Kamis, 22 Maret 2018

Kelanjutan Program Pembuatan Pesawat Tempur KF-X/IF-X Belum Jelas

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtAncsMMIZjz03t0qXa04V7ViYOk7OIpAY9som49uMf8CI5XGmeiSDakaVq_tBZFXyXVU-S7gRpJcG422XJ8gs0rHsaokZrHzrHhTOywPuTJqNi7CKcIr_tF3S0Qf0X4CizbCqfJ-AfJZZ/s1600/1557269jet2780x390.jpgModel pesawat tempur KF-X ini ditampilkan di bagian depan perusahaan penerbangan Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Korea Selatan. Riset untuk pembuatan prototipe pesawat tempur generasi 4,5 ini masih berlangsung sampai 2021. Proyek dijadwalkan rampung pada 2026 dengan produksi 250 pesawat tempur untuk Korea dan Indonesia. (KOMPAS/NINA SUSILO)

Kelanjutan program pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang merupakan kerja sama antara Indonesia - Korea Selatan saat ini belum jelas.

Padahal, beberapa waktu lalu proyek dengan total investasi kedua negara yang mencapai 8 miliar dollar AS itu diklaim sudah masuk tahap engineering manufactur development (EMD).

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsekal Madya TNI Hadiyan Sumintaatmadja kemudian menjelaskan mengenai nasib program pembuatan pesawat tersebut.

Kami membahas kelanjutannya itu (KF-X/IF-X),” kata Hadi seusai rapat koordinasi khusus (rakorsus) di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum ,dan Keamanan, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Saat ini, menurut Hadi, belum ada keputusan akhir apakah program yang dibiayai Korea Selatan 80 persen dan Indonesia 20 persen itu dilanjutkan atau tidak.

Hasilnya kan cuma dua, dilanjutkan atau tidak. Tapi (nanti) Pak Menko (Menko Polhukam Wiranto) yang menjelaskan. Itu keputusannya di Pak Menko (Polhukam),” kata Hadi.

Hadi membantah bahwa program tersebut akan dihentikan karena kendala lisensi teknologi yang tidak kunjung diberikan oleh Amerika Serikat. Lisensi itu yakni electronic optics targeting pod (EOTGP), infrared system targeting (IRST), radar active electronically scanned array (AESA), dan radio frequency jammer.

Enggak, enggak (ada kendala lisensi),” ucap dia.

Hadi juga menbantah bahwa masalah anggaran menjadi penyebab tidak jelasnya program pembuatan pesawat tersebut.

Saya tidak bisa komentar. Nanti Pak Menko (Polhukam). Tunggu Pak Menko (Polhukam) ya,” ujar Hadi.

Tak berbeda, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) Elfien Guntoro yang hadir dalam rakorsus tersebut juga tak bersedia menjelaskan hasil rapat soal perkembangan program pembuatan pesawat KFX/IFX.

Saya cuma hadir saja. Saya enggak bisa kasih komentar,” kata mantan Direktur Utama PT Pelni (Persero) tersebut.

Hadir juga dalam rakorsus tersebut antara lain Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Yuyu Sutisna dan pihak lainnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenhan, Anne Kusumayati sebelumnya mengatakan, pengembangan pesawat tersebut terkendala pengadaan beberapa komponen yang lisensinya dimiliki Amerika Serikat.

Korea Selatan dan Indonesia sejatinya mencoba menyiasati kendala itu, yakni berkolaborasi dengan negara-negara di Eropa untuk pengadaan komponen tersebut. Kerja sama pengembangan jet tempur generasi 4,5 tersebut telah dimulai sejak 2016.

Ditargetkan pada 2019 prototipe pesawat tempur tersebut diproduksi. Kemudian, pesawat dapat diluncurkan dan bisa terbang pada 2021. Pada 2026, diharapkan pesawat tempur KFX/IFX bisa mendapatkan type certificate.


  Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.