Kamis, 29 Maret 2018

Sang Kreator Seragam SAMAR Satuan 81 Gultor Kopassus

Dan Rompi SAKTI Kostrad KAMUFLASE - Loreng SAMAR yang dikenakan Sat 81 Gultor Kopassus dan rompi SAKTI Kostrad. (inzert) Fairy Suryana. Foto: Fairy Suryana for INDOPOS/ISTIMEWA

Karena hobi dengan dunia militer dan lahir dari keluarga Tentara Nasional Indonesia (TNI), muncul keinginan Fairy Suryana, 44, menciptakan loreng khusus untuk personel TNI yang sesuai dengan vegetasi alam dalam negeri. Inovasi itu membuahkan hasil. Bahkan karyanya sudah digunakan pasukan elite Indonesia.

Tak tanggung-tanggung, seragam yang dinamai SAMAR (Spektrum Acak Mata Adaptasi Rekayasa) itu dikenakan personel Satuan 81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Sat 81 Gultor Kopassus) TNI-Angkatan Darat (AD). Satuan yang didirikan pada 30 Juni 1982 tersebut mengkhususkan pakaian dinas lapangan (PDL) SAMAR untuk keahlian perang hutan.

Nah, karena ia yang menciptakan, maka Fairy pun mendaftarkan karya SAMAR ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan HAM. Ia sudah memiliki hak cipta pada November 2012.

Sejauh ini publik banyak yang belum tahu kehadiran corak SAMAR karya anak negeri. Itu dikarenakan loreng tersebut belum digunakan prajurit lain di lingkungan TNI, termasuk Grup 1, Grup 2, dan Grup 3 Kopassus.

Jadi memang baru sebatas digunakan personel Sat 81 Gultor. Itupun prajurit-prajurit yang memiliki spesialisasi perang hutan.

Dalam beberapa kesempatan, loreng SAMAR sempat diperlihatkan di muka umum. Di antaranya acara penutupan latihan Pertempuran Hutan dan Pemeliharaan Kemampuan Prajurit Kopassus 2018 di Lapangan Citalahab, Gunung Halimun, Bogor, Selasa, (20/2) lalu; kemudian Serah Terima Jabatan (Sertijab) Danjen Kopassus dari Mayjen Madsuni kepada Mayjen Eko Margiyono di Makopassus, Cijantung, Jakarta pada Jumat (23/3) lalu.

Kehadiran camo SAMAR juga menyita perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Mulyono ketika berkunjung ke Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Situ Lembang, Bandung, Jumat (16/3) lalu. Seragam yang dapat berkamuflase atau menyatu dengan kondisi hutan tropis Indonesia itu bahkan mendapat apresiasi dari petinggi TNI tersebut.

Tentu kebanggaan muncul di dalam diri Fairy lantaran inovasinya dapat bermanfaat bagi TNI. Apalagi mendapat respon positif dari petinggi TNI.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCkT9Ky0C0QbEnQY_TQY6aeF2ogLiuRIqKKwr8EeBrueVS2y6haLaKK3HB_8jvLMwZFQ7d5PwnAp-Sm6RA_sW2VXRIAb9RfvF7__G8egvrVhO_OkZFOS6rA5NAnLwfjvRY-TDbOAGkDxOA/s1600/2058574_20180322105727.jpgSAMAR Satuan 81 Gultor Kopassus

Dalam setiap kesempatan, pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1973 itu menuliskan status di media sosialnya (medsos) jika personel Sat 81 Gultor mengenakan seragam SAMAR dalam suatu acara.

Loreng SAMAR kreasi saya beraksi saat Sertijab Danjen Kopassus, 23 Maret 2018,” demikian salah satu isi statusnya di medsos.

Fairy mengaku, keinginan menciptakan loreng SAMAR sudah cukup lama. Berawal pada 2006/2007, dia ingin punya desain loreng khusus TNI. Itu karena saat ini loreng ‘Malvinas’ TNI atau yang diadopsi dari DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris sejak 1983 tersebut kurang efektif dengan alam hutan tropis Indonesia.

Untuk mewujudkan impiannya itu, Fairy pernah minta tolong kawannya di ITB Jurusan Seni Rupa untuk mendesain loreng tersebut. ”Ayo dong desain,” ujar dia kepada rekannya. Sayang, permintaannya itu tak dipenuhi kawannya.

Tak patah semangat, Fairy pun lantas merancang sendiri. Kebetulan kala itu, dia dapat mengoperasiakan program Adobe Photoshop Seri 6.0, perangkat lunak yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau gambar dan pembuatan efek. Sekitar 2009/2010, Fairy pelan-pelan mulai mendesain motif loreng.

Proses inspirasi mencari warna diawali saat Fairy menunaikan Salat Jumat di masjid dekat rumahnya yang kebetulan ditumbuhi pepohonan. Dia memperhatikan suasana sekelilingnya yang hijau.

Dari situ kemudian terpikir, loreng TNI harus benar-benar nyaru (menyerupai, Red) dengan kondisi sekitar (vegetasi Indonesia),” ujarnya kepada INDOPOS di kediamannya, kawasan Tebet, Jakarta.

Melalui laptopnya, Fairy lantas mencurahkan ide, sehingga tercipta kombinasi 12 jenis warna hijau daun. Selanjutnya, desain itu diuji coba ke tukang percetakan spanduk di perempatan jalan, tak jauh dari kediamannya. Sayangnya, screen percetakan hanya mampu menerima delapan jenis warna di antaranya Camo Green, Olive Drab, Foliage Green, Hitam, Coklat, Hijau Swedia, Camo Green 2, dan Camo Green 3. ”Dari bahan spanduk (bahan felxi, Red) yang diuji coba hasilnya kurang maksimal. Sedikit nekat, kita paksakan menggunakan bahan kain drill, ristop, dan katun polyester dengan warna dasar putih. Hasilnya lebih baik, corak lorengnya sama dengan di Photoshop (komputer, Red). Karena dipaksakan mesin spanduk digunakan dengan kain, apalagi mencobanya setiap hari, mesin (cetak, Red) itu sampe mau rusak,” ujar Fairy yang didampingi rekannya, Darwis sambil tertawa.

Prototipe loreng SAMAR pertama diciptakan Fairy bermotif pixel. Karenanya, dinamakan SAMAR Pixel. Jebolan Strayer University, Amerika Serikat (AS), 1992 –1996 dengan gelar Bachelor of Business Administration (BBA) itu lantas menyempurnakan inovasinya. Sampai akhirnya tercipta loreng SAMAR Kartika dan SAMAR Komando yang lebih dapat berkamuflase dan beradaptasi dengan vegetasi Indonesia.

Prajurit TNI dengan rompi "SAKTI" (Kaskus Militer)

Kemudian agar menghasilkan kain loreng yang sempurna, sekitar 2011, percetakannya pindah ke industri menengah milik kawannya di kawasan Jababeka, Cikarang, Bekasi. Namun kendala kembali muncul.

Desain yang di Photoshop terpaksa harus disetting ulang di komputer mesin cetak. Ada beda format. Filenya bukan Photoshop. Tapi semua itu bisa diatasi dengan baik,” ujar Founder & CEO DewaNations, medsos dengan konsep dunia virtual.

Di industri itu, Fairy dapat mencetak kain SAMAR di bawah 500 meter. ”Biayanya masih swadaya sendiri,” ujarnya. Kemudian pada 2011, pria yang juga menciptakan www.dewa.com di Amerika Serikat pada 1995 tersebut mulai menawarkan hasil karyanya kepada rekan-rekannya di TNI, termasuk Kopassus. Sat 81 Gultor lantas tertarik dengan camo SAMAR Komando yang bisa beradaptasi di kawasan hutan tropis.

Dalam perjalanannya, Sat 81 meminta memasukkan salah satu jenis warna hijau, yang saya namakan hijau swedia. Jenis-jenis warna loreng SAMAR bisa dilihat di website www.elemental.id,” jelas Fairy.

Dia mengaku hanya sebagai inovator yang menciptakan loreng SAMAR. ”Ibaratnya kita ini seperti Crye Precision (perusahaan multicam creator, Red), pencipta loreng tentara AS. Kemudian user (pengguna, Red) menawarkan ke rekanan (perusahaan, Red) seperti Tru-Spec (Atlanco) dan Blackhawk,” ujarnya.

Bagaimana perbedaan antara SAMAR Komando dan Kartika? Fairy menerangkan, SAMAR Komando punya pattern atau pola vertikal seperti darah mengalir. Corak ini juga lebih Camo Green atau hijau daun yang terdapat warna merah keungunan seperti darah. Sementara SAMAR Kartika warna keunguan itu seperti coklat kayu atau dahan. Pattern-nya horizontal.

SAMAR Kartika lebih ke Olive (Green, Red) atau warnanya sedikit kekuning-kuningan,” jelasnya.

Selain menciptakan loreng SAMAR, Fairy bersama timnya dan Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menciptakan rompi SAKTI (Sistem Angkut Kelengkapan Tempur Individu). Rompi ini sudah digunakan jajaran Kostrad TNI-AD. Fairy juga telah mendaftarkan SAKTI ke Ditjen HaKI pada Februari 2012.

Basic design SAKTI itu dari saya, lalu dibawa ke tukang jahit Pasar Tebet Barat untuk buat contohnya. Saat itu, AHY juga ikut memberi masukan untuk menyempurnakannya di pasar,” katanya.

Waktu itu untuk materialnya ia bisa beli ke Crye Precision (www.cryeprecision.com) mulai dari bahan Cordura, lalu webbing (tali)-nya dibeli di ebay. Kemudian Velcro (perekat, Red). “Jadi saya paham banget materialnya. Apalagi sejak 2001, saya sudah berhasil mencoba membuat rompi sejenis Interceptor Body Armor (IBA) (rompi antipeluru AS, Red). Padahal untuk dapatkan IBA pada itu masih sulit. Beli di ebay juga nggak ada,” ujarnya.

Meski pernah mendapatkan tawaran pihak luar negeri atas hasil ciptaannya, Fairy mengaku karya-karyanya masih diperuntukkan untuk kepentingan dalam negeri, khususnya pihak TNI. Ini yang disebut dengan cinta tanah air ya, Bang Fairy? (*)

  ☠ Indopos  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.