)

Komando Pasukan AS di Afrika mengatakan regu patroli itu dihujani “tembakan musuh”, namun rinciannya masih harus diselidiki.

Regu patroli yang terdiri dari pasukan gabungan Amerika Serikat dan Niger diserang dekat perbatasan dengan Mali di Afrika.

Harian New York Times, yang mengutip seorang pejabat militer, melaporkan bahwa tiga serdadu Baret Hijau—kesatuan elite Angkatan Darat AS—tewas dalam serbuan di lokasi sejauh 193 kilometer sebelah utara Niamey, ibu kota Niger.

Ketiga serdadu itu, seperti dilaporkan harian tersebut, adalah warga AS pertama yang tewas dalam serangan sejak Komando Pasukan AS diterjunkan ke Niger.

Selain tiga serdadu AS, menurut pejabat Niger di wilayah Tillaberi, lima serdadu Niger turut tewas dalam serangan itu. Ada pula dua serdadu AS yang cedera dan dikirim ke Jerman untuk menjalani perawatan, sebut CNN.

Militer AS dan pemerintah Niger belum mengungkap siapa pihak di balik aksi penembakan itu.

Militer AS memberikan pelatihan kepada tentara Niger untuk memerangi kelompok milisi di wilayah tersebut, termasuk kelompok cabang Al Qaeda di Afrika utara (AQIM).

Oleh Kepala Staf Gedung Putih, John Kelly, kejadian ini telah diinformasikan kepada Presiden AS Donald Trump.

  CNN  

Helikopter Anti-Kapal Selam Milik TNI AL

Tampil di HUT Ke-72 TNI Helikopter Panther TNI AL [Jetphotos]

TNI
Angkatan Laut menampilkan atraksi alat tempurnya dalam perayaan HUT Ke-72 TNI di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten. Salah satu alat utama sistem persenjataan (alutsista) milik TNI AL terbaru dan tercanggih yang ditampil adalah Helikopter AS565 MBe Panther anti-kapal selam.

Dalam HUT TNI, Rabu (5/10/2017), dipertontonkan aksi helikopter pabrikan Eropa tersebut. Disimulasikan, kapal selam musuh berada di wilayah perairan NKRI. Kemudian Helikopter di anti kapal selam diluncurkan oleh TNI AL untuk mencari keberadaan penyusup tersebut.

Selain memiliki radar canggih, heli itu juga bisa meluncurkan torpedo bawah laut untuk menghancurkan musuh. Ya, sebagai negara dengan wilayah laut yang sangat luas, tentunya TNI AL memerlukan heli tangguh ini.

Varian AS565 MBe tersebut telah diperkuat sehingga berat maksimal yang bisa diangkut saat terbang bertambah menjadi 4.500 kg. Hal ini meningkatkan kapabilitas helikopter untuk menjalani misi, khususnya untuk misi perang anti-kapal selam.

Helikopter itu juga dipasangi dipping sonar L-3 Ocean Systems DS-100 Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS) untuk mendeteksi keberadaan kapal selam, serta sistem peluncuran torpedo Raytheon MK46 atau Whitehead A244/S.

Helikopter ini juga menggunakan dua mesin Safran Arriel 2N yang bisa diandalkan untuk performa saat terbang sangat tinggi dan dalam kondisi cuaca panas. Airbus mengklaim kecepatan maksimalnya mencapai 165 knot (308 km/ jam) dengan daya jelajah 780 km.

  Okezone  

Kamis, 05 Oktober 2017

[Full Video] HUT ke 72 TNI - Parade Prajurit, Alutsista, dan Akrobatik Pesawat Tempur

Liputan KompasTV TNI memperingati HUT ke-72. Pada puncak peringatan HUT ini, rangkaian acara akan dimeriahkan dengan upacara, parade dan defile di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten. Sejumlah kendaraan tempur seperti tank, panser dan KRI telah disiagakan di sekitar area upacara. Adapun tema peringatan HUT ke-72 TNI tahun 2017 adalah Bersama Rakkyat TNI Kuat. Makna yang terkandung dalam tema adalah kesadaran TNI yang bersumber dari rakyat dalam mengawal dan mengamankan kepentingan nasional.


  Youtube  

[Video] Tank Tempur Buatan Anak Bangsa

Liputan CNN Untuk pertama kalinya, tank tempur murni buatan anak bangsa akan tampil dalam puncak perayaan hari jadi ke-72 TNI. Secara teknologi dan persenjataan, tank berukuran medium ini tidak kalah dengan tank sejenis buatan luar negeri. Seperti apa sosok Medium Tank bikinan Pindad ini? Simak liputan Eksklusif kami ini.


  Youtube  

Polandia Akan Tawarkan Kerjasama Alutsista

TRS-15 mobile medium range radar (PITRadar)

Ketua MPR Zulkifli Hasan menerima kunjungan Ketua Senat Polandia, Stanislaw Karczewski bersama delegasi Parlemen Polandia di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, (4/10), hari ini.

Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli menceritakan bagaimana toleransi dan keberagaman dapat hidup dan bertumbuh di Indonesia. Toleransi, tegas dia, menemukan tempat terbaiknya di sini.

Indonesia adalah negara dengan beragam budaya dan memiliki agama yang saling berbeda. Namun semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Masyarakat Indonesia hidup berdampingan di 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota. Kami bangga menjadi contoh bagaimana islam dan demokrasi bisa berdampingan,” kata Zulkifi dalam pesan elektronik yang diterima wartawan, Rabu, (4/10).

Dalam kesempatan itu, dia juga mengajak Parlemen Polandia untuk menjalin kerjasama antar parlemen. Peluang kerjasama bisa diperoleh dalam bidang kelistrikan, pertambangan, alutsista, dan dunia pendidikan.

Menyambut ajakan Zulkifli, Stanislaw Karczewsk menawarkan kerjasama dalam dunia pertanian, alutsista, dan pendidikan. “Kami akan tawarkan alutsista pada Indonesia. Kami juga akan mengundang mahasiswa Indonesia untuk studi di Polandia,” ujar Stanislaw Karczewsk.

Mendampingi Zulkifli Hasan dalam pertemuan itu anggota MPR dari Fraksi PAN, Muhammad Syafrudin, anggota dari Fraksi NasDem Fadholi, anggota dari PPP, Muhammad Arwani Thomafi dan Sesjen MPR Ma’ruf Cahyono.

   Gatra  

Rabu, 04 Oktober 2017

Medium Tank Kolaborasi Turki-Indonesia Siap diluncurkan Kamis

Tank medium Pindad - FNSS (all photos : Anadolu)

Prototipe medium tank hasil kolaborasi PT Pindad Indonesia dengan perusahaan alutsista Turki FNSS Savunma Sistemleri akan diluncurkan pada HUT TNI ke-72 Kamis besok di Cilegon, Banten.

Prototipe medium tank ini juga telah hadir dalam gladi resik yang diselenggarakan pada Selasa.

Kesepakatan kolaborasi pembuatan medium tank ini telah diteken kedua perusahaan 2015 lalu, sedang perancangannya dimulai sejak Februari 2016.

Di Turki, prototipe ini telah rampung diproduksi dengan nama Kaplan MT. FNSS telah meluncurkannya beberapa waktu lalu di Ankara.

Selain medium tank, sejumlah alutsista milik TNI juga akan dipamerkan dalam HUT TNI kali ini. Belasan ribu personil TNI dari tiga matra terlibat, sejumlah 5.932 orang di antaranya menjadi bagian dalam parade dan defile pasukan.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan Bersama Rakyat TNI Kuat menjadi tema HUT kali ini karena sejarah telah membuktikan rakyatlah yang merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.

Setelah TNI terbentuk, kata Gatot, bersama rakyat pula TNI berjuang menjaga persatuan selama 72 tahun.

Kemanunggalan TNI dengan rakyat adalah kekuatan hakiki yang strategis dan tak terkalahkan, tanpa rakyat TNI tidak ada apa-apanya,” kata dia, seusai tabur bunga ke laut untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur di Cilegon, Banten, pada Selasa. (Anadolu Agency)

   Defense Studies  

[Video] Kendaraan Tempur Arisgator TNI Angkatan Darat

Liputan CNNOperasi tempur Amfibi merupakan salah satu atraksi yang ditampilkan dalam puncak perayaan ulang tahun ke 72 TNI.

Kado spesial dalam perayaan kali ini, kendaraan tempur Amfibi yang digunakan untuk memperkuat jajaran TNI Angkatan Darat pun masih baru.

Berikut liputan Iwan Hermawan, Koresponden CNN Indonesia dari Cilegon, Banten.


   Youtube  

DPR Desak Presiden Tambah Anggaran TNI

Perkuat PertahananKomisi I DPR mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan anggaran pertahanan bagi TNI. [Foto/SINDOnews/Dok]

Komisi I DPR mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkatkan anggaran pertahanan bagi TNI. Hal itu penting mengingat tingginya ancaman dan luas wilayah yang harus jaga.

Hal itu dikatakan Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon. Menurutnya, Indonesia merupakan wilayah yang strategis.

"Apalagi dari luar, di mana Indonesia sebagai wilayah strategis yang dalam tanda petik diperebutkan banyak pihak di luar negeri, Indonesia harus mempunyai kekuatan angkatan bersenjata yang memiliki efek deteren," kata Effendi Simbolon, Selasa (3/10/2017).

Menurut Effendi, TNI sebaiknya tidak hanya memiliki kemampuan untuk bertahan tapi juga memberikan deterrence effect atau efek gentar yang besar terhadap wilayah sekitar.

"Kita tahu di Laut China Selatan (LCS), kemudian di wilayah selatan dengan Australia, ada sekian ribu marinir di Darwin, kita juga konflik di Papua, yang sewaktu-waktu bisa merebak," ujarnya.

Politikus PDIP ini berharap, Jokowi dalam amanatnya pada HUT TNI nanti memberikan nuansa eskalasi dalam anggaran pertahanan TNI agar lebih besar. Sebab, melihat janji Presiden Jokowi pada pemilu lalu yang menyebutkan bahwa anggaran TNI harus mencapai 1,5% dari PDB.

"Tapi inikan hanya 0,8%. Ya minim sekali. Dibandingkan dengan tingkat ancaman dan luas wilayahnya, serta stabilitas di Asia Tenggara dan Asia Pasifik terus terang TNI masih jauh tertinggal. Ini tahun ketiga tapi anggaran yang diharapkan untuk menunjang tupoksi TNI tidak mencukupi," katanya.

Minimnya anggaran yang dialokasikan, kata Effendi, membuat TNI kesulitan dalam memenuhi program minimum essential force (MEF).

"Untuk mencapai minimum aja belum, bayangkan menuju MEF saja belum. Mana ada (realisasi MEF). Dukungan anggaran itu tidak harus setiap tahun, bisa tiga tahun ke depan, jadi setiap multiyears harus didukung anggaran yang melompat jauh," paparnya.

Membangun TNI yang profesional membutuhkan kesiapan alutsista, kesejahteraan dan sebagainya. Sudah saatnya TNI memiliki alutsista yang canggih dan modern. "Sudah saat nya Indonesia memiliki SU-35, kapal selam kilo, Heli Apache, Black Hawk, MI-35, dan MI-17, S-400," katanya.

Sebagai negara besar, Indonesia sewaktu-waktu bisa jadi daerah aneksasi. Menurut dia, jangan menyalahkan pertumbuhan ekonomi yang masih sekitar 5% untuk membangun pertahanan yang kuat.

"Nanti kalau sudah 7% baru saya kasih. Kenapa kamu defisit untuk hal yang exercise. Kenapa untuk yang pertahanan negara kamu tidak lakukan. Memangnya apa artinya semua kekayaan kalau kita dianeksasi, mau jadi Irak, Libya, Suriah kita?," tanyanya.

Meski memiliki anggaran yang minim, Effendi mengaku tetap mengapresiasi kinerja TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia.

   sindonews